lima

846 147 87
                                    

"Kok dia duduk disitu?!!" Bentak Bara saat Anika mengajak Lukman makan bersama mereka di meja makan.

Yang dimaksudkan pun hanya bisa merundukan kepala karena malu, sedih dan takut.

"Emang kenapa kalo Mama ngajak Lukman makan bareng?!" Anika memincingkan matanya. Begitupun dengan Rama yang merasa tidak suka dengan nada bicara si sulung.

"Gak pantes! Pembantu kek dia tuh disini pantesnya makan di pojokan dapur!"
"... lagian itu kan kursinya Ivan! Jangan mentang-mentang Ivannya lagi nginep elo bisa ngedudukin kursinya!"

"BARA!!" Anika mulai geram.

Lukman seketika bangun dan hendak pergi, tapi tangan sang majikan mencekal lengan kurusnya dan memintanya untuk duduk kembali di tempat semula.

"Gapapa, Bu. Saya makan bareng Bi Uyun aja nanti."

"Bi Uyun lagi belanja ke pasar, dan masih lama pulangnya. Kamu makan bareng sama kami aja." Ujar Rama

"Tapi..."

"Duduk! Ini perintah!" Suara Anika yang datar itu membuat kesan dingin dan menyeramkan. Hingga mau tidak mau Lukman menuruti perintah mutlak sang majikan dengan duduk kembali di kursinya--kursi Ivan menurut Bara.

"Aku udah kenyang!" Kesal, seketika itu juga Bara bangkit dari kursinya dan pergi.

Tidak perduli dengan teriakan sang ayah yang menitahnya untuk kembali duduk dan menghabiskan sarapannya. Tungkai itu terus bergerak menuju lantai dua dimana kamarnya berada.

Namun sebelum itu matanya nampak menyorot nyalang ke wajah yang terus merunduk di sebelah ibunya. Penuh amarah dan emosi.

"Hhhh... padahal harapan saya membawa kamu untuk tinggal bersama kami adalah membantu Bara." Ucap Rama pelan, membuka obrolan setelah anak pertamanya itu pergi meninggalkan ruang makan.

Lukman mengangkat wajahnya sedikit, menatap majikannya dengan mimik bertanya-tanya.

"Maaf sebelumnya kami tidak memberitahumu soal ini. Sejujurnya saya dan Mas Rama sangat menyukaimu. Sifatmu yang dewasa dan selalu berpikiran positif membuat kami berpikir mungkin  kamu bisa berteman dengan Bara dan mengubah tingkah lakunya yang buruk itu." Urai Anika mewakili suaminya.

"Kenapa, Bu?" Suara Lukman terdengar pelan. "Kenapa Ibu dan Bapak ingin saya merubah Mas Bara?"

Hembusan napas berat terdengar dari hidung suami istri itu.

"Bara dulu tidak begitu, Man. Dia tidak berbeda denganmu." Jelas Rama.
"Dia baik, penurut dan penyayang."

"Tapi sesuatu terjadi padanya dan adiknya hingga membuat Bara sempat mengalami depresi berat dan selalu menyalahkan dirinya sendiri."
"... sampai akhirnya begini. Menjadikan dirinya berubah total dari Bara yang dulu." Anika mengisahkannya dengan suara bergetar.

Rama yang duduk disebelah pun langsung mengusap punggung istrinya dengan lembut dan perlahan.

"Adik Mas Bara? Mas Ivan maksudnya?"

"Bukan. Ivan itu adik keduanya." Jawab Rama membuat kening Lukman mengernyit.

"Dulu Bara punya adik bernama Lenno. Usianya mungkin sama seperti dirimu sekarang ini." Ada jeda lama sebelum Anika melanjutkan kata-katanya itu.
"... seandainya ia masih ada." Lirihnya.

"Maksud Ibu? Adiknya Mas Bara udah...?"

Anika mengangguk pelan, mengerti apa yang dimaksudkan anak itu.

Makanan yang ada dihadapan mereka kini mulai dingin dan tidak lagi menggugah seleranya. Bahu wanita cantik tersebut juga nampak bergemetar samar karena menahan isak tangis yang semakin menyeruak hendak keluar dari tenggorokannya.

About My Brother ✔ [Banginho]Where stories live. Discover now