Part 28 - Rindu Ayah

591 50 0
                                    

Tekan bintang ⭐sebelum membaca

Happy reading


Setelah Devan pulang, Alana mematikan televisi dan beranjak menuju dapur membereskan sisa makanan di meja tadi.

"Bi, ini browniesnya taruh dimana?" tanya Alana.

"Tolong taruh kulkas neng, bibi panasin makanan biar nggak basi," pinta Bi Inem.

Alana menaruh brownies di kulkas dan berjalan menuju kamarnya. Kakinya sudah mendingan dari pada tadi siang. Tetapi lukanya masih belum kering sempurna.

Saat kaki Alana mau masuk ke kamarnya, ia mendengar seperti suara seseorang. Alana berjalan pelan ke depan kamar Aurel dan menempelkan telinganya di daun pintu, ia mendadak penasaran kakaknya berbicara pada siapa.

"Bisa dong yang, besok kamu jemput aku? Oh yaudah, kalau gitu besok aku nggak bawa mobil,"

Alana mengangguk mengerti, rupanya Aurel berbicara lewat telepon dengan pacarnya.

Syukurlah, udah baikan. Batin Alana.

Baru saja Alana berbalik, pintu kamar Aurel terbuka. Mata Aurel menyipit memerhatikan Alana dari atas sampai bawah. Aurel curiga, kenapa Alana berdiri di depan kamarnya. Sedangkan kamar Alana sudah terlewat, kalaupun ia ingin ke kamar.

"Ngapain disini? Jangan bilang lo nguping, ya?" tuduh Aurel.

Mata Alana bergerak gelisah, seakan ia maling yang tertangkap basah mencuri barang.

"Gue kesini mau ke kamar lo, iya ke kamar lo. Tapi taunya lagi teleponan, yaudah gue balik lagi," ucap Alana sedikit gugup. Entahlah, dia ucapkan saja kalimat yang kebelutan nyangkut dipikirannya.

"Ooh, masuk dulu aja, gue mau ambil minum," suruh Aurel. Alana ingin mengelak, tapi ia takut Aurel semakin curiga kalau Alana berbohong. Yang penting, sekarang Alana harus memikirkan sekiranya apa yang akan dia bicarakan pada Aurel nantinya.

Mata Alana memerhatikan sekitar, kamar Aurel sangat rapi, tidak jauh berbeda dengan kamarnya. Tetapi kamar Aurel di dominasi warna biru, lain dengan kamar Alana yang serba pink.

"Mau ngomong apa?" tanya Aurel sambil menutup pintu kamarnya.

"Lo udah baikan sama kak Rey?"

"Em, menurut lo gimana?" tanya balik Aurel. Sekilas Alana memutar matanya, sejenak ia terdiam, mengamati interaksi Aurel dan Rey yang baik-baik saja. Apalagi tadi sore Rey kesini, dan itu menjadi salah satu bukti bagi Alana, kalau kakaknya sudah baikan dengan Rey.

"Menurut gue udah, buktinya tadi sore kak Rey nganterin lo ke rumah. Terus barusan gue nggak sengaja denger lo teleponan sama kak Rey. Bener, kan?" jelas Alana.

Aurel tertawa sumbang. "Gue keliatan banget udah baikan, ya?"

Alana mengernyit heran, apalagi dengan tawa Aurel yang ... Menyeramkan?

"Iya." singkat Alana.

Aurel menggeleng, Alana benar-benar seperti diajak main tebak-tebakan. "Lah, terus tadi apa?" tanyanya bingung.

"Mungkin dari luar gue kelihatan baikan sama dia. Tapi sejujurnya gue belum berani bicara soal itu sama dia, jadi ya gitu, Rey berpikir gue nggak tau video itu. Padahal, mati-matian gue nahan senyum didepan dia," penjelasan Aurel membuat Alana menggeleng samar, bagaimana bisa Aurel memainkan sandiwara sesempurna ini?

Buku Harian Alana [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang