Coffe

5.9K 372 209
                                    

Aku benci hari sabtu. Tidak seperti hari-hari biasanya, hari ini kafe akan luar biasa ramai. Bukannya aku tidak bersyukur, tapi ya saat orang lain menikmati hari ini dengan orang terkasihnya, aku di sini sibuk mencatat dan mengantar pesanan.

Ditambah lagi hari ini rekanku tidak masuk kerja, sungguh akan menjadi hari yang sangat melelahkan. Hanya melihat orang berlalu lalang di luar kafe saja sudah membuatku lelah. Pada dasarnya aku memang tidak terlalu menyukai suasana ramai, terlalu berisik.

"Hei jangan melamun!" Seseorang menepuk pundakku membuatku sedikit terlonjak. Aku mendengus sebal, yang membuat Minhyuk tertawa lalu mengedipkan sebelah matanya. Ya orang yang menepuk pundakku tadi adalah Minhyuk, si Master Kopi pemilik kafe ini.

Sialan.

"Tersenyumlah sedikit, nanti aku akan memberimu bonus." Aku memutar bola mataku, tentu saja dia harus memberiku uang lebih untuk hari ini.

"Tentu saja, aku tidak bekerja untuk acara amal." Dia tertawa lagi, membuat matanya menyipit seperti bulan sabit.

Harus aku akui Minhyuk itu tampan, dia juga tinggi dan kaya, apalagi yang kau butuhkan untuk kriteria seorang pacar? Dia nyaris sempurna kalau belum punya tunangan tentu saja. Izinkan aku menarik diri dari pemandangan ini, terlalu tidak baik untuk kesehatan jantung.

"Ya siapa tahu kau memang mau beramal di sini." jawaban Minhyuk membuatku semakin jengkel, aku mengepalkan tangan bersiap memukul Minhyuk. Sayangnya si bos lebih gesit untuk menghindari pukulanku. Dia tertawa lagi lalu menjulurkan lidahnya untuk mengejekku.

Menyebalkan sekali.

"Sudah cepat sana antar pesanannya!"

"Meja nomor berapa?" tanyaku sambil mengambil nampan yang berisi dua gelas es cappucino, satu gelas latte dan dua piring tiramisu. Sebenarnya sudah ada tulisan nomor meja di nampan, tapi ya aku hanya basa-basi. Selama Minhyuk tidak marah kan tidak apa-apa.

"Antarkan ini ke meja nomor 14. Hati-hati!" perintahnya lagi lalu kembali ke counter untuk menjalankan tugasnya.

Aduh berat juga ternyata.

Dengan hati-hati aku membawa nampan ini, berjalan pelan-pelan menuju meja nomor 14. Itu ada di dekat jendela paling pojok, ya tempat itu memang yang paling favorit untuk berkumpul bersama teman.

"Apa?! Kau dimana?"

Seorang pemuda tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya -yang ada disamping meja nomor 14- dengan wajah panik. Apa pun itu pasti ia baru saja menerima kabar buruk. Namun aku harap bukan sesuatu yang terlalu buruk. Ya selama kau bisa mengatasinya, itu bukan hal yang perlu dikhawatirkan bukan?

"Permisi, ini pesanan-"

Aku sampai di meja tujuanku, menampilkan senyum terbaik yang bisa kuberikan sambil mengkonfirmasi sebelum mengangsurkan pesanan mereka. Tapi, yah aku sudah bilang hari ini bukan hari yang aku sukai.

Dengan tidak tahu dirinya, setelah aku mendoakan bahwa tidak terjadi sesuatu yang buruk untuk pemuda tadi. Sekarang ia malah beranjak dari tempatnya, berlari, dan menyenggolku yang sedang membawa nampan dengan tiga gelas minuman dan dua piring kue.

Aku ulangi lagi, dia menyenggolku, membuatku kehilangan keseimbangan hingga terdorong mundur beberapa langkah. Bagus sekali, aku memang tidak jatuh tapi malangnya gelas-gelas di nampanku tidak kuat dengan guncangan yang baru saja mereka terima. Mereka terguling dengan dramatis, bahkan salah satunya terlempar jatuh ke atas meja. Sial, sungguh sial.

"Astaga!"

Lihatlah segala kekacauan ini! Minhyuk pasti membunuhku.

Affected [COMPLETED]Where stories live. Discover now