Chapter 1

157K 5.8K 238
                                    

Akhirnya, kuputuskan untuk buat lapak sendiri di sini. Ini sequel dari Lost Stars. Bagi yang tidak suka tema yang akan diangkat, langsung angkat kaki saja. Jangat memperumit hidup. Nikmati selagi bisa dinikmati. Hindari jika memuakkan. Aku sendiri sedang menantang diriku dan akhirnya memutuskan tetap diposting selagi ide ada. Mungkin akan sedikit extreme. Tapi mungkin juga tidak terlalu berat. Dan mungkin juga chapter tidak akan terlalu panjang seperti ceritaku yang lain 🤷‍♀️

 Dan mungkin juga chapter tidak akan terlalu panjang seperti ceritaku yang lain 🤷‍♀️

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




Happy Reading

Keributan di lapangan belakang SMA International itu membuat para siswa dan siswi berbondong-bondong menyaksikan perkelahian yang tampak brutal. Saling tendang, tonjok, satu dan yang lain ambruk, ada yang terhempas keras ke pagar, beberapa bahkan sudah tidak berdaya untuk bangkit.

Di dalam gedung sekolah, sedang diadakan rapat guru sehingga perkelahian ini belum sampai ke telinga mereka. Beberapa murid telah pontang-panting mencari bantuan dan berlarian ke dalam untuk memberitahukan.

"Ayo, siapa lagi?!" tantang seorang anak laki-laki yang berperawakan lebih tinggi dari anak lainnya. Seragamnya telah kotor tidak berbentuk. Dua kancing terlepas membuat dadanya yang bidang terintip di balik seragam. Baru tujuh belas tahun, tetapi tubuhnya telah dibalut dengan otot yang keras. Sementara si penantang dengan gagah melarikan pandangan ke setiap lawan yang berhasil dilumpuhkannya, empat orang yang ambruk di atas rumput lapangan masih terbatuk-batuk dan satu orang tidak sadarkan diri.

"Rigel! Rigel!" sorakan yang didominasi suara perempuan itu menggema, mendukung si pemenang dari perkelahian ini. Dia pun tidak kalah babak belur sebenarnya. Hidungnya mengeluarkan darah, ujung bibirnya sobek, dan pelipisnya pun telah dialiri darah kental disebabkan hantaman dari balok kayu.

"Lihat aja lo, gue... gue akan laporkan lo ke polisi!" ancam salah satu lawannya yang sudah terkapar lemah.

Rigel menutup mulutnya. "Oh, tatut... jangan laporin aku ke polisi dong, Kak Randi. Nanti, Rigel dipenjara dong."

Randi meludah ke samping mendengar suara ejekan darinya. "Najis lo!" decih Randi seraya mengatur napas yang tersengal dan menahan nyeri akibat hantaman bertubi-tubi dari lawannya. Dia sudah gila. Bagaimana bisa satu lawan lima, dan mereka tetap saja dibuat ambruk tak berdaya seperti ini? Sialan!

Kemudian dengan senyum penuh ejekan, Rigel menghampiri dan berlutut. "Cie, yang anak pejabat. Paling bisa ya kalau ngomong. Rigel jadi takut..."

"Iya, orangtua gue akan segera jebloskan lo ke penjara sampe lo membusuk di sana!" Randi—Kakak kelas dari Rigel memundurkan kepalanya—tetap ngeri melihat tatapan Rigel yang tajam tampak mencela.

"Serius? Waduh, bosku. Rencana kapan?" Rigel menatapnya sambil menyeka darah yang baru saja keluar dari hidungnya sendiri.

"Anjing, gue akan beri lo pelajaran. Lo tahu, bokap gue bisa ngelakuin—"

AddictedWhere stories live. Discover now