• Cobaan Berat •

4.5K 582 12
                                    

1055 pesan belum terbaca.

Alis Kenara tertaut. Ia pun mulai membuka aplikasi WhatsApp, lalu membuka grup yang memperlihatkan penuturan panjang yang menyesakkan dadanya. Mata Kenara memanas.

0821XXXXXX :

Gue mau ngomong sesuatu yang penting buat kalian. Kenara Assyifa, dia itu mantan gue. Bilangnya nggak pernah pacaran, padahal dia pernah pacaran sama gue. Kalian tahu apa yang buat dia hijrah? Alasannya cuman untuk menutupi kebusukannya.

Seorang Kenara sangat busuk. Seorang penipu yang mencoba menutupi kebusukannya dengan topeng. Hijrahnya nggak tulus, nggak dari hati. Dia cuman mencoba menutupi bagaimana buruk perilakunya. Dia berusaha agar penilaiannya sebagai murid pintar dan kesayangan guru tidak runtuh. Padahal, ck. Bahkan gue tahu prilaku busuknya selama kami pacaran.

Mungkin kalian nggak nyangka. Kenara satu-satunya cewek yang suka mainin hati cowok, dan nyakitin hati cowok yang setia padanya. Bahkan dia php. Niatnya pacaran cuma buat nyakitin cowok.

Air mata sudah menggumpal di pelupuk mata begitu selesai membaca sederetan kata panjang yang sepenuhnya fitnah. Setiap kata yang terlontar benar-benar bertolak belakang dengan fakta yang ada. Kenara meremas ponselnya begitu mendapati sederet kata lain dari no name yang memperkeruh suasana hatinya. Apalagi sebuah foto, di mana di dalamnya ada Kenara dan Rizki yang saat itu sedang berhadapan. Dengan posisi Kenara yang membelakangi.

No name

Hijrah nih katanya. Ustadzah kita uhuy ... tapi kelakuannya, dekatin Rizki. Mungkin Rizki juga bakal jadi korban kenara selanjutnya. Lo yang sabar, Rizki.

Satu tangan yang tidak memegang ponsel kini terkepal kuat. Terlihat juga sebuah video Kenara yang menatap Ardi menantang. Sementara eskpresi Ardi hanya terlihat datar di sana. Mereka berbicara, seolah dari sisi mana pun Kenara memang patut disalahkan. Itu kemarin, saat di depan kelas Ips sembilan dan sama sekali tidak benar.

"Sekarang gue tahu gimana jeleknya seorang Kenara."

Kenara mengangkat wajahnya. Ucapan sarkas kembali memenuhi telinganya.

"Berani banget lo niat phpin, Rizki," seru salah satu fans Rizki, tajam.

"Kemaren Ardi, sekarang incaran lo Rizki. Parah!!"

"Kenapa nggak sekalian aja buka jilbab lo, kebusukan lo bukannya udah kebongkar ya?" Terdengar tawa cekikan yang membuat emosi Kenara meluap.

"Lo, jangan sangkut pautin masalah ini dengan hijab gue!" tekannya dalam. Kenara benar-benar benci jika hijabnya ikut disalahkan dalam hal ini.

"Kenapa?" Cewek itu mengangkat dagu. "Benar, kan?"

Kenara menahan nafas, beristighfar, mencoba menahan sesak di dadanya. Matanya semakin memanas, bahkan air mata siap tumpah jika saja Kenara tidak bisa menahannya.

"Ya elah, lo ikhlas dikit kalo berubah kenapa, Ra," sahut Gian yang membuat Kenara benar-benar ingin menangis sekarang.

Ya Allah, Ra nggak kuat.

"Lo, udah puas?"

Sebisa mungkin Kenara menahan suaranya yang bergetar. Fitnah ini begitu membuatnya sesak. Kenara menatap tajam mereka di sana, bersembunyi dibalik tingkah palsu yang memuakkan.

"Ck. Nggak usah dramatis bisa, nggak?" ucap Nanda, terdengar sangat sinis.

"Lo!"

Ah ingin sekali rasanya Kenara berdebat mulut dan membantah fitnah konyol dari cowok yang duduk santai di sana. Tapi dengan pakaian seperti ini Kenara mengurungkan niatnya. Tidak pantas rasanya seorang menggunakan pakaian syar'i bersikap seperti itu. Yang ada ia hanya akan membuat pandangan orang jelek tentang pakaian syar'i.

Kenara memejamkan mata, menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan. Hal itu dilakukannya berulang kali, mencoba menenangkan hatinya yang sudah berteriak ingin menangis.

Kenara bangkit dari posisinya, memutar bola matanya menatap semua penghuni kantin dengan air mata yang sudah menggumpal. "Terserah kalian mau anggap gue apa. Tapi semua itu fitnah. Gue nggak pernah pacaran dengan Ardi dan gue nggak pernah berniat mainin hati cowok, apalagi Rizki," jelas Kenara menahan suaranya yang bergetar. "Gue berubah bukan karena apa-apa, tapi karena Allah," tambahnya lagi, kemudian berlalu keluar. Kenara tidak sanggup lagi menahan tangis lebih lama.

"Drama," cibir mereka sebagian. Lalu terdengar sahutan heboh.

Sementara Velin dan Fika yang di sana menggeram kesal, mereka tidak bisa melakukan apa-apa dan memilih menyusul Kenara begitu selesai membayar pesanan yang belum disentuh.

***

"Sejak kapan lo Dhuha gitu?" tanya Ilham penasaran. Begitu bel berbunyi Ilham memilih ikut Rizki, Ilham tidak ingin menunggu lama lagi di Kantin. Hal itu membosankan, apalagi duduk sendiri menjomblo.

"Sejak sadar."

"Jadi lo hijrah?" tanya Ilham, Rizki mengangguk sambil terus berjalan menuju lorong yang menghubungkan mereka ke kantin.

Ilham geleng-geleng kepala. Benar-benar tidak menyangka seorang Rizki, cogan yang memiliki fans seangkatan kelas sebelas dan tidak biasanya peduli Dhuha kini berubah drastis entah sejak kapan.

"Dari kapan?" tanya Ilham penasaran.

"Lo bawel banget, Ham. Dari tadi nanya-nanya terus. Berisik," sela Rizki yang membuat Ilham berdecak.

"Kalau bisa sikap lo juga hijrah deh, Ki. Kesel gue," ucap Ilham dan Rizki hanya mengangkat bahu tidak peduli. Kembali melanjutkan langkahnya, membiarkan Ilham yang terus mengomel akan sikapnya sepanjang jalan hingga ocehan itu berhenti kala Rizki dan Ilham mendapati Kenara yang berlari dari arah kantin dengan tangan yang terus mengusap air mata yang mulai berjatuhan.

Begitu dekat, Ilham membuka suara. "Lo kenapa, Ra?" tanya Ilham.

Rizki hanya menatap Kenara yang kini menduduk. Kenara terlihat tersenyum walau air mata kian membasahi pipinya.

"Gue nggak papa, gue permisi dulu." Kenara berlalu meninggalkan Ilham yang menggaruk tengkuknya bingung dan Rizki yang menatap dengan tatapan tidak terbaca.

"Dia kenapa?" tanya Ilham.

Rizki menoleh, mengangkat bahu. Matanya masih menatap punggung bergetar Kenara yang kian menjauh.

"Kasian gue liat dia nangis."

Rizki menoleh, menatap Ilham dengan alis yang terangkat sebelah.

"Lo peduli?" tanya Rizki yang membuat Ilham menatap ke arahnya.

"Ketua kelas kan harus peduli. Gimana sih, lo?" jawab Ilham, lalu menepuk pelan bahu Rizki agar bergegas ke kantin.

"Lo emang nggak peduli?" Rizki hanya diam, tidak menjawab. Kembali melanjutkan langkahnya. Ilham yang melihat itu mencebik. Menyamakan langkah.

"Mana mungkin lo peduli," ujar Ilham lalu berjalan mendahului Rizki. Sementara Rizki memasang wajah datar. Melanjutkan langkah. Jauh di lubuk hatinya, ada kekhawatiran yang hinggap di sana.

Semoga lo baik-baik aja, Kenara

***

⭐⭐⭐⭐

Cinta Dalam Hijrah || SELESAIWhere stories live. Discover now