• Sebuah Cahaya •

6.6K 666 3
                                    

"Andai hidayah itu bisa kubeli, akan kubeli berkeranjang-keranjang untuk aku bagikan kepada mereka yg aku cintai."

(Imam Syafi'i )

Tidak terasa seminggu lagi UAS akan menyambut semua siswa-siswi diseluruh SMAN di Jakarta secara serentak. Motivasi Kenara yang ingin mendapatkan SNMPTN membuat ia bertekad untuk menaikkan nilai tiap semester. Dan di hari siang yang cerah ini Kenara akan menyelesaikan semua tugas-tugas yang diberikan gurunya. Kenara tidak ingin UAS nya nanti terganggu.

Sebuah notifikasi WhatsApp masuk, membuyarkan lamunan Kenara. Kenara membuka aplikasi WhatsApp lalu terlihatlah chat Ardi di sana. Seperti biasa, chat Adri berisi perhatian ditambah dengan gombalannya yang sudah seperti obat yang tiga kali sehari sehari harus dimakan. Pagi bangun tidur, pulang sekolah dan malan akan tidur. Sampai-sampai Kenara jadi jenuh dan merasa geli.

Tapi anehnya, tidak dengan sekarang, tampa sadar Kenara tersenyum sendiri begitu Ardi mengirim gombalannya. Karena sering mendapat chat dan telfon membuat Kenara terbiasa. Terbiasa oleh gombalan dan perhatian. Jika berpikir Kenara sudah membuka hati atau menyukai Ardi, itu salah. Kenara seperti ini hanya karena terbawa perasaan dan satu lagi rayuan iblis yang menjadikan rasa alay dan geli setiap membaca chat Ardi langsung hilang begitu saja.

Begitulah manusia. Jika tidak memiliki banyak iman, akan mudah tergoyah walau sebesar apapun menahan diri dan menepis gangguan jin. Tapi jika iman kuat dan lebih dekat kepada Maha Pencipta seberat apapun godaan akan bisa terlewati.

Beberapa hari terakhir ini hubungan Kenara, Gina dengan teman-teman Ardi juga dikatakan semakin dekat, tidak seperti biasa yang hanya berteman karena kesamaan ekskul karate, mereka sudah seperti sahabat yang menjalin hubungan dua tahun, baik di kelas maupun di luar, begitu akrab.

Baru saja Kenara ingin membalas chat Ardi, ponselnya berdering memunculkan nama Ardi di layar. Kenara berdehem lalu menggeser tombol hijau.

"Apa?" ketus Kenara seperti biasa.

Terdengar suara kekehan dari seberang. "Lagi apa?"

"Lagi belajar tapi sayangnya lo ganggu."

"Pasti mikirin gue, ya kan?

"Ih PD banget lo!! Ngapain nelfon?"

"Lagi kangen aja sama orang yang terus gangguin pikiran gue."

Kenara mencoba menahan senyum. Namun sedetik kemudian ia geleng-geleng kepala.

"Dasar tukang gombal."

Terdengar tawa renyah dari seberang. "Ya udah ya, Ra. Gue tutup dulu. Semangat belajar. Oh ya makan jangan lupa, nanti sakit kan gue yang repot."

"Iya iya bawel!"

Tut!

Telfon tertutup.

Setelahnya Kenara membuka notifikasi instagram yang terlihat memenuhi layar atas ponselnya. Buku yang terbuka dan tugas yang baru setengah dikerjakan kini terabaikan begitu saja. Sebagaimana tabiat remaja zaman now yang jika main ponsel tidak kenal bosan, seperti itulah Kenara saat ini. Sekali memegang android pasti berkelanjutan dan akhirnya belajar pun tidak jadi.

Kenara mengernyit begitu melihat sebuah gambar yang dilengkapi kata-kata pacaran saat pertama kali membuka instagram.

"Pacaran memang tidak selalu berakhir zina, tapi hampir semua zina diawali dengan pacaran."

"Ngakunya islam, muslimah tapi kenapa pacaran?"

"Seindah-indahnya pacaran,

Cinta Dalam Hijrah || SELESAIWhere stories live. Discover now