• Kebaikan •

4.4K 630 8
                                    

"Sebenci apapun manusia padamu jika kau berada dalam keta'atan, maka lambat laun kebencian itu akan berubah menjadi kecintaan."

(Al Habib Umar bin Hafidz)

Bibir kenara terus bergerak membalas seukir senyum setiap langkah kaki yang berjalan melewati lorong sekolah hingga lapangan dan kantin. Hatinya kian berdesir, setelah diuji dengan berbagai ujian kini Allah memberikannya sebuah nikmat yang benar-benar indah. Benar, jika kita berada dalam ketaatan, maka lambat laun kebencian orang-orang akan berubah menjadi kecintaan.

"Kak." Kenara yang baru saja hendak melipat mukenanya menoleh, lantas tersenyum mendapati junior yang kini sudah duduk di sebelahnya.

Gadis itu tersenyum hingga memperlihatkan lesung pipinya yang manis. "Maaf ganggu waktu Kakak sebentar," ucapnya. Kenara hanya mengangguk, merasa tidak keberatan.

"Kenalin aku Fani." Fani mengulurkan tangan ke arah Kenara. Yang dibalas Kenara juga dengan uluran tangan.

"Kenara."

Fani mengangguk, ia terdiam cukup lama. Dari sorot mata Fani, Kenara jelas tahu juniornya itu bingung ingin berbicara mulai dari mana.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Kenara membuka suara. Fani yang tadi sedikit ragu menatap seniornya.

"Mmm ... Kak." Barulah Fani kembali bersuara.

"Iya, Fan?" Kenara menatap Fani yang jelas sekali ingin berbicara banyak dengannya. Seolah gadis itu sudah lama ingin berbicara dan telah menyimpannya banyak pertanyaan di benaknya.

"Boleh minta nomor WhatsApp nggak, Kak?"

Kenara mengernyit. "Buat?"

"Mau nanya-nanya seputar hijrah," jawab Fani to the point. Kenara mengangguk tersenyum. Lalu memberikan nomor WhatsApp.

"Kakak hebat ya, aku bangga loh sama Kakak," Ujar Fani setelah menyimpan ponsel ke dalam saku. Ia menatap Kenara. Kali ini nadanya terdengar santai.

Kenara mengulum senyum. "Semua kelebihan itu datangnya dari Allah."

"Kan hebat lagi," ucap Fani terharu, Kenara terkekeh kecil.

"Ternyata pribadi Kakak itu luar biasa ya. Salut aku sama Kakak. Kenapa bisa ya Kakak itu kuat? Aku bahkan liat sendiri ujian hijrah Kakak. Gimana cemoohan dan umpatan dari orang-orang." Fani menjeda ucapannya, mimik wajahnya mulai berubah, bahkan ia kini menunduk.

"Berbeda sekali dengan aku." Fani menggigit bibirnya. "Aku udah lama, Kak, pengen hijrah. Bahkan udah niat, tapi aku malah takut dicemooh. Aku nggak seberani Kakak, tapi aku pengen bisa kayak Kakak," curhat Fani yang kini menatap Kenara lagi dengan bendungan yang mulai menggumpul di pelupuk mata. Sepertinya Fani sangat serius dengan ucapannya, namun terkendala dengan ketakutan yang dibuatnya sendiri.

Kenara memegang lembut bahu Fani, ia tersenyum kecil. Fani sama sepertinya dulu, takut akan dicemooh, dibilang sok alim apalagi sok suci.

"Jangan takut, Fan. Allah selalu ada untuk menolong hambanya," ucap Kenara yang terdengar seperti aliran menghangatkan di setiap aliran darah bagi Fani. Fani mendongak, menatap Kenara dalam. Ia seperti menemukan seorang yang tepat.

"Hijrah artinya kita berpindah menjadi lebih baik. Hijrah selalu diselingi ujian, tidak ada yang tidak diuji di sini, Fan. Kamu tahu kan bahkan aku juga diuji. Begitu juga yang lainnya. Termasuk kamu nantinya."

"Ujian manusia saat ini belum ada apa-apanya dibanding ujian yang didapatkan orang terdahulu. Contohnya Bilal bin Rabah, ia bahkan rela disiksa habis-habisan demi setianya kepada syahadat, demi setianya kepada agama Islam. Bayangin deh, jika kita di posisi Bilal mungkin kita gak bisa sekuat dan seteguh dia."

Cinta Dalam Hijrah || SELESAIजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें