Sembilan

11K 702 1
                                    

Nadine duduk dikasurnya, menghela napas sembari memainkan flashdisk di tangannya. Keputusannya sudah bulat. Dia akan mengakhiri semuanya secara baik-baik dan akan mengusahakan keinginannya tanpa memanfaatkan kelemahan orang lain.

"Gue ke toilet dulu." pamit Nadine pada Rara, teman baiknya.

Rara hanya tersenyum lembut, sesak ketika melihat wajah cantik Nadine yang semakin sayu. Pandangannya beralih pada flashdisk yang sempat menyita atensi Nadine. Meraihnya kemudian menyalin semua isinya pada ponselnya diam-diam. Dia akan melihatnya nanti.

Nadine kembali dengan wajah yang masih sayu, kantung mata dan lingkar hitam disekitar matanya membuat Rara menerka-nerka apa yang terjadi. Pandangannya kemudian teralih pada tabung kecil yang berada digenggaman Nadine.

"Nad, apa itu?"

Penasaran, was-was, itu yang dari tadi Rara rasakan.

"I-ini, ini cuma vitamin. Nyokap gue yang suruh minum tiap hari." jelas Nadine, menyimpannya cepat di laci meja.

Rara tentu saja tidak mudah percaya. Dia membuka kasar laci meja ketika Nadine menarik tangannya. Menahan agar Rara tidak mengetahui lebih masalah pribadinya.

"Ini apa!? Nad! Apa ini? Lo minum ini tiap hari? Hah?" Rara bertanya murka.

Prak! Rara membuang tabung kecil itu, membuat isinya berhamburan yang langsung Nadine pungut dengan segera.

"Jangan buang, jangan buang. Gue butuh ini." Nadine terus bergumam kalimat yang sama sembari memungut semua pil yang berhamburan sampai ke kolong tempat tidur.

Rara sudah menangis tersedu ditempatnya berdiri.

"Nadine ... lo anggap gue apa sebenernya? Gue temen lo. Sahabat lo. Lo bisa ceritain semuanya sama gue."

Rara menyentak bahu Nadine yang beringsut di sudut tempat tidur, memeluknya yang juga menangis.

Nadine tidak menyahut. Hanya tetap menangis tanpa berkata sepatah pun.

Rara tak habis pikir, memangnya cinta jenis apa yang membuat Nadine sampai beralih pada obat penenang dosis tinggi seperti itu. Pikirannya langsung tertuju pada Caramella. Dia adalah satu-satunya penyebab semua ini.

"Gue harus kasih tau orang tua lo." Rara mengusap air matanya kemudian berdiri. Berniat keluar dari kamar Nadine, namun kedua tangan Nadine menahan kakinya membutnya menoleh.

"Jangan. Jangan kasih tau mereka. Gue takut mereka sedih. Gue gak mau mama gue nangis."

Sebagai anak tunggal membuat Nadine menjadi kebanggaan orang tuanya. Cantik, ramah, dan juga pintar, primadona bagi mereka semua yang mendambakan sosok sempurna. Tapi tidak bagi Dimas sang pujaan yang justru memuja perempuan lain. Caramella, gadis pendiam yang hanya mempercayakan hidupnya pada satu orang, dan juga patah karena orang itu kini meninggalkannya.

Rumit. Satu kata yang menggambarkan kisah mereka semua. Saling menggantung perasaan pada seseorang yang juga menggantungkan perasaannya pada orang lain.
__________

"Uang apa ini?"

Ravindra mengangkat tas penuh uang yang dia dapatkan dimeja tv Mella. Menatap penasaran pada punggung Mella yang akan masuk ke dalam kamarnya.

Huft. Mella menghembuskan napas berat, lupa menyimpan uang hasil penjualan mobil yang diberikan Dimas.

"Tentu saja uangku." jawab Mella cuek pada orang yang sudah menolongnya itu.

Lain kali dia akan mengingat jadwal mens-nya agar tidak membuatnya shock seperti itu, tidak mau masuk ke rumah sakit yang baunya saja langsung membuat kepala Mella berkunang-kunang. Moodnya juga harus dijaga ketat, agar dia tidak berbuat sesuatu diluar kendalinya.

LOST [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang