🍁PROLOG🍁

3.1K 197 48
                                    

Cerita ini terinspirasi dari lagu diatas. Silahkan dicek. Disarankan untuk memakai earphone/airpods untuk efek suara yang lebih bagus.

Happy reading

^______________________^























Krriieeeett ...

Pintu ruangan rawat-inap itu berdecit, terbuka perlahan sebelum memunculkan seseorang dibaliknya.

Dengan salah satu tangan yang terbalut perban dan disangga oleh arm sling. Tampilannya pun sudah menjelaskan bagaimana kondisinya.

Rambut semberawut, kantung mata yang menghitam, lebam dibeberapa bagian wajah, dan segumpal kain kassa yang terlilit di dahinya.

Sungguh terlihat berantakan.

Berjalan tertatih tanpa suara dengan kaki polos tanpa alas, mendekati ranjang dimana tergolek lemah sosok yang selama ini ia benci.

Ya. Ia begitu membencinya.

Begitulah. Sebelum pada akhirnya kenyataan menampar wajahnya dengan keras. Dan bahkan, saking kerasnya hingga ia berharap jika ini semua hanyalah mimpi di siang hari.

Terdiam sesaat menatap wajah tenang itu sebelum tubuhnya didudukan pada kursi yang senantiasa berada disisi ranjang.

Lantas manik gelap yang terlihat sendu itu kini mengarah pada monitor kecil di atas meja. Menatap garis abstrak yang nampak naik-turun dengan teratur dan suara khas yang dihasilkan.

Bip

Bip

Bip

Menandakan masih ada kehidupan dalam tubuh itu meskipun tanpa adanya gerakan sedikitpun.

"Maaf." Lirihnya pelan sembari menggenggam tangan pucat itu. Sesekali ibu jarinya mengusap punggung tangan putih bersih yang tersemat selang dan jarum infus. Mengalirkan cairan bening dari kantung yang tergantung pada tiang besi dipinggiran ranjang.

Terlihat jelas balutan perban putih yang melilit kepala dan noda merah besar dibagian belakang telinga. Pun dengan cervical collar yang setia menyangga leher jenjangnya.

Hembusan nafas hangat sesaat menciptakan uap-uap tipis dibalik masker oksigen yang mengatup wajah tampan tersebut. Maniknya masih tertutup rapat, tersembunyi dibalik sepasang kelopak indah yang entah kapan akan kembali terbuka.

Tertidur begitu lelap bagaikan seorang putri, menunggu takdir yang entah akan berseru apa. Akankah ia bangun kembali tuk menengok dunia, atau sebaliknya.

Tidur untuk selama-lamanya.

Isak tangis itu mulai terdengar meskipun samar-samar. Terkalahkan oleh suara dari si monitor kecil yang mendominasi semua suara didalam ruangan tersebut.

Ingin sekali ia merengkuh tubuh ringkih itu dengan erat dan memohon ampunan atas segala kesalahan yang selama ini dilakukannya.

Suasana begitu hening.

Selain suara isakan yang masih terdengar pilu, hanya hembusan nafas yang terdengar mengiringi detik-detik waktu yang terus berjalan tanpa lelah.

Air mata kembali mengalir perlahan menuruni pipi sebelum bermuara di dagunya. Bibir itu bergemetar dengan rahang dikatupkan kuat-kuat.

Benar seperti yang dikatakan orang jika penyesalan selalu datang terlambat. Lalu apakah Sang Pencipta masih mau memberikan kesempatan sekali lagi untuk meminta maaf pada sosok yang ada dihadapannya kini?

About My Brother ✔ [Banginho]Where stories live. Discover now