delapan belas

779 138 59
                                    

Bara muncul setelah pintu ruagan itu terbuka. Wajahnya datar tanpa ekspresi dan berjalan perlahan lalu duduk di kursi kecil di sisi ranjang.

Kondisi Lukman kini mulai membaik, ia sudah bisa membuka matanya dan kembali bicara meskipun terbata-bata karena gerakan rahangnya yang masih terasa ngilu ketika digerakan.

"Mas Ba-ra." Ucapnya pelan.

Bara hanya diam tak menjawab. Namun Lukman melihat ada kilatan di kedua manik lelaki tersebut yang sedikit membuatnya merasa ngeri.

"Gue kira lo gak bakalan bangun." Ujarnya pertama kali membuat Lukman terdiam.

"Maka-sih, Mas ud-dah mau nol--"

"Diam!" Hentak Bara memotong ucapan yang lebih muda dengan nada datar namun dingin dan mengerikan secara bersamaan.

Lukman yang semula nampak senang melihat kemunculan Bara pun terhentak--diam dalam sekejap.

"Lo tau kenapa lo ada disini?" Tanyanya dengan suara berat. Lukman hampir menjawabnya, namun lagi-lagi Bara memotong.

"Itu karna gue. Gue yang nuker roti lo pake selai kacang." Ucapnya sukses membuat yang lebih muda tersentak kaget.

"K-kena-pa?" Bibir itu bergemetar seketika karena tak menyangka dan tidak menduga apa yang akan diucapkan oleh sang majikan. Rasanya ingin sekali Lukman menangis saat itu.

Bara menunjukan seringainya sembari tertawa kecil yang membuat bergidik ngeri saat mendengarnya.

Seperti pengakuannya. Ia lah yang menyebabkan Lukman masuk IGD, karena nyatanya telepon salah sambung yang dikira Lukman pun saat itu adalah ulah Bara. Dan ketika ia menjawab panggilan itulah Bara turun ke dapur--menukar rotinya dan kembali naik ke lantai dua, lalu membuat alibi sebaik mungkin dengan berpura-pura tidur.

Tapi kenapa ia bisa tega melakukan itu pada Lukman?

"Haha ... masih nanya kenapa?! Harusnya lo tanya itu ke diri lo sendiri!" Hentaknya.

Lukman semakin tidak mengerti dengan ucapan Bara. Kenapa dengan diri Lukman?

"Gue kira, keputusan gue ngasih lo kesempatan buat deket sama gue itu bener. Gue kira lo emang mau jadi temen gue itu bener. Kata-kata lo yang sukses bikin gue mikir lagi pas mau bundir itu kirain gue emang beneran tulus lo ucapin."
"... tapi ternyata gue salah."

Ucapan terakhir Bara itu dikatakan dengan begitu penuh penekanan dan wajahnya seketika berubah menjadi menyeramkan. Maniknya berkilat tajam dengan tatapan buas bak pemangsa yang kelaparan.

Lukman jelas bingung. Ia juga mulai merasa takut, tapi yang bisa dilakukannya kini hanya menggeleng pelan seraya membantah ucapan sang majikan.

Apa yang sudah terjadi?

"Ternyata lo gak ada bedanya sama ular kepala dua. Lo gak ada bedanya sama penjilat."

Lukman terhentak. Ia benar-benar terkejut dengan hujatan yang ditandaskan Bara padanya. Kenapa Bara bisa berkata demikian? Lukman kira kunjungannya ke ruangan ini adalah untuk menjenguknya. Tapi kenapa bisa begini?

"M-maksud... Mas?"

"Gak usah ngasih tampang melas! Lo udah gak bisa nipu gue lagi!"

Ada apa dengan Bara?

"M-Mas?"

"Huh! Lukman si remaja masjid yang rajin ibadah ternyata gak ada bedanya sama ular! Yang deketin orang karna ada maunya!"

"M-Mas, saya gak nger-ti. Mak-sud, Mas Ba-ra itu apa?"

Tiba-tiba Bara bangkit dari duduknya, mendekat dan mencengkeram rahang Lukman dengan erat. Saking eratnya sampai-sampai kuku lelaki itu menggores kulit Lukman.

About My Brother ✔ [Banginho]Where stories live. Discover now