Ingha rindu ayahnya, sangat rindu.

Tetapi, ia begitu benci dengan ayahnya sendiri. Lebih tepatnya dengan apa yang di lakukan ayahnya.

Ayahnya tidak bekerja, ia menggunakan ilmu hitam untuk mendapatkan uang.

Benci, ia benci hal itu.

Tetapi itu juga adalah salahnya, dia saat itu setuju dengan apa yang ayahnya lakukan.

Ingha benci keputusannya hingga ia kehilangan sahabat terbaiknya. Ia menyesali semuanya.

Perlahan ia duduk bersandar dengan tembok rumahnya, menekuk lututnya kemudian ia peluk untuk menutupi wajahnya.

Berusaha menahan tangis yang akan keluar, "Maaf."

Isakan Ingha terdengar sampai ke seluruh kamarnya. Air matanya berlomba turun membasahi seluruh pipi nya.

"Ingha?" Air mata Ingha tetap turun meski ia mendengar suara gadis memanggilnya, tidak peduli untuk saat ini.

"Ingha? Tolong gue." Pinta Gadis itu sekali lagi.

"Apa lo juga gabisa liat gue ngha?" Tanyanya.

Ingha diam, merasa mengenal suara gadis yang berusan memanggilnya.

Ingha menoleh ke arah suara gadis itu, kaget melihat Eva yang tiba-tiba ada di hadapannya.

Ingha menghapus jejak air matanya cepat, berdiri kemudian menatap Eva lekat-lekat.

"Lo bisa liat gue?" Tanya Eva sambil menunjuk dirinya, Ingha mengangguk.

Diam untuk beberapa saat, Ingha seketika membulatkan matanya, mundur perlahan seraya menutup mulutnya kaget ketika mengingat sesuatu.

"Ngha, lo kenapa?" Tanya Eva yang berjalan mendekati Ingha.

Ingha menggeleng, "Nggak mungkin ini.." Katanya seakan tidak percaya.

"Ingha tolong gue, kenapa gaada yang bisa liat gue ngha? Kenapa? Gue gainget apa-apa dan kenapa gue bisa gini."

Eva menunduk, mengepalkan tangannya, menahan emosi, semuanya ia tahan sejak beberapa hari yang lalu sampai saat ini.

Ingha tidak menjawab pertanyaan Eva, ia hanya diam menutup matanya. Eva semakin emosi, tetapi ia menepis rasa emosi itu jauh-jauh. Eva tau dia sedang dalam bahaya, walau ia tak tahu bahaya apa yang mengancamnya.

"Va, kamu mau dengerin cerita aku?" Kata pertama Ingha untuk Eva, Eva mengangguk mau.

"Apa?"

Pagi itu ruangan kelas IX-B tampak riuh, semuanya membicarakan tentang hari dimana Sekolah akan mengadakan kunjungan ke Sekolah Menengah lain. Ada yang mengeluh, ada yang bersemangat, ada yang berteriak tidak mau, ada juga yang biasa-biasa saja.

"Sel, kamu mau bareng siapa buat kesana?" Tanya Ingha dengan menggigit bibir bawahnya, ia tidak tahu mau bareng dengan siapa. Ia pun berani bertanya pada Selna walau ia tau Selna akan menjawab dia akan bersama Dirga.

"Sama Dirga." Sudah Ingha duga, Ingha tersenyum paksa, "Oh iya ehe, ak-"

"Eh Ingha, Dirga udah di depan, aku kesana ya?" Ujar Selna seraya melambaikan tangannya, Ingha pun menjawab dengan lambaian tangan juga.

ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang