Pengakuan

25 11 0
                                    

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝



━─━─━─━─=== • ✠ • ===─━─━─━─━≫

Tiga hari kemudian, Galang merasa ada yang ingin ia ceritakan pada Chelsea. Sehingga, ia meminta Chelsea untuk bertemu. Akan tetapi, ia tidak bilang bahwa ia bercerita tentang sesuatu. Ia berbohong bahwa ia ingin bertemu karena rindu kebersamaan dengan Chelsea. Akhirnya, Chelsea pun menyetujuinya. Mereka pun bertemu di salah satu kafe yang ada di Kota Kepanjen.

“Chel, kita ke sini aja, ya. Tempatnya cukup nyaman,” ucap Galang ketika sudah berada di depan cafe.

“Iya, terserah kamu aja, Galang. Aku ngikut,” ucap Chelsea sambil tersenyum.

Setelah itu, mereka berdua masuk ke dalam cafe dan memesan makanan. Sambil menunggu pesanan datang, mereka pun basa-basi menceritakan tentang kisah mereka masing-masing.

Tak lama kemudian, topik pun berhenti, dan berganti Galang yang membuka obrolan.

“Oh ya, ngomong-ngomong, gimana sama persiapan kemah kamu? Lancar nggak?”

“Iya, alhamdulillah sih, selama ini lancar. Nggak ada hambatan. Kenapa emang?” tanya Chelsea heran.

“Ya nggak pa-pa. Kan sebagai sahabat apa salahnya, sih, tanya?” tanya Galang kembali.

“Iya juga, sih.”

“Oh ya,Chel. Kamu hafal nggak sih, sama seluruh nama murid angkatan kelas 11 baik IPA maupun IPS?” tanya Galang dengan santai.

“Satu angkatan IPA IPS? Nggak mungkinlah, Galang. Ya kali aku ngehapalin semua. Aku cuma mungkin kenal sama yang bersebelahan sama kelas kita. Atau nggak gitu yang tergabung satu organisasi, baru kenal. Kalau semua ya nggak mungkinlah. Memori otakku nggak sebesar memori yang ada di laptop—yang bisa menampung banyak data-data nama,” canda Chelsea sambil tertawa.

Mendengar jawaban Chelsea yang menurutnya lucu, Galang pun tertawa pelan. “Kamu bisa aja, sih,” ucap Galang ikut tertawa.

“Ya kan emang bener. Emang kenapa nanyain nama anak-anak?” Chelsea kembali bertanya karena penasaran.

“Nggak, sih. Sebernya aku cuma mau tanya satu nama sama kamu,” tukas Galang to the point.

“Siapa?” tanya Chelsea sambil mengangkat kedua alisnya.

“Miranda, kelas 11 IPS 4. Kamu kenal, nggak?” tanya Galang tiba-tiba.

Tiba-tiba pelayan kafe pun datang mengantarkan pesanan.

“Permisi, Mbak, Mas. Maaf mengganggu. Saya mau mengantarkan pesanan Mbak sama Mas,” ucap pelayan tersebut.

“Oh, iya, Mbak. Nggak ganggu, kok. Silakan taruh di meja. Makasih, ya,” sahut Chelsea ramah.

“Sama-sama, Mbak. Saya permisi dulu, mari,” ucap pelayan tersebut dengan sopan.

Galang dan Chelsea pun hanya tersenyum.

Teringat pertanyaannya belum dijawab oleh Chelsea, Galang pun bertanya kembali.

“Gimana? Kamu kenal nggak sama yang namanya Miranda dari kelas 11 IPS 4?” tanya Galang lagi.

“Miranda? Hmm kenal, sih. Cuma nggak akrab,” tukas Chelsea sambil mengambil minuman di nampan, lalu mulai meminum minuman favoritnya, yaitu green tea latte.

“Ohh gitu, ya. Emm aku boleh jujur nggak sama kamu?” tanya Galang mulai terlihat serius sambil meminum minuman favoritnya, yaitu cappuccino.

“Jelas bolehlah, namanya juga sahabat, masa nggak boleh jujur,” ucap Chelsea santai.

Telah Pergi (Terbit)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora