2.6

1.5K 167 60
                                    




Haruto memegang tangan dingin yang tertancap jarum infus dan selang. Pemilik tangan itu sedang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Menutup mata dan mengatupkan bibirnya yang pucat, membuat luka di hati Haruto semakin perih seperti ditaburi garam.

Haruto enggak bisa untuk tegar. Dia akhirnya menangis. Menangisi semua hal yang terjadi. Menangisi kesalahannya. Menangisi Jeongwoo. Dan menangisi dirinya yang gagal menjaga orang terdekatnya.

Haruto bodoh.

Tangisnya semakin keras. Rasanya sesak, namun dia yakin keadaan Jeongwoo jauh lebih menyakitkan daripada itu. Haruto ingin tegar dan mampu membisikkan kata - kata penenang untuk Jeongwoo, bahwa semua baik - baik saja. Haruto akan selalu di sampingnya, hingga tiba waktu saat dia sadar dari tidur panjangnya.

Sudah 3 bulan.

Dan belum ada tanda - tanda Jeongwoo akan sadar dalam beberapa waktu.

Selama itu pula Haruto seperti mayat hidup. Berdiam diri hampir sehari penuh di rumah sakit, duduk di samping Jeongwoo, berbicara sendiri, lalu menangis.

Wajahnya yang pucat dan mengerut, dengan bibir yang kering dan pecah - pecah. Haruto terlihat begitu menyedihkan, dan yang bisa menyelamatkan dirinya dari kubangan kesedihan itu hanyalah Jeongwoo.

"Haruto, kenapa kau menangis lagi sayang?" tanya Mama Jeongwoo yang baru saja masuk ke dalam ruang inap dengan menenteng tas berisi makanan di tangannya. Wanita paruh baya tersebut segera meletakkan semua barang bawaannya di meja terdekat dan menghampiri Haruto yang terlihat sangat rapuh.

Dia memeluk kepala Haruto yang bersandar di perutnya. Haruto terisak, pelukan wanita paruh baya tersebut begitu hangat dan menenangkan, namun di saat yang sama begitu menyakitkan baginya.

Pelukan itu, seperti milik Jeongwoo.

Dan elusan lembut serta pelukan erat ini, nyaris terasa seperti yang biasa Jeongwoo berikan padanya.








Haruto rindu pada sosok Jeongwoo.





"Nak, ibu tau ini sulit bagimu. Tenanglah, ibu yakin Jeongwoo akan segera kembali. Selama menunggu momen itu, kamu perlu hidup dengan baik untuk menyambutnya. Mengerti?" Hibur Mama Jeongwoo sambil menunduk untuk melihat wajah Haruto.

Haruto mengangguk pelan dan mengeratkan pelukannya pada pinggang wanita paruh baya itu. Dia bersyukur Jeongwoo memiliki mama yang baik, seenggaknya dia bisa memahami kenapa Jeongwoo sangat merindukan dan menyayangi orangtuanya.

"Haruto, ketahuilah bahwa Jeongwoo juga pasti ingin melihatmu lagi."








***








Lima tahun kemudian...


Haruto terbangun karena suara alarm dari ponselnya yang sengaja dikeraskan. Sejenak dia terdiam, meratapi mimpi buruk yang terulang lagi.

Haruto mengusap wajahnya kasar, bisa dirasakan jejak air mata yang tanpa sadar menetes melewati pipinya.

Haruto harus bisa moveon dan melihat ke arah depan, dimana Jeongwoo sedang menantinya sekarang.

Laki - laki jangkung tersebut kemudian bangun dengan wajah khas bangun tidur dan segera meraih handuk di balkon lalu berjalan dengan gontai ke kamar mandi.

Dia membersihkan diri dengan cepat dan memakai baju sehari - harinya, jas hitam dengan celana panjang berwarna senada.

Iya, Haruto mau berangkat kerja.

Haruto kemudian berjalan menuju meja rias dan mengambil minyak rambut miliknya yang ada di atas meja. Mengambil sedikit dengan tangannya dan dioleskan pada rambutnya yang masih berantakan.

"HARUTOOOOOO!!!" Teriak suara tidak asing dari arah dapur. Haruto terkikik pelan mendengar pemilik suara yang memanggil namanya dengan kesal diiringi dengan ocehan yang tiada hentinya meskipun Haruto sudah sampai di dapur dalam beberapa menit.

"Nyonya Watanabe sekarang jadi galak banget." Kata Haruto dan berdiri di belakang sosok yang lebih pendek darinya lalu melingkarkan lengan pada pinggang mungilnya.

Sosok itu berjengit kaget namun segera lega ketika menoleh dan mendapati wajah Haruto yang berada di ceruk lehernya. "Jangan banyak bacot, deh!" Semprotnya sambil menyiku perut Haruto dengan kejam. Laki - laki itu mengaduh tapi tetap tidak melepas lingkaran lengannya.

"Selamat pagi, Woo." Ucap Haruto dengan kecupan kecil di pipi Jeongwoo, sosok yang dipeluknya. Jeongwoo tersenyum sekilas dan tidak mengatakan apa - apa. Sejujurnya dia masih malu diperlakukan seperti itu oleh Haruto.

"Kamu masak nasi goreng?" Tanya Haruto yang mengobservasi kegiatan masak - memasak Jeongwoo. Laki - laki bersurai coklat tua itu mengangguk sambil meletakkan telur goreng di atas piring berisi nasi goreng yang baru matang.

Haruto kembali sibuk dengan leher Jeongwoo. Meskipun laki - laki itu belum mandi, tetap saja aromanya menjadi candu bagi Haruto. Entah, dia tidak jijik. Justru Haruto suka.

"Kau pulang larut malam lagi nanti, Haru?" Tanya Jeongwoo ketika sudah selesai dengan dua piring nasi gorengnya. Haruto mengikuti Jeongwoo dari belakang setelah melepas pelukannya. Dia meraih dua piring tersebut untuk diletakkan di atas meja makan dan mengambil dua gelas air dari dispenser.

Haruto bergumam, membenarkan. "Sebenarnya sih, iya. Tapi nanti aku suruh Doyoung lembur." Jeongwoo menatap Haruto dengan jengah. "Kamu udah suruh Doyoung lembur setiap hari selama dua bulan ini, Haruto sayang."

Haruto merengut dan menarik Jeongwoo yang ingin duduk di kursi menjadi di pangkuannya. "Tapi nanti kamu ada check-up dan aku engga mau kamu pergi sendiri, sayang."

Jeongwoo menggeleng kecil yang membuat Haruto gemas. "Aku engga apa - apa kok. Tinggal check-up terakhir aja, lagian aku udah sehat. Kamu sekali - kali jangan seenaknya kenapa sih." Omel Jeongwoo pada Haruto yang semakin cemberut.

Haruto menghela nafas. "Woo. Aku mau habisin waktu dan nemenin kamu kemanapun selagi aku bisa, walaupun itu harus ngorbanin oranglain. Aku mau egois, karena aku engga mau nyesel lagi kayak dulu."

"3 tahun kamu tidur di rumah sakit. Dan aku nunggu, entah sampai kapan. Selama itu aku berusaha mengenang semua momen kita yang serasa sekejap doang." Haruto beralih untuk melihat Jeongwoo yang juga memutar kepalanya.

Jeongwoo tersenyum tipis. Tangannya menggenggam tangan Haruto yang ada di pinggangnya. "Maaf, Haru. Aku bikin kamu menderita selama itu. Boleh deh ditemenin tapi jangan terlalu sering oke? Aku janji akan jaga diri dan engga bikin kamu menderita lagi." Jeongwoo bilang dengan ekspresi meyakinkan.

Haruto balas tersenyum simpul dan mencubit pipi Jeongwoo yang sudah sedikit tembam dari beberapa minggu lalu setelah keluar dari rumah sakit.

"I love you."


"Love you too, my one day."



***




A/N:
duh ga kerasa udah mau end aja nih book.

kangen gak? aku udah ga sanggup bikin konflik lanjutan lagi. gatau juga mau adain s2 nya.

atau mau ff hajeongwoo baru?

oke, set that aside first. selanjutnya bakal ada epilog, jadi wait yaa.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 20, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Xihua Cafe; HajeongwooWhere stories live. Discover now