Chapter 14

34K 3.5K 618
                                    

Maaf ya updatenya ngaret. Lagi pulkam dulu haha

Mulmed: Naomi Scott - Speechless


Happy Reading


Sea membuka mata saat ponselnya berdering di meja nakas samping tempat tidur. Ia mengulurkan tangan dan meraihnya. Melihat nama siapa yang memanggil, Sea dengan cepat bangun dan duduk di tepi ranjang. Kakinya menjuntai ke lantai, menekan tombol hijau, kemudian menempelkan ponsel ke telinga.

Bos-nya yang menelepon.

"Halo?" sapanya pelan. Suaranya yang memang sudah serak dan dalam dari lahir menjadi semakin nyaris tidak terdengar ketika bangun tidur. Ditambah lagi semalam habis menangis ketika serbuan rindu terhadap ibunya tidak bisa lagi dibendung.

"Sea?" di seberang telepon memastikan bahwa Sea tengah mendengarkan. Meski tanpa mendapatkan sahutan seolah tahu betul sifat pendiam dari Sea, perempuan cantik itu mulai berbicara. "Kamu hari ini jadi pulang, kan?"

"Iya, Nyonya," sahut singkat Sea sambil memerhatikan pemandangan pagi di luar yang terlihat asri.

"Syukurlah. Soalnya hari ini saya mau minta tolong bantu antarkan undangan ulang tahun Rei dan Star ke beberapa tempat. Nanti diantar sopir atau kamu bisa bawa motor sendiri jika nggak mau kejebak macet."

"Baik," walau ia mengernyit samar saat mendengar rencana ulang tahun itu.

"Kira-kira jam berapa sampai ke rumah? Kalau bisa, lebih cepat ya. Biar nggak terlalu kesorean nanti."

Sea mengangguk pelan, "Iya."

"Kamu bisa bawa motor?"

"Bisa."

"Kalau menurut saya, mending naik motor aja. Arah ke sana itu macetnya parah. Ini aja Rei sama Star naik motor, pada ikut bantu antar sebagian undangan ke daerah dekat-dekat."

"Baik." Sea mengangguk lagi—seolah bosnya itu berada di hadapannya.

"Lagian ini acaranya mendadak banget sih. Saya pikir mereka nggak mau rayain tahun ini. Eh, ternyata Star malah minta." Tuturnya panjang.

Sea tidak menyahut. Tidak tahu harus mengatakan apa. Tidak pintar berbasa-basi juga.

"Ehm, ya udah kalau gitu. Kamu hati-hati di jalannya." Bos-nya pun tampak bingung harus mengatakan apa lagi mendengar respons singkat Sea.

"Iya, nyonya." Ucapan itu menjadi penutup percakapan. Sebagai majikan, Lovely dan suaminya tergolong orang yang sangat hangat dan ramah. Mereka tidak memperlakukannya seperti kesetan.

Sea mengembuskan napas pelan, bersyukur ia bisa dipertemukan dengan orang baik, meski anak lelaki mereka sangat jauh dari kata baik. Seperti setan sih iya. 'Cukup baik' saja masih terlalu sulit untuk dikatakan.

Gara-gara sering bertemu dengan PRT keluarga itu, ia dikenalkan dengan sosok Bosnya. PRT itu sudah berumur. Setiap beliau usai berbelanja di pasar Swalayan yang tidak jauh dari tempat tongkrongan Sea bersama pengamen lain, dia tampak kewalahan menenteng barang belanjaan. Sea akan menghampiri dan membantu mengangkat belanjaannya ke dalam bus, hingga seiring berjalannya hari, mereka semakin akrab. Dan akhirnya ia ditawari bekerja di sana oleh beliau.

Saat hendak meletakkan kembali ponsel di nakas, matanya jatuh pada kotak P3K di sana. Tangannya terulur menyentuh ujung bibir, rasa lengket menempel. Bukan iler. Ia tahu seseorang telah mengoleskan salep pada permukaan bibirnya yang terluka semalam. Satu-satunya orang yang akan mengobati lukanya di rumah ini adalah Rafel setelah kepergian ibunya. Ia tidak menyangka lelaki itu akan menyadari keberadaan lukanya. Entah pukul berapa dia masuk ke sini. Ia tidak yakin. Padahal pintu kamar sudah ia kunci.

AddictedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang