Chapter 36

43.4K 5.3K 3.6K
                                    

Akhirnya selesai jugaa nulis chapter ini seharian penuh sampe melewatkan tidur siangku di hari minggu 😴😂 Masih nunggu ya? 🤭

5,300 kata! Chapter ini panjang ya. Jika kepotong, log out akun WP kamu dan log in lagi.

Mohon koreksinya kalau ada typo atau kalimat rancu.




Happy Reading



"Aku sudah menemukan panti yang layak untuk menitipkan anak itu," ucap seorang pria sambil mengepulkan asap rokok di udara. "Besok, bawa dia ke sini. Aku juga sudah menyuruh orang untuk membawanya pergi dari sini."

Angin yang berembus kencang dari ketinggian rumah sakit, membuat jas dokter yang dikenakannya melayang-layang ke belakang. Saling memberi jarak di antara tubuh mereka, perempuan cantik di sebelahnya yang berpakaian perawat itu menatap hancur laki-laki yang dicintainya. Wajahnya dilinangi air mata, sembab dan tampak berantakan.

"Kamu yakin akan melakukan ini pada anak kita? Darah dagingmu sendiri?" Dia mengikis jarak, mengusap air matanya. "Kamu yakin akan melakukan ini?!" teriaknya.

Laki-laki itu mengetatkan rahang, melemparkan rokok yang diisapnya ke lantai atap dan menginjaknya sampai melebur di sana. Tubuh tinggi dan mata coklatnya menatap dingin, mencengkeram bahunya.

"Aku sudah katakan untuk menggugurkan kandungan sialanmu dari awal! Kamu hanya merepotkan diri sendiri dengan membiarkan anak itu lahir. Kamu tahu aku tidak mungkin bisa bertanggungjawab!"

Perempuan itu terisak hebat, bulir bening layaknya air bah tak sanggup lagi disembunyikan di hadapannya. "Aku tidak bisa melakukannya. Dia buah cinta kita. Dan aku pikir ... aku pikir setelah kamu melihatnya, kamu bisa menerima kehadiran anak itu."

Tubuhnya direndahkan, terlihat mendominasi. "Amelia, aku sudah beristri. Aku sudah berkeluarga. Arin sedang hamil besar sekarang. Kamu tahu, aku akan segera menjadi ayah dari dua anak. Aku tidak mungkin mengecewakan dia. Aku tidak mungkin menerima kalian lebih dari itu."

Sungguh menyakitkan mendengar fakta itu. "Mas...,"

Dia agak menjauh, kembali memberikan jarak. "Kami akan pindah ke Belanda tidak lama lagi. Aku akan pindah tugas ke sana. Tapi sebelum itu...," tatapan setajam elang, tersorot padanya, "aku ingin anak itu lenyap tanpa jejak. Aku tidak ingin dia mengacaukan kehidupanku dan keluargaku di masa depan."

"Kamu egois!" sentaknya. "Kamu brengsek, Damian, kamu brengsek!"

Cengkeraman di wajahnya terasa begitu menyakitkan. "Kamu juga cuma perempuan kotor yang mau saja dijadikan tempat singgah sementara. Jadi, berhenti sok suci. Bawa padaku bayi itu besok pagi, Atau, akan aku lenyapkan dia dengan kedua tanganku sendiri."

Wajah manis dan ramah yang Amelia kenal selama ini, hilang tak berjejak. Dokter yang dijadikan idola oleh kebanyakan pasien dan teman sejawatnya, tak sebaik kelihatannya. Dulu, Amelia merasa jumawa ketika dia memilihnya dari banyaknya perempuan yang memberi sinyal—meski hanya dijadikan teman tidur ketika dia bosan dengan istrinya. Tapi sekarang, karma itu menamparnya. Laki-laki yang ia pikir sempurna nyaris tak memiliki cela, berubah menakutkan. Dia tampak seperti monster, mencengkeram rahangnya sampai ia mati rasa.

"Ke-keadaannya belum stabil. Dia masih harus dirawat secara intensif di dalam inkubator." Amelia menggeleng-geleng tak setuju. "Tolong, berikan aku waktu sebentar lagi untuk merawatnya. Dia bisa mati tanpa penopang semua alat-alat itu."

"Bagus. Itu yang aku harapkan," ucapnya santai.

Plak

Tamparan keras melayang pada pipinya. "Dasar iblis! Brengsek!"

AddictedWhere stories live. Discover now