empat belas

778 140 44
                                    

"Haduh, ni motor kenapa coba?!" Entah sudah berapa kali Bara menggerutu pagi ini. Dimulai dengan ia yang bangun kesiangan, disusul dengan lupa mengerjakan tugas kuliahnya dan kini ia harus dihadapkan lagi dengan Duccati kesayangannya yang tidak bisa diajak kompromi. Sudah berapa kali Bara mencoba menghidupkan motor besar itu? Entahlah. Yang jelas ia sudah menggerutukan motornya sejak 30 menit yang lalu.

Kesal tidak juga dapat hidup, lantas ia masuk ke dalam garasi untuk mencari mobilnya. Mungkin dengan sedikit bujukan sang Mama mau berbaik hati mengizinkan Bara menggunakan mobil itu lagi.

Tapi betapa terkejutnya saat mendapati jika mobil hitam itu tidak ada di sana. Padahal ia sudah berharap betul jika hari ini akan menggunakannya.

Dan satu-satunya jalan adalah melakukan panggilan pada ibunya. Tanpa ragu lagi ia pun mengambil ponsel di saku lalu menekan nomer telepon sang ibu.

Setelah menunggu beberapa saat, panggilannya pun terjawab.

"Halo? Mam, mobil Bara kemana?!"

"Loh? Emang kamu belum berangkat kuliah?" Bukannya menjawab, Mamanya justru melempar pertanyaan lain.

"Ini mau kuliah, tapi motor Bara mogok. Mau pake si Mumu aja. Tapi kok gak ada?!"

"Mumu?! Siapa?!"

"Ya siapa lagi kalo bukan Mustang yang Mama sita?!"

"Mumu?! Kamu ngasih nama buat mobil kamu?!" Suara ibunya nampak ingin tertawa mendengar ucapan anaknya.

"Mam, aku serius!"

"Oke, oke. Si Mumu kamu itu dipake sama Papa tadi pagi soalnya mobil Papa di bengkel."

"Lah? Terus?"

"Ya gitu."

"Yaudah aku pinjem mobil yang Ford deh."

"Gak bisa juga."

"Kok gitu?!"

"Ford lagi dibawa sama Mama."

"Dih. Emang si Lukman gak nganterin Mama?!"

"Enggak. Tadi Mama nyetir sendiri sekalian nganter Ivan."

"Ya terus aku gimana ini, Mam?! Masa jalan kaki sih?!!"

"Gimana? Ya itu kan di garasi ada satu lagi yang bisa kamu pake buat kuliah!"

Bara mengernyit dan masuk lagi ke garasi, mencari sesuatu yang bisa digunakannya untuk berangkat ke kampus. Namun seingat dia mereka tidak punya kendaraan lain lagi. Hingga matanya terbelalak melihat apa yang dimaksudkan sang ibu.

"Mama becanda ya?!" Tandasnya seketika.

🍁🍁🍁

"Man! Udah, Man! Sampe sini aja." Bara menepuk bahu Lukman untuk menepi, padahal kampusnya  masih 2 blok lagi dari jalan itu.

"Lah, kok berenti Mas? Kan masih jauh."

"Gak! Gausah sampe ke kampus. Mau ditaro mana muka gue kalo si Hansel ama Jason liat gue dateng ke kampus begini?!"

"Ya kan, Mas udah make helm, mukanya gak keliatan gitu kok."

"Iya muka gue emang gak keliatan, tapi lo mikir dong! Masa iya gue dateng ke kampus make sepeda gini?! Manaan warna pink, ada keranjang ama boncengannya juga lagi. Elah, jatoh harga diri gue!!" Bantah Bara sembari turun dari boncengan sepeda yang ia naiki.

Emang sejak kapan dia punya harga diri?! Cekikik Lukman dalam hati.

Ya, tadi setelah Anika mengatakan jika Bara masih bisa kuliah dengan memakai sepeda, Bara langsung menolaknya mentah-mentah. Sebetulnya bukan masalah jika Bara pergi dengan sepeda, ia tidak keberatan semisalnya memang harus begitu. Itung-itung olah raga.

About My Brother ✔ [Banginho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang