Chapter 26

42.5K 4.7K 1.8K
                                    

Haii... masih sudi nunggu Addicted? 🌚 Kalo ada typo, tolong koreksinya ya 🙏🏻 Dan sebelum ketemu kata TBC, artinya punyamu kepotong 👌🏻


Happy Reading



Belum selesai Sea membaca deretan pesan dari Rion, chat baru kembali masuk.

Aku jg galau dan bingung. Nggak bisa tidur dengan baik karena semalam nggak kamu balas. Lain kali, kalo pulsa kamu menipis, cukup chat aku aja ya? Aku ingin belajar mencukupi semua kebutuhan Sea 🥰

Sea mengernyit, tersenyum tipis. Dia sedang belajar jadi suami siaga atau apa? Anak ini ada-ada saja.

"Sea, itu kamu dipanggil," tegur Eben seraya menyenggol bahunya pelan saat Sea masih menunduk.

Pesan dari Rion belum sempat dibalas. Ia bingung harus membalas apa. Kecuali terima kasih sudah mengirimkannya pulsa, perihal kedatangan Rigel tiba-tiba ke kantor memang cukup mengejutkan. Selama lima tahun tidak berkomunikasi, hari ini dia datang layaknya sosok baru yang tidak pernah saling kenal sama sekali.

Sea mendongak, netra bulatnya menatap lurus ke ujung meja yang ditempati Rigel. "Ya?"

Sepasang mata yang sudah lama tidak dilihatnya, kini menatapnya. Tidak terkecuali semua orang yang berasal dari divisi berbeda.

"Kita sedang meeting. Bisa dimatikan dulu hape-nya?" nada suaranya terdengar tegas dan serius.

Sea tidak tahu kalau dia menyadari apa yang sedang dilakukannya. Sebab dari tadi, mata itu lebih fokus menyimak pembicaraan semua orang yang ada di sini, kecuali pada dirinya. Ditambah lagi ponselnya ia letakkan di pangkuan—di bawah meja.

Ia tidak mengerti bagaimana Rigel bisa melihatnya.

Dan ... satu lagi. Rigel sudah sangat berubah. Waktu selalu bisa melakukan segalanya, termasuk mengubah tabiat kekanakan seseorang. Rigel yang sekarang terlihat lebih matang dan dewasa. Bukan hanya cara dia berbicara saja, wajahnya pun jauh lebih maskulin dari sebelumnya.

"Baik. Maaf, Pak," Sea buru-buru mematikan ponselnya. Ia memang sudah berniat mematikan sedari tadi, tapi beruntun chat keluhan dari Rion yang masuk membuatnya tanpa sadar membaca satu per satu. Tidak tega mengabaikan.

"Kamu tahu kita sedang membahas apa?" Dia bertanya retoris.

Sea mengangguk kecil.

"Apa? Jelaskan," Rigel melipat tangan di dada, menyandarkan punggung ke kursi sambil menatapnya.

Ada yang terlihat meremehkan. Terpicing, tidak yakin.

"Tentang sistem keuangan yang harus sedikit diperbaharui. Menjelaskan satu per satu secara terperinci agar mudah dalam pengecekan data setiap bulannya, sehingga tidak kerja dua kali."

Entah Sea salah lihat, tetapi ada seringai kecil di ujung bibir Rigel. Lesung pipinya muncul samar ke permukaan.

Rigel menegakkan punggungnya, mengangguk kecil. "Next time, sebaiknya jangan membawa ponsel ke ruang meeting."

"Baik, Pak."

Meeting kembali berjalan dengan tenang dan lancar. Sea lebih banyak diam. Eben yang menjelaskan semua bagian-bagian yang ditanyakan oleh General Manager terbarunya. Ia hanya mengangguk, atau sesekali mencatat apa pun yang perlu dicatat sesuai instruksi Eben.

Setelah pertemuan itu ditutup, Rigel mengucapkan terimakasihnya dengan kalimat resmi pada semua orang yang hadir di sana dan berjalan keluar lebih dulu dari ruang pertemuan diikuti oleh sekretarisnya. Belum beberapa detik pintu ditutup kembali, semua orang yang ada di sana langsung heboh membicarakan. Terkhusus para perempuan yang mungkin seumuran dengan Sea.

AddictedWhere stories live. Discover now