Chapter 41

72.6K 5.9K 6.6K
                                    

Haii... akhirnya bisa update. Masih nunggu? 🤕

Chapter ini benar-benar sulit 🤕 😰😭 Entah karena aku yg mood-nya kurang bagus mungkin 🤷‍♀️

Mohon koreksi kalau ada typo atau kalimat rancu




Happy Reading




Seperti janin, Sea masih meringkuk di lantai sambil membekap mulutnya sendiri dengan sisa isak yang kini tertahan di tenggorokan. Ia terus berusaha mengatur napas, saat sesak itu tak kunjung hilang juga. Ia tidak tahu mengapa ia jadi begitu cengeng, padahal luka sudah berteman sangat lama dengannya.

Di bawah sinar lampu seadanya, Sea meluruskan tubuhnya yang semakin hari kian kalah oleh dunia. Lemah, dan tak bertenaga. Ia lupa, kalau seharian ini ia belum makan apa-apa. Ia menyiksa dirinya, saat semua orang terus berusaha menghancurkan dinding yang satu demi satu pernah ia tata.

Hanya ... mengapa?

Kesalahan apa yang telah dilakukannya hingga ia pantas menerima ini semua?

Mengapa semua orang sangat ingin melihatnya terluka? Mereka tidak merasakan apa pun, lalu berusaha mematahkan dirinya dengan cara menjijikkan sekalipun. Tidak ada yang pernah mau tahu, bahwa jauh sebelum hari ini ia sudah patah. Ia hanya berusaha tegak berdiri, sebelum kembali diinjak dan akhirnya sekarang ia ambruk lagi. Sendirian, ia sekali lagi mencoba menata satu per satu dinding yang sudah mereka hancurkan.

Menatap langit-langit kamar, Sea mengamati keadaan sekitar tanpa titik pandangan jelas. Ia hanya merasa tidak berguna, kalah oleh realita dan tersungkur sejatuh-jatuhnya.

Apa lagi setelah ini, Tuhan? Sungguh, ia lelah. Ia hanya ingin pulang. Ia tidak menginginkan apa pun sekarang, kecuali damai di pelukan sosok yang kini telah berada di keabadian.

"Sea-nya Mama, dalam hidup, kamu akan dipertemukan dengan banyak tipe manusia. Ada yang menyembuhkan, ada juga yang menghancurkan. Akan ada yang menyayangimu, dan akan ada juga yang membencimu. Satu hal, jangan pernah memperlihatkan kelemahanmu di depan orang yang ingin melihatmu hancur. Jangan biarkan mereka berhasil mengalahkanmu dan melihat air matamu. Menangis untuk mereka itu tidak perlu, sayang. Perlihatkan, bahwa kamu kuat dan tidak mudah dijatuhkan. Kamu itu lautan, mengapa harus kamu yang ditenggelamkan?"

Kala memejamkan mata, bisikan itu seolah terasa nyata di telinga. Setitik bulir bening kembali jatuh, bersatu dengan dinginnya lantai ruangan.

***
Diam di tempat, Rigel menatap kepergian Sea. Ia bingung, bagaimana mencegahnya agar tidak masuk ke dalam kamar. Ia tidak yakin bisa menatapnya sama seperti dulu tanpa perasaan bersalah. Sekarang, situasinya sudah berbeda. Ia bukan lagi Rigel yang seutuhnya milik Sea. Tapi, ia juga seorang Ayah dari anak empat tahun yang dilahirkan perempuan yang pernah begitu dicintainya. Sungguh, Rigel tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk meluruskan keadaan ini. Semuanya benar-benar di luar prediksinya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Sea saat mengetahui fakta itu. Ia tidak ingin menyakitinya, tetapi cara apa pun untuk memberitahu kebenaran itu pasti akan tetap menyakiti hati Sea.

"Kak, kenapa Sea selalu bicara sekasar itu? Maksud dia apa pelacur untuk keluarga Xander?" Star mengernyit—merasa tersinggung dengan perkataan frontal Sea. "Apa karena dia tidak suka keberadaanku di sini sehingga berbicara yang aneh-aneh?"

Rigel benar-benar mampu dibungkam oleh perkataan tajam Sea barusan walau menggunakan nada pelan.

Menjadi pelacur Xander? Apa maksudnya? Mengapa dia selalu mengatakan omong kosong sejenis itu.

AddictedWhere stories live. Discover now