Epilog

740 87 24
                                    

Ceklek!

Krieeeett...

Pintu kayu itu berdecit saat sebuah tangan putih bersih mendorongnya perlahan. Aroma pengharum ruangan seketika menguar terhirup ke indra penciuman.

Tungkai jenjangnya berjalan menuju sebuah lemari baju dipojokan lalu membuka kedua daun pintunya.

Terpampang jelas banyaknya pakaian-pakaian yang tergantung rapi di dalam ruangan berukuran minim itu saat tangan berjari lentik tersebut meraba setiap sisinya, merasakan serat-serat kain yang berbeda dari berbagai bahan yang menggelik kulit dengan berbagai rasa dari permukaan. Lembut, harus, dan kasar bermain sercara bergantian.

Eh, ini kan...?

Tangan itu terhenti pada sebuah setelan tidur bergambar anjing putih yang tergantung dibagian paling ujung lemari. Dan seketika ia mengambilnya.

Ah... gak kerasa udah dua tahun sejak hari itu. Kapan ya kita ngumpul bareng-bareng lagi. Aku kanget pas kita pake baju samaan kek gini. Lirihnya dalam hati.

Tok!

Tok!

Tok!

Krieeettt...

"Kak, udah belom." Ivan mendadak melongokan kepalanya disana, membuat atensi pemilik tangan itu teralihkan dari benda yang ia pegang pada suara yang berucap padanya.

"Eh? Lupa. Iya bentar dulu."

"Duh! Buruan ih, yang lain udah pada nunggu!"

"Iya, iya!"

Buru-buru ia simpan lagi baju itu ke tempat semula sebelum mengambil baju lainnya.

Kemeja batik putih dengan corak mega mendung-lah pilihannya kini. Yang kemudian ia kenakan ke tubuhnya sebelum beringsut keluar dengan langkah terburu-buru.

-----

"Haduh, Lenno! Itu rambut kenapa berantakan gitu?!" omel Anika melihat surai anaknya yang nampak tak beraturan.

Wanita itu kini sudah terlihat anggun dengan balutan kebaya putih yang membuat lekuk tubuhnya semakin jelas terlihat indah. Pun dengan sang suami yang nampak berwibawa dengan balutan kemeja batik serupa kedua putranya tadi.

"Lah? Iya, lupa belom sisiran."

Buru-buru ia kembali ke kamarnya dan mencari sisir untuk merapikan helaian surai lembut bak benang sutra tersebut.

Sekiranya sudah terlihat lebih rapi, ia pun kembali keluar dengan segera menjumpai adik dan kedua orang tuanya sebelum mereka pergi ke suatu tempat.

🍁🍁🍁

Disinilah mereka, di sebuah Masjid agung di pusat perkotaan. Duduk bersama dengan yang lainnnya mengelilingi sepasang muda-mudi yang sebentar lagi melepas status mereka menjadi sepasang suami istri.

"Sudah siap semuanya? Persyaratan sudah lengkap? Tidak ada kekurangan atau lainnya?" Tanya seorang pria yang diyakini adalah sang penghulu. Dan kemudian dijawab dengan penuh keyakinan oleh para saksi jika semuanya sudah lengkap.

"Baiklah kalo begitu mari kita mulai."

Dan kalimat pembuka pun terucap dari Bapak penghulu mengawali serangkaian kalimat sakral yang akan ia lontarkan selanjutnya.

"... Bismillahirohmanirohim, saya nikahkan dan kawinkan enkau yang bernama Bintang Albara Mahesa bin Rama Mahesa dengan seorang wanita bernama Maori Azura binti Maori Takeshi dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta cincin emas murni 24 karat dibayar tunai."

About My Brother ✔ [Banginho]Where stories live. Discover now