Part 13 - Bimbang

800 67 0
                                    

Tekan bintang ⭐sebelum membaca

Happy reading

Alana berlari menuju kelasnya, tidak menghiraukan sekelilingnya. Dalam hati dia mengumpat karena bangun kesiangan, ia juga kesal karena Aurel sudah berangkat jam enam tadi. Kalau saja Alana tidak dibangunkan bi Inem, mungkin sekarang dia masih bergelung di kasurnya.

Untung saja Alana bukan tipe cewek yang ribet, ke sekolah saja dandannya setengah jam atau bisa lebih. Alana sangat simple, dalam waktu kurang lima belas menit ia sudah berpakaian rapi, kecuali rambutnya yang ia ikat sembarangan. Alana melihat jam tangannya, pukul tujuh lewat lima menit. Ia sudah telat lima menit.

Sampai dekat kelasnya, Alana berjalan pelan sambil mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Setelah meyakinkan dirinya, ia melangkah dan mengetuk pintu kelas. Sontak, seluruh pasang mata kelas X IPA 1 mengarah padanya. Tak terkecuali Pak Hendra, guru yang sedang mengajar dikelasnya.

"Selamat pagi, pak," salam Alana, mencium tangan pak Hendra. "Maaf pak saya terlambat, bolehkah saya ikut pelajaran bapak?"

Pak Hendra terlihat melirik jam tangannya. "Yasudah, karena kamu terlambat tidak fatal, silakan duduk. Tapi jangan diulangi lagi," Alana mengangguk dan berjalan menuju tempat duduknya dibarisan ketiga dari depan.

Lirikan mata sinis Alana dapatkan dari beberapa temannya. Tetapi tidak ia hiraukan, yang terpenting sekarang dia bisa mengikuti pelajaran seperti biasanya.

"Lo kenapa terlambat?" tanya Dariel, pelan, bahkan sangat pelan.

"Gue semalem nggak bisa tidur, eh giliran udah pagi malah susah bangun," jawab Alana, ikut berbisik.

Dariel mendekatkan wajahnya pada telinga Alana dan berbisik. "Lain kali jangan terlambat lagi, gue bingung cari alasannya,"

Alana mematung, jantungnya berdetak kencang, mungkin kali ini lebih kencang dibanding terlambat tadi. Alana tidak menoleh, pandangannya tetap lurus kedepan. Setelah membisikkan kalimat itu, Dariel kembali bersikap biasa saja dan memerhatikan pak Hendra didepan.

Tanpa Alana ketahui, kedua sahabatnya sejak tadi mengamati Alana, dari dia mulai duduk di bangkunya sampai jarak telinganya dengan wajah Dariel hanya terhitung senti. Hilmi tersenyum jahil dan menusuk punggung Alana dengan pulpennya.

"Lo hutang cerita sama gue,"

Alis Alana naik, ia tidak mengerti apa yang dimaksud Hilmi. "Apa?"

"Yang tadi, nggak usah pura-pura lupa ingatan. Pipi lo aja masih blushing tuh," bisik Hilmi, menekan kalimatnya. Sekarang Alana tahu apa maksud ucapan Hilmi tadi, benar-benar CCTV.

Pak Hendra pamit keluar kelas dan memberi tugas untuk mengerjakan buku paket. Nanti istirahat pertama tugasnya harus sudah ada dimeja Pak Hendra.

Bersamaan keluarnya Pak Hendra dari kelas, ponsel Alana dalam tasnya bergetar. Satu notifikasi pesan masuk, Alana segera membukanya.

Devan : Makanya jangan begadang, jadinya telat, kan?

Alana mendengus pelan. Devan sangat menyebalkan sekarang.

Buku Harian Alana [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang