Pertandingan Basket Austin

Start from the beginning
                                    

Mr. Robert masuk ke dalam kelas, menatapku yang masih berdiri di depan.

"Miss Armchair, apa kau akan tetap berdiri?" Tanyanya.

"Ah...iya. Maaf."

Kelihatannya aku tak punya pilihan lain.

Dengan sangat terpaksa, aku duduk di sebelah Dexter. Semua orang menertawakanku.

"Sshhh...apa yang kalian tertawakan!" Ucap Mr. Robert.

Semua anak kembali terdiam. Austin sibuk mencoret-coret buku tulisnya. Larry sibuk meminta maaf. Aku sibuk menyemprotkan parfum.

"Hey, Malta. Ini pertama kalinya aku mendapat teman sebangku," kata Dexter dengan polosnya. Aku tidak yakin jika ia memiliki hidung.

"Dexter, kapan terakhir kali kau mandi?" Bisikku padanya sambil menjepit kedua lubang hidungku.

"Hmm...entahlah. Biar ku ingat! Hmm...tunggu sebentar. Apa itu mandi?"

Aku menepuk jidatku.

Jika Guinness World Records memasukkan kategori "Manusia Terbau di Dunia", dia pasti sudah menjadi pemenangnya.


***


Siang itu pertandingan basket antar sekolah dilaksanakan. Beberapa anak di sekolah memutuskan untuk menonton pertandingan. Sebagian lagi memilih untuk pulang ke rumah.

Aku mengajak Larry untuk menonton pertandingan bersama, tetapi ia menolak karena memiliki urusan.

Setengah jam yang lalu, aku membeli tiramisu kesukaan Austin sebagai kejutan untuknya. Rencananya, aku ingin mengajaknya makan bersama setelah pertandingan berakhir agar aku bisa meminta penjelasan darinya. Aku harap ini bisa bekerja.

Saat aku sampai di gymnasium, aku sedikit kesulitan untuk menemukan Austin. Tidak ku sangka, banyak sekali murid yang datang untuk melihat pertandingan.

Wajar saja. Kali ini, tim sekolah kami bertanding dengan tim basket dari Columbia High School. Salah satu tim yang dikenal sering memenangkan permainan basket tingkat nasional. Beberapa dari mereka bahkan pernah dilatih oleh pelatih profesional untuk direkrut sebagai pemain baru di salah satu tim yang nantinya akan bermain di NBA. Salah satu liga bola basket paling bergengsi di dunia.

Dari kejauhan, aku dapat melihat Austin dan rekan-rekan satu timnya tengah berbicara dengan pelatih mereka. Tampangnya serius sekali. Semenjak ia terpilih menjadi kapten, ia memang terlihat lebih mementingkan basket dibandingkan nilai pelajarannya.

Beberapa gadis di kursi penonton memegang sebuah spanduk bertuliskan: Semangat Austin! Kau pasti bisa!, sambil meneriaki namanya, membuatku sedikit muak. Wajar saja ia bisa melupakanku dengan cepat, lagi pula ia masih punya banyak pengemar.

Aku memilih untuk duduk di kursi paling ujung. Tempat yang tidak terlalu ramai. Bersama anak-anak dari klub sastra.

Pertandingan sudah berlangsung selama 65 menit. Mataku tetap terfokus kepada Austin yang sedari tadi berhasil memasukkan bola sebanyak 5 kali dalam dua babak.

Tak lama kemudian, pertandingan berakhir dengan skor akhir 110-100. Hebatnya, tim sekolah kamilah yang memenangkan pertandingan kali ini. Kami semua bersorak-sorai kegirangan. Beberapa orang menyanyikan mars sekolah. Lapangan basket dipenuhi konfeti yang berjatuhan, membuat petugas kebersihan kewalahan.

Orang-orang mulai meninggalkan lokasi pertandingan. Saat itu aku menghampiri Austin yang tengah merayakan kemenangannya bersama beberapa temannya.

Sebelum aku sampai, seorang gadis berambut panjang menghampiri Austin lebih dulu. Gadis tersebut memeluk Austin dengan erat lalu memberinya sebotol air minum. Tanpa aku sadari, aku menjatuhkan kantong tiramisu yang ingin aku berikan pada Austin.

AMBISIUS : My Brother's Enemy [TAMAT]Where stories live. Discover now