05 - Kesempatan 1

Zacznij od początku
                                    

"Wuiiidiiih, sastrawan dong entar. Ha,ha."

"Kenapa? Ngeledek?"

"Baguslah.. tapi lebih bagus lagi kalau jadi entertainer."

"Idih, mana boleh sama Bunda?"

"Lah kenapa?"

"Di pesantren gak ada jurusan itu, Kak Amar!"

"Emang sastra Indonesia ada di pesantren?"

"Ya, gak ada juga sih, ha, ha,ha."
Keduanya tertawa bersama.

Bola mata Yusuf beralih ke cermin di depannya. Menatap Hasna yang tengah menikmati waktunya bersama Amar. Ia menutup Alqurannya, tersenyum sarkastis lalu masuk ke dalam kamarnya.

"Semalem, Kak Amar minta maaf ya!"

"Enak aja, segampang itu?"

"Trus?"

"Ya pake konsekuensi lah!"

"Wuidih, sanksi!"

"Lagian, orang cuma ditinggal salin sebentar, udah maen ngilang aja! Janji itu penting buat cewek. Kalau gak bisa nepatin, jangan janjiin cewek!"

"Emang Kak Amar janji ya?"

"Tau ah!"

Amar tergelak melihat ekspresi Hasna yang kembali manyun.

"Semalem itu, Yusuf nanya, mau kemana? Ya, Kak Amar bilang kalau mau cari nasi goreng sama Hasna. Terus, dia tanya lagi, naek apa? Dijawab lagi sama Kak Amar, naek motor. Gak taunya, dia langsung bilang, yaudah, sama aku aja, aku juga lapar! Gitu!"

Amar mencoba menirukan percakapannya dengan Yusuf tadi malam. Hasna mengernyit. Hatinya mulai berspekulasi sendiri.

Ooo jadi gitu ceritanya? Kok kayak ada di drama-drama korea sih? Jangan-jangan, Kak Yusuf begitu karena cemburu, tapi gengsi mau ngakuin. Pura-pura dingin di depanku, nyatanya pingin deket. Hi,hi.

Hasna senyum - senyum sendiri. Amar malah heran melihat ekspresi Hasna yang tiba-tiba saja sudah berubah kembali. Ia tertawa lirih sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Jika Hasna tak memakai mukena, mungkin rambutnya sudah habis diacak-acak olehnya. Seperti yang biasa dia lakukan pada Salma, adik Yusuf.

****

Hasna menimang-nimang surat yang memang sudah dia siapkan untuk Yusuf. Dia tampak berfikir, untuk mencari moment yang pas agar bisa memberikan surat itu padanya. Akhirnya, ia memilih untuk menyembunyikan kertas berwarna kuning itu di balik hijab sebelum keluar kamarnya.

Tampak keluarga besarnya sudah berkumpul di ruang tengah. Bercengkrama. Tapi Hasna tak melihat keberadaan Yusuf di sana. Kepalanya mulai mencari lagi. Bola matanya berputar mengikuti arah gerakan kepalanya. Betapa terkejutnya Hasna, saat ternyata Yusuf yang baru saja keluar dari kamarnya, memergokinya.

Mukanya memerah, dan langsung berpaling ke arah lain. Yusuf sama sekali tak menghiraukan keberadaan Hasna. Ia yang sudah terlihat rapi dengan Koko dan sarungnya, langsung menyalami semua yang ada di ruang keluarganya.

"Mau kemana?" tanya ayah Hasna.

"Mau ke pesantren, Om!"

"Oh, kebetulan, itu sekalian ajak Hasna, bisa?"

Semua mata langsung tertuju pada Hasna yang masih berdiri di depan kamarnya. Berusaha mengatur nafasnya yang hampir copot karena kepergok tadi. Tak terkecuali Yusuf yang kini juga menatapnya.

"Boleh, tapi Yusuf ajak Salma atau Bani juga ya?" tawar Yusuf.

Eyang kakungnya terkekeh pelan, "anak pondok ya begitu, Hasna kan sama Yusuf sepupuan, bukan muhrim. Jadi, kalau jalan berdua, harus ditemani sama muhrimnya," jelasnya kemudian.

Hasna mengangkat alisnya tak percaya. Sepupu juga tidak boleh berduaan? Ilmunya pasti masih belum sampai di situ. Makanya dia tidak tau. Pantas saja, tadi Yusuf menghindar dari dirinya. Hasna mulai mengerti.

Orang tua Hasna pun juga baru mengerti hal itu. Mereka pikir aturan itu hanya formalitas saja. Tidak ada yang menerapkannya di jaman sekarang ini. Kalau jaman dulu, walaupun sepupu bisa menikah dalam agama, tidak ada yang mau menikah dengan sepupu mereka. Karena saudara sepupu itu masih bisa dekat seperti saudara kandung. Mereka merasa takjub dengan sikap Yusuf yang ternyata mampu menerapkan aturan agamanya.

"Bani?"

Ayah Hasna menoleh ke arah Bani yang masih terus saja sibuk dengan gawainya.

"Males, Yah!" jawabnya tanpa menoleh.

"Salma?" giliran Bibi Mira yang bertanya dengan tersenyum.

"Nanti, Kak Yusuf belikan apa yang Salma mau!" Bibi Mira masih berusaha membujuk Salma yang masih tampak berfikir. Sementara Yusuf malah menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal.

"Boleh deh!" suara kecilnya menjawab.

"Yes!" seru Hasna cukup keras mendengar jawab Salma.

"Aduuuh!" Hasna meringis, malu. Melihat tatapan keluarganya lagi-lagi ke arahnya. Sangat nampak sekali, kalau dia memang ingin jalan sama Yusuf. Pasti itu yang ada dipikiran keluarganya. Batinnya.

Semua langsung tertawa melihat tingkah konyol Hasna lagi. Kecuali Yusuf.

"Ya sudah, kalau gitu Yusuf pamit dulu. Ayo Salma! Assalamu'alaikum!"
Yusuf menggandeng tangan Salma, keluar.

"Hasna! Tunggu apa lagi? Sana!" ujar Bunda mengingatkan Hasna agar cepat menyusul Yusuf. Tanpa banyak bicara lagi, Hasna langsung mencium tangan keluarganya, kilat. Dan langsung menyusul Yusuf menuju mobilnya.

Senyum penuh kemenangan terukir jelas di bibirnya. Akhirnya, bisa berdua juga sama Yusuf.

*****

Mohon maaf karena lama up

Kegiatan nyata bener bener bikin waktu habis begitu cepat

Mohon krisannya nggeh..
Jangan lupa koment dan votenya
Biar makin semangat up nya..

Terimakasih kepada para pembaca..😍😍😍

Rahasia [Terbit]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz