S2 | dua

789 126 60
                                    

Semuanya adalah kesalahan. Dimulai dari 16 tahun silam, adalah kesalahan yang takan pernah bisa diperbaiki lagi.

Dan berlanjut pada kesalahan-kesalahan lain yang Bara lakukan pada Lenno. Menyiramkan kopi panas, berusaha menenggelamkannya di kolam renang, membuat alergi kacangnya kambuh setelah ia tidak sengaja mendengar bahwa Lenno--Lukman saat itu mengatakan hal tersebut pada Ivan, dan yang paling parah dari semuanya adalah, kecelakaan 2 bulan yang lalu.

Yang merenggut kebebasan sang adik untuk bisa melangkahi dunia.

Bara salah. Semua yang ia lakukan adalah kesalahan. Tak pernah sekalipun ia berbuat benar. Dan yang kini ada di dalam hatinya hanyalah kata 'penyesalan'.

Dan semakin luar biasa menggores hatinya saat melihat jika orang yang ia omongkan bersama sang ibu ada di belakang mereka. Mendengarkan pembicaraan mereka dengan raut wajah luar biasa terkejut.

"Lenno!" Bara langsung bangkit, berlari mendekat. Namun saat itu juga adiknya langsung berbalik berusaha melarikan diri dengan secepat mungkin meskipun gerakannya kini terbatas.

"Lenno, tunggu! Dengerin, Kakak dulu." Tahan Bara sembari menghadang di hadapan si adik.

Wajah Lenno terlihat memerah karena menahan amarah, kedua bola matanya pun kini sudah membendung air yang mungkin hanya dalam persekian detik akan tumpah ruah menganak sungai.

"Minggir!" Hentaknya dengan nada rendah namun menekan. Suaranya pun terdengar berat lagi bergetar yang menjelaskan jika ia berusaha menahan tangisnya.

"Lenno, Kakak minta maaf. Kakak minta maaf, Len." Tahan Bara dengan memegangi kursi roda adiknya, namun saat itu juga Lenno menyingkirkan tangannya.

"Minggir!" Hentaknya lagi.

"Enggak! Kakak gak akan minggir sebelum kamu mau ngedengerin Kakak."

"Apa lagi?!! Aku udah denger semuanya!! Aku udah gak bisa jalan!! Selamanya!! Tapi kalian terus nyembunyiin ini semua dari aku! Dan malah ngasih aku harapan palsu kalo aku bakal bisa jalan lagi! Egois!!" Bentaknya.

Seketika itu juga air matanya mengalir deras, pun dengan Bara. Derainya menganak sungai lebih deras dibanding sebelum ini. Tangan si sulung berusaha menggenggam yang lebih muda, namun saat itu juga ia menariknya, menepisnya dan memutarkan roda pada kursinya mengarah kembali ke kamar dan mengurung diri disana.

Duk!

Duk!

Duk!

Bara terus mengetuk pintu itu, meminta agar si empunya ruangan tersebut membukakannya. Di belakang Bara, Anika hanya bisa berdiri dengan mengatupkan bibirnya rapat-rapat, berusaha untuk tidak mengisak tangisan lebih kencang dari kedua anaknya.

Tak hanya itu, Rama yang semula ada di ruang kerjanya keluar dan mendekat karena kaget mendengar ada suara teriakan dari luar ruangannya. Namun seketika itu juga ia hanya bisa diam sama seperti sang istri dan menatap sedih pada Bara yang kini meluruh di lantai, di depan pintu kamar dengan tangan yang terus mengetuk dan tangisan lirihnya.

Juga kalimat permohonan maaf yang tak ada hentinya ia ucapkan.

Rama hanya bisa diam, menarik Anika ke dalam pelukannya dan membiarkan sang wanita menangis di bahunya.

"Len... maafin aku. Maafin, Kakak... buka pintunya, Len. Maafin aku... hiks."

Tak ada sautan dari yang ia panggil namanya. Namun Bara terus begitu, hingga akhirnya ada seruan kencang dari balik pintu tersebut.

"Maaf. Maaf. Maafin, Kakak."

"PERGI!!!"

Seketika itu juga luka dihati Bara terhentak, dan goresan lukanya semakin mengoyak jiwanya. Dengan isakan yang semakin kuat, kakinya pun bangkit berdiri. Namun sebelum hendak melangkah pergi, ia membisikan sesuatu dengan suara seraknya dan paraunya.

About My Brother ✔ [Banginho]Where stories live. Discover now