Pertengkaran Hebat

18.9K 1.8K 87
                                    

Berusaha double up meski kepala kliyengan dan jadwal kumpul proposal thesis tinggal beberapa jam lagi.

Happy Reading semua

Langit ibukota belum sepenuhnya gelap namun hembusan angin yang sedikit kencang, membuat Damar harus segera menutup jendela ruang kerjanya. Setelahnya, ia berjalan menuju sofa bed yang ada di ruang kerjanya. Disana, ada istri tercintanya yang sedang memegang novel kesayangannya namun kedua mata indah istrinya itu tak terlalu fokus kepada buku yang ada di hadapannya.

"Bunda kok melamun?"

Damar kini mengusap perlahan wajah wanita yang sangat ia cintai itu. Tak ada yang berubah dari wajah yang telah tiga tahun ini selalu setia hadir di setiap pagi kala ia terbangun. Meski kini agak sedikit tirus, namun Damar merasa jika Jelita kian bertambah cantik setiap harinya.

"Enggak kok...."

"Jangan bohong. Ada apa? hmmm"

"Ga tau kok perasaan Bunda ga enak aja..."

"Ga enak kenapa?"

"Seperti akan terjadi sesuatu...sesuatu yang sedih..."

Telapak tangannya terulur mengusap perlahan perut Arini yang sudah sedikit menonjol di usia kandungan dua belas minggu. Jangan tanyakan bagaimana perasaannya saat ini. Hanya kata bahagia dan bahagia. Impiannya untuk hidup bersama dengan wanita di masa kecilnya itu, kini telah sempurna terwujud.

"Apa kabar anak ayah hari?Ga buat bunda mual lagi kan? Kasian bunda, Sayang. Tubuhnya agak kurus karena muntah terus terusan"

"Bilang Bunda ya Sayang, ga usah takut apapun. Selama ada ayah, kalian berdua akan aman"

Kepala Damar kini berada di permukaan perut istri tercintanya. Arini yang melihat percakapan antara suami dan calon anaknya itu, hanya bisa tertawa kecil mendengar ucapan Damar. Inilah yang dari dulu Arini inginkan dan wanita itu sudah mendapatakannya meski harus melewati banyak sekali cobaan dalam hidupnya.

"Bunda ga masalah kurus, Ayah. Yang penting anak ayah, beratnya nambah kan?"

Damar memilih untuk ikut duduk di samping istrinya dan membawa tubuh Arini dalam dekapannya. Tak lupa, ia juga mencium lembut pucuk kepala Arini dan menikmati aroma lembut tubuhnya yang entah mengapa sejak wanita itu berbadan dua, Damar semakin tergila gila dengan wanginya.

"Maafin Ayah, ya Bun?"

"Kenapa minta maaf?"

"Bunda ga nyaman ya, Mama dan Papa sering nginap sini?"

"Kata siapa? Enggaklah. Aku malah berterima kasih ke Mama Hera karena sudah menemani masa mual muntah menantunya ini"

"Kenapa Bunda ga minta Mama Savitri yang..."

"Ayah....."

Damar semakin mengeratkan pelukannya. Lelaki itu bertekad untuk tidak mengikuti apa yang telah dilakukan oleh mertuanya. Arini dan juga anak anak mereka asalah prioritas utama. Damar tidak ingin ada orang lain dalam keluarga kecil mereka.

Sebenarnya Damar sedikit keberatan karena kedua orangtuanya sering menginap di rumah mereka. Bukan karena tidak suka, namun kehadiran Cindy yang sering merusak suasana membuatnya harus terus waspada jika adiknya itu nekat untuk menyakiti Arini.

"Ayah kenapa?"

"Cindy...dia benci banget sama kamu, Bun"

"Yang penting Ayah ga benci kan sama Bunda"

"Ayah benci Bunda. ....bener bener cinta..."

Tangan Arini mengusap perlahan dada bidang Damar. Wanita itu mengerti kegundahan hati suaminya. Permusuhannya dengan Cindy tak pernah surut bahkan justru adik iparnya itu makin menabuh genderang perang kepadanya.

JANJI SETIA UNTUK ARINIWhere stories live. Discover now