Chapter 31

47.9K 4.6K 2.1K
                                    

Haii... maaf atas keterlambatan update-nya. Kemaren pulkam bbrp hari jadi nggk sempat nulis. Sebagai gantinya, chapter ini 5100 kata loh 🤭 belum ketemu kata TBC, artinya kepotong.

Note: Bacanya yang santuy ya. Kayak Ncan. Santuyy... kayak di pantuyy 🌚🌚

 kayak di pantuyy 🌚🌚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Happy Reading


Cukup lama setelah mobil menepi di bahu jalan, Rigel termenung kosong sendirian—mendikte berulang kali ucapan Star dalam kepalanya.

Kamu harus tahu, kalau aku masih sangat mencintaimu.

Ia tidak bisa untuk bersikap biasa saja saat mendengar penuturan itu. Ia tidak bisa menganggap angin lalu saat perempuan yang membuatnya nyaris gila kembali mengaku cinta. Star selalu menjadi kegilaan yang sulit untuk dihapuskan dari hidupnya. Sosok yang selalu berhasil menjadi kelemahan saat dirinya membabi-buta. Sosok yang pernah menjadi candunya walau tahu itu dosa. Setidaknya, dulu, beberapa tahun lalu.

Dia ... masih mencintainya?

Ia tidak mungkin salah dengar. Dia jelas-jelas mengatakan demikian. Tapi, untuk apa? Mengapa dia tiba-tiba menelepon dan secara mengejutkan mengatakan seluruh rasa yang dia punya setelah lima tahun berlalu saat semuanya sudah berada di jalan yang benar. Saat ia telah baik-baik saja. Saat hidupnya terasa lebih menyenangkan dari sebelumnya walau tetap menjadi pendosa bersama si dingin Sea.

Sungguh, ia tidak mengerti mengapa baru sekarang dia mengatakan itu setelah ia memutuskan untuk menikahi perempuan lain agar ayahnya tidak mengusir Star dari Jakarta. Mengapa dia harus bertingkah di luar batas saat tanggung jawab untuk membahagiakan perempuan lain telah dipikulkan pada bahunya.

Damn you, Star. Damn you!

Ia benar-benar tidak mengerti apa sebenarnya yang Star inginkan.

Bagaimanapun juga, Rigel tidak ingin Star tersakiti hanya karena masa lalu mereka. Ia ingin Star hidup tenang di Jakarta sesuai keinginannya—tanpa dikekang oleh siapa pun. Tapi ... untuk apa dia malah merusak semua rencananya?!

Di detik selanjutnya, Rigel melepas secara kasar earphone yang ia gunakan dan membantingnya ke arah dasbor mobil dengan keras.

"Sialan, Star, sialan!" geramnya kesal. Napasnya menderu cepat, meninju setir kemudi berulang kali.

Ponselnya berdering, menampakkan nomor yang diberikan emoticon laut dan bintang yang saling bersisian—tanpa huruf yang bisa dibaca. Hanya melihat itu, Rigel sudah tahu siapa yang memanggil di ujung telepon dan mungkin sekarang tengah menunggunya. Ya ... mungkin. Sebab Sea tidak pernah benar-benar menunjukkan ketertarikan jelas seperti para perempuan lain di luar sana. Rigel pun yakin, dia menikah karena terpaksa untuk mencari perlindungan dari kebiadaban ayah angkatnya. Entah. Rigel tidak terlalu peduli. Selama Sea setuju untuk hidup di sisinya, alasan apa pun tidak lagi penting baginya.

AddictedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang