0.3

2.8K 424 9
                                    

Jeongwoo sampai di rumah orangtuanya pukul duabelas malam. Dia buka pintu dengan super pelan setelah masukin password secepat mungkin. Tangannya agak gemetar, takut dengan pemandangan rumah yang menantinya sedari tadi.

Di ruang tamu, orangtuanya sedang ribut dengan satu sama lain tanpa sadar dia baru saja pulang.

"Kalian..." gumam Jeongwoo yang belum cukup bikin kedua orangtuanya sadar akan kehadirannya. Matanya menyipit ke arah mereka, dia selalu benci ketika mereka bertengkar. Enggak ada hal yang lebih buruk lagi yang pernah Jeongwoo liat dari orangtuanya selain bertengkar.

Setiap hari.

"Ma, Pa. Tolong jangan bertengkar terus..." ujar Jeongwoo mencoba jadi penengah diantara mereka. Dia berjalan di antara mereka berniat untuk misahin tapi ujung - ujungnya sial juga karena bogeman dari ayahnya yang kelihatan hampir meledak.

Jeongwoo jatuh terduduk di lantai dengan tangan yang megang bibir yang baru aja kena tinju dari bapaknya. Pelaku yang ngelayangin bogeman itu malahan cumab ngelihatin sang anak dari atas, enggak ada rasa kasihan maupun niat untuk bantuin. Ibunya terdiam karena terkejut.

Mereka tertelan dalam amarah mereka yang enggak ada ujungnya dalam waktu yang lama.

"Kamu engga usah ikutan kalau lagi kayak gini! Itu pelajaran buat kamu agar kedepannya engga ikut campur dalam urusan rumah tangga kami!" seru ayahnya dengan wajah memerah karena amarah. Ibunya yang sedari tadi diam sejak Jeongwoo kena bogeman langsung nendang aset suaminya.

Dia ngeringis kesakitan akibat ulah istrinya. "Jangan sakitin atau pun sentuh Jeongwoo lagi setelah ini! Kamu engga pernah nunjukkin rasa sayang kamu ke anak kita! Kamu sebenarnya nganggap Jeongwoo anak atau cuma kartu kredit yang bisa kamu gunakan kapan aja?!" serang Ibu Jeongwoo dengan nada kasar.

Jeongwoo bangun dan dorong badan ibunta ke kamar. Dia nutup pintu kamarnya setelah sang ibu terduduk di atas kasur lamanya.

"Mama tidur disini aja. Engga usah tidur sama papa, aku takut mama disakitin," ujar Jeongwoo sambil ngerapiin kasurnya yang agak berantakan karena terakhir kali pulang dia engga sempet bersih - bersih sebelum balik ke Seoul.

Ibu Jeongwoo natap anaknya, Jeongwoo dengan pandangan intens. Matanya nelusurin wajah Jeongwoo yang bener - bener mewarisi wajah ayahnya yang ganteng, tapi karena ada beberapa hal yang didapat Jeongwoo dari ibunya, jatuhnya jadi kelihatan lebih cute dan fresh.

"Woo, maaf kamu harus ngeliat pemandangan kayak gitu setelah berbulan - bulan engga pulang..." lirih Ibu Jeongwoo dengan kepala tertunduk. Jeongwoo otomatis senyum kecil, tapi meringis karena luka di ujung bibirnya jadi kebuka dan darah ngucur lagi dari sana.

Ibu Jeongwoo yang ngeh dengan keadaan Jeongwoo lalu narik tangan anaknya agar duduk juga di kasur dan ngambil peralatan pertolongan pertama di kamar mandi Jeongwoo.

"Maaf banget Woo, kamu harus menderita kayak gini karena orangtua kamu sendiri." ucap Ibu Jeongwoo dengan mata berkaca - kaca dan nangis tanpa suara sambil ngobatin Jeongwoo yang emosional dengan keadaan tadi, ngeliat ibunya yang tercinta nangis dan bilang kayak gitu di depannya bikin semuanya tambah buruk.

Jeongwoo benci kesulitan - kesulitan yang nimpa keluarga kecilnya.






***







Haruto hembusin nafas yang sedari tadi udah dihembusin berkali - kali. Matanya merhatiin bangunan kafe yang nyaris telah dihafalnya. Pikirannya melayang kemana - mana tanpa arah.

"Galau teros. Baru juga lo engga liat sekali. Ah elah lemah banget mental lo, To." omel Doyoung sambil nendang tulang kering Haruto di bawah meja yang mereka tempati. Haruto ngedelik ke arah Doyoung yang berada di seberangnya sambil ngeringis kesakitan.

"Namanya juga orang lagi jatuh cinta anjing. Julid aja lo duyung," celetuk Jihoon yang dateng bawa nampan berisi pesanan mereka bertiga. Pada dasarnya dimana - mana Jihoon itu emang butem alias budak temen.

Disuruh gono - gini mauuuuuuuu aja.

Doyoung berdecak, "Ya gue ngerti. Cuman lo kalo jatuh cinta ga boleh se-desperate itu lah. Kesannya lo tuh ngejar banget, ntar si doi ilfil kan berabe."

Jihoon cuman ngangguk - ngangguk engga jelas dan nyeruput minumannya setelah nelan sepotong mandarin. Di Kafe Xihua emang ada menu khusus setiap paginya, salah satunya mandarin seger yang bisa bikin mata melek.

Asem tapi enak.

Haruto ngernyit mikirin masalah mandarin itu yang relatable banget sama sosok sang doi. Dia cuman tahu namanya doang dari Jihoon, Park Jeongwoo. Selebihnya Minhyun engga ngasi lagi karena itu privasinya Jeongwoo. Yang berhak bilang asal muasalnya Jeongwoo kan dia sendiri sementara si Jeongwoo hari ini izin pulang ke rumah orangtuanya.

"Jeongwoo... Jeongwoo... Jeongwoo..." gumam Haruto kemudian tersenyum kecil. Nama Jeongwoo kedengarannya indah banget diucapin dari bibirnya. Nama cowok super imut itu sama dengan penampilannya,

Manis dan sederhana.






A/N: mulai ber-drama awokaowk

Xihua Cafe; HajeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang