• Rasa Aneh •

4.9K 598 19
                                    

"Rasa, 
Kau berhasil membuat pikiran berkelabat.
Hingga hati juga ikut tanpa permisi."

(Cinta Dalam Hijrah)
Karya Sarifatulhusni

Silakan tag @sarifatulhusni_ jika share apapun dari CDH!

"Lo dari mana aja, Ki? Katanya nyusul, tapi nggak nongol-nongol!!" decak Ilham menyimpan ponselnya.

Rizki hanya bergumam, menarik kursi dan memilih duduk, tidak mengubris Ilham. Sementara Ilham yang duduk di bangkunya kian mengelus dada.

"Untung gue ditakdirin jadi orang sabar."

Rizki hanya mengangguk saja.

"Susah emang ngomong sama lo." Ilham pasrah. "Jadi lo pesen apa?" Mungkin makan pilihan terbaik saat ini, lebih baik dari pada berbicara tapi tidak diladeni Rizki.

"Samain," jawab Rizki seadanya. Ilham mengangguk, lalu bangkit dari kursi menuju mbak Lia. Ia tidak akan mengomel dengan jawaban Rizki yang singkat dan padat. Memesan makanan secepatnya adalah opsi terbaik.

Rizki memutar matanya menyisir kantin yang terlihat ramai. Kebanyakan kursi sudah penuh terisi oleh angkatan kelas sebelas karena memang kantin ini lebih dekat dengan gedung kelas sebelas.

Rizki berdecak menyadari banyak pasang mata yang mengarah kepadanya. Rizki pun memilih mengalihkan tatapannya pada ponsel yang baru dikeluarkan sebelum akhirnya tatapannya jatuh pada sosok gadis berjilbab lebar yang kini terkenal di angkatan kelas sebelas. Bahkan dirinya.

Rizki menatap Kenara yang tengah berbicara dengan dua temannya. Sesekali Kenara terlihat tertawa, tersenyum bahkan mengerucutkan bibir secara bersamaan. Tanpa sadar sebuah garis tipis namun samar tercetak di wajah Rizki.

"Lo ngapain senyum sendiri?" Ilham mengernyit heran, meletakkan dua pesanan di atas meja lalu duduk dengan sedikit was-was karena Rizki yang terasa aneh.

"Lo kok mendadak nggak waras gini sepeninggal gue?" tanya Ilham bingung.

Sadar, Rizki berdehem lalu menggeser makanan dan minum ke dekatnya.

"Lupain," jawab Rizki mengambil minuman lalu meminumnya dua teguk.

"Lah terus?" tanya Ilham lagi.

Alis Rizki naik sebelah. "Apanya?"

"Iya lo tadi," decak Ilham.

"Oh itu ...,"

Ilham menengakkan punggungnya. Membuka telinga lebar-lebar. Bersiap menanti ucapan Rizki selanjutnya.

"Nggak usah tahu. Kepo banget jadi orang!"

Bahu Ilham merosot. Punggungnya pun kini menjadi lemas. Ia mengibas tangan di udara. Susah memang jika berbicara dengan Rizki. Ia pun akhirnya ikut menyantap makanan.

***

"Ki, gue duluan." Rizki hanya mengangguk, ikut mengambil tasnya dan menyampirkannya di bahu kanan.

"Maaf."

Langkah Rizki terhenti begitu Kenara menghampirinya. Alis Rizki terangkat sebelah.

"Kenapa?"

Kenara terlihat meremas ujung jilbabnya. Lalu menatapnya. Entah kenapa ia terlihat gugup sendiri. "Kalau nggak salah lo waktu itu yang gue tabrak."

"Terus?"

"Gue mau bilang maaf, waktu itu nggak kepikiran sama sekali."

"Oh nggak papa."

"Dan ..." Kenara mengambail kotak berisi sapu tangan dalam tas lalu menyodorkannya kepada Rizki.  "Terima kasih sapu tangan lo. "

Rizki menerimanya, lalu mengangguk.

Kenara tersenyum. Kemudian memilih pergi setelah urusannya selesai. Setidaknya dia sudah lega setelah minta maaf karena waktu itu pergi begitu saja.

***

Aktivitas yang kini sering dilakukan Rizki yaitu memperbanyak ilmu agama. Walaupun kembali tinggal di rumahnya. Amal yang dilakukannya tidaklah tertinggal. Hobi membuka YouTube berisi ceramah agama sering kali menjadi bagian dari Rizki sekarang. Ia harus menumbuhkan iman agar imannya tidak goyah. Telfon yang berbunyi bertanda telpon masuk membuat Rizki mendengus. Ia menggeser tombol hijau ke kanan.

"Wa'alaikumsalam, Om."

"..."

"Sekarang, Om ?"

"..."

"Alamatnya?"

"..."

"Wa'alaikumsalam."

Dengan cepat Rizki mengambil jaket dan kunci mobilnya. Amanah untuk menjemput Rena dan Tia yang sedang di Mesjid kota membuat Rizki kini harus menjalankannya. Rizki menunggu di teras Mesjid, tidak perlu waktu lama Rena keluar bersama Tia.

"Loh Nak, Rizki, kenapa di sini?"

"Di suruh jemput, Tan."

Rena terkekeh. "Sama Om kamu ya? Nggak ganggu kan?"

Rizki menggeleng. Ia memang tidak keberatan untuk menjemput Rena dan Tia. Rizki mengalihkan pandangannya pada remaja berjilbab lebar yang berbondong-bondong keluar dari Mesjid. "Ngapain di sini, Tan?"

"Ngisi kajian. Tia juga ikut di sini."

Rizki mengangguk. Tidak bertanya karena sudah tahu perihal Mejelis Ilmu.

"Umi." Panggilan gadis berjilbab maroon membuat perhatian Rena, Rizki dan Tia teralih. Gadis itu mendekat, mengucapkan salam lalu menyodorkan sebuah paper bag pada Rena.

"Maaf Umi, ini punya Umi ketinggalan."

"Astaghfirullah ... Umi sampai lupa. Syukron ya, Nak, udah dibawain."

Rizki yang melihatnya sedikit kaget menyadari itu Kenara. Dengan cepat Rizki kembali menetralkan wajahnya. Berganti menatap datar Kenara dengan tatapan tidak terbaca.

Begitu Kenara pamit dan hendak membalikan badan tatapan mereka beradu. Kenara terlihat sedikit kaget lalu tersenyum tipis sebelum akhirnya benar-benar pergi dari sana.

"Yuk, Ki, kita langsung pulang."

Rizki yang tadi menatap Kenara yang semakin menjauh menoleh, ia mengangguk. Kemudian berjalan menuju mobilnya dengan pikiran yang masih tertuju pada Kenara.

"Kata Om kamu mau cari rumah tahfidz ya, Ki?" Rena membuka pembicaraan. Rizki yang tadi fokus menyetir melirik sekilas dari kaca spion.

Rizki mengangguk. "Iya, Tan. Tapi Rizki nggak tahu dimana."

Rena tersenyum. "Keluarga Tante punya rumah Tahfiz di Jakarta. Yang khusus remaja pada umumnya. Di sana selain tahfiz juga ada pembelajaran agama. Kalau kamu mau, kamu bisa di sana, Ki."

Rizki tersenyum lebar, memang benar ia mencari-cari rumah tahfiz dengan tujuan untuk mendalami dan menghafal Al-Qur'an di sana. Rizki sadar, kelak ketika dipanggil dihadapan Allah, apa yang akan dijawabnya ketika ditanya dipergunakan untuk apa masa mudanya selama hidup di dunia. Sangat bahagia ketika kita mengatakan bahwasanya menghabiskan waktu dengan Al-Qur'an dan beribadah kepada Allah.

"Boleh, Tan." Rena dan Tia tersenyum.

"Wah bangga Tia sama Kak Rizki. Keren udah hijrah aja, semoga Istiqomah ya, Kak."

Rizki tertawa. "Aamiin. Lo juga istiqomah."

"Pasti."

Dalam hati Rizki sudah bertekad untuk istiqomah dan mendalami ilmu agama. Ia juga sedikit termotivasi dengan gadis itu entah kenapa. Ya, Kenara.

***

Jangan lupa vote dan komen yah
Biar aku semangat nulisnya 😉

#Salam hangat

💕💕💕

Cinta Dalam Hijrah || SELESAIWhere stories live. Discover now