Chapter 27

52.6K 4.5K 1.9K
                                    

Haloo... balekk lagiii 🤭🤭 Kalo ada typo, mohon koreksinya ya ^^

Mulmed: Dusk till Dawn - Cover Emma Heesters


Happy Reading



"Aku menunggu dari tadi," kalimat pertama Rafel begitu Sea berada di hadapannya. Dia berdiri menjulang, sesekali menoleh ke arah mobil Rigel yang terparkir di gang. "Aku perlu bicara. Biarkan aku masuk."

"Ada apa?" Sea bertanya singkat.

"Kita bicara di dalam. Berdua saja." Lelaki yang selama satu tahun ini lebih intens menemuinya, menggenggam tangan Sea. "Please, I need to talk to you."

Mata Rigel dan Rion menajam melihat pemandangan di depan sana.

"Apa? Silakan katakan di sini," Sea berusaha menepisnya.

Rafel menarik tangan Sea, memaksa agar membuka pintunya. "Aku bilang di dalam!" tekannya dengan raut menggelap. "Aku benar-benar lelah, Ya. Tolong untuk kali ini saja, permudah semuanya. Aku hanya ingin bicara denganmu—tanpa kuman-kuman itu!" tunjuk Rafel dengan berang ke arah mobil Rigel.

Bagaimana ia bisa bicara dengan Sea kalau ada dua makhluk astral yang berada kurang dari lima meter—menatap penuh rasa ingin tahu yang besar.

Bokong Rion sudah serasa terbakar duduk diam di jok mobil sehingga ia segera melompat keluar. "Takkan kubiarkan!" Ia pun ikut melipat tangan di dada seperti lelaki itu sambil menyandarkan punggung ke pintu mobil. "Jangan menyakiti Sea. Lepaskan tangan dia!"

Dia pikir mentang-mentang memiliki tubuh lebih tinggi dan besar, dia bisa mengintimidasinya? Kencingnya sudah lurus. Umurnya sebentar lagi delapan belas tahun. Sudah sedikit lebih besar juga. Artinya, ia sudah pantas berada di samping Sea.

Rigel meringis, memilih menutupkan tangannya ke mata—malu sendiri melihat tingkah Rion. "Aduh, ngapain sih, Cak,"

Sea masih bergeming, terus berusaha melepaskan cengkeraman Rafel dari lengannya. Ia tahu, saat ini Rafel memang tampak lelah. Wajahnya terlihat kuyu dan berantakan dengan rambut halus yang tidak dia cukur—entah dalam waktu berapa lama. Meski begitu, kehadirannya tetap tak memudarkan rasa takut itu. Rafel yang sedang kacau membuatnya berkali lipat lebih ketakutan.

"Nggak ada yang ingin kukatakan."

"Tentang Papa. Tentang aku. Tentang kita," ucap Rafel parau, menatap Sea. "Kita nggak pernah membicarakannya. Kamu nggak pernah memberiku kesempatan untuk bicara!"

Sejak Rafel mengakui perasaannya beberapa tahun lalu, dia memang lebih banyak menyibukkan diri dalam pekerjaan. Jarang sekali menemuinya. Baru satu tahun terakhir ini, Rafel mulai gencar lagi mengganggunya. Hampir setiap minggu, dia akan datang ke kontrakan Sea hanya untuk memastikan bahwa ia masih hidup dengan baik. Lima atau sepuluh menit, lalu pamit.

"Sea, jangan masuk. Berduaan aja di satu ruangan yang sama itu bahaya. Yang ketiganya setan!" cegah Rion seraya mendekati teras kontrakan. "Kalau kamu izinin, aku mau kok nemenin kamu. Aku rela jadi set—eh, nggak mau!"

Rigel masih menatap keduanya di balik kemudi, bertanya-tanya sejauh mana hubungan mereka. Demi Tuhan, ia terkejut mengetahui mereka masih berhubungan sampai saat ini. Setelah enam tahun berlalu, Rafel dan Sea masih dekat satu sama lain. Ia pikir sejak malam itu, keduanya telah berakhir. Bahkan, mungkin saja Rafel sudah menikah mengingat saat itu Laura sempat mengundangnya ke acara pertunangan mereka meski ia tidak datang.

"Jangan masuk berduaan aja pokoknya!" pekik Rion sambil menggeleng.

Rafel menatap Rion tak bersahabat. Tidak mengatakan apa pun, tetapi sorot mata itu seolah mendorongnya agar segera menyingkir dari sana. Rion tidak lagi menghela langkah semakin dekat, ia berdiri melambai-lambaikan tangan agar Sea menatapnya.

AddictedWhere stories live. Discover now