31 : Rahasia

1.1K 188 44
                                    

Tanggal merah.

Itu artinya tidak ada kelas, tidak ada tugas.

Libur.

Ya, walaupun sebenarnya ada tugas tapi aku malas mengerjakannya. Mataku ini sudah dua hari mengejar deadline sampai subuh dan kelas pukul setengah delapan pagi.

Namaku Gayatri, dan sekarang, aku sedang berada di bioskop.

Aku menghela napas pelan. Libur yang ingin kulakukan hari ini hanyalah tidur. Mulai dari pagi hingga besok pagi mungkin.

Aku hanya ingin membalaskan dendamku pada waktu tidurku yang terganggu kemarin.

Aku pergi ke bioskop bersama tiga orang lainnya.

Gee, Ghinna dan juga... Witan.

Sejujurnya sedari tadi, aku dan Gee hanya menjadi nyamuk untuk mereka berdua. Sesekali Ghinna mengajakku bicara tapi rasanya aku tak biasa menjadi akrab kembali dengannya.

Entah film apa yang akan ditonton. Ghinna yang merencanakan, gadis itu pula yang memilih filmnya.

Tak lama setelah membeli tiket dan popcorn, kami masuk ke dalam teater. Gee dan aku masuk ke barisan kursi terlebih dahulu lalu tak lama berselang setelah kami duduk, pasangan itu datang dan Witan yang duduk di sebelahku.

Kulihat seulas senyum tipis merekah begitu saja di bibirnya, padahal tidak ada yang menarik di sini.

'Ah, mungkin dia akhirnya bisa nonton sama Ghinna kali.'

Dari senyum, dia jadi menahan tawa lalu menatapku sejenak. Membuatku bergidik ngeri karena tingkah anehnya.

Film mulai diputar dan aku mulai menguap. Semakin lama mataku terasa semakin berat. Kursi empuk, udara dingin, tubuh lelah juga film romance yang musiknya cenderung melow-melow. Sepertinya aku menemukan tempat yang tepat untuk melanjutkan semediku di rumah.

Perlahan kedipan mataku mulai melambat. Cakupan penglihatanku mulai menyempit hingga akhirnya semua menjadi gelap.

Akhirnya, aku bisa terlelap.

✨✨✨

'Aya... kenapa nyeder sama Witan?'

Tunggu.

Ini kan suara hati Ghinna?

Aku mengernyit.

Aku?

Nyender?

Sama Witan?

Cepat-cepat aku membuka mata. Tatapanku segera tertuju pada lengan panjang yang kini ada di hadapanku. Lengan panjang yang tanpa kusadari pula, menggenggam jemariku perlahan.

"Ah, maaf, Kak."

Aku segera menegakkan tubuhku dan mengusap wajahku. Untung saja di sini gelap, jadi tidak ada yang melihat. Namun entah kenapa mata Ghinna itu begitu tajam padahal ia berada di sisi kanan Witan.

"Enggak apa-apa, Ya," sahutnya sembari tersenyum. Aku bisa melihatnya walaupun samar-samar. "Kamu pasti capek ngejar deadline jelang UAS."

Mataku kini tertuju pada layar bioskop. Lampu segera menyala tak lama setelah aku terbangun. Film sudah mencapai ending dan seingatku, aku tidur setelah iklan. Tepat saat pemeran utama laki-laki pertama muncul.

Jadi, aku tidur di bahu Witan selama film itu berlangsung?

"Oh iya, Ay," ujar Witan yang masih belum beranjak. Hanya kami berdua yang masih belum pergi di barisan ini.

Entah kemana perginya Gee dan setelah bangun, aku melihat punggung Ghinna samar menuruni tangga.

"Tangan kamu tadi dingin banget," ujar Witan lalu meraih tanganku lagi dan menggenggamnya.

Deg.

Deg.

Deg.

Apa ini? Jantungku jadi tidak normal. Padahal aku sering bersama Witan bahkan hanya berdua, apa aku terkena serangan jantung?

"Kak..."

Sial, dia justru menatapku lekat-lekat.

"Aku mau kasih kamu satu rahasia."

Dia masih menggenggam tanganku dengan senyum hangatnya yang sehangat matahari pagi.

"Apa?"

Tanpa permisi, Witan mendekatkan wajahnya ke arahku. Membuat mataku reflek terpejam juga tanganku ikut mengerat menggenggam tangannya. Aku bisa merasakan hembusan napasnya di wajahku, aku juga bisa merasakan hidungku dan hidungnya bersentuhan.

Hanya begitu, selama beberapa detik.

Membuat sengatan listrik yang menjalar di sekujur tubuhku semakin kuat.

Hingga akhirnya ia berbisik, "Ild. I love you, Gayatri."

Entah apa yang harus kurasakan. Hatiku selalu menjerit setiap kali akronim itu kudengar. Kami kembali hening selama beberapa saat, dan aku masih terpejam. Merasakan sentuhan jemari Witan di wajahku.

Aku bisa merasakan jarak kami menjadi semakin dekat. Dahi kami kini menempel dan deruan napas Witan menjadi semakin jelas. Dia meraih tengkukku, membuat bibir atasnya dan milikku bersentuhan.

"Maaf, mas, mbak."

Suara itu membuatku dan Witan segera menjaga jarak. Seorang cleaning service membuatku segera tersadar dan kembali ke daratan.

Aku mengulum bibirku dan memejamkan mataku kesal. Dalam hati aku merutuk,

"LO KENAPA SIH, AYA?! SADAR WOY! DIA WITAN PACARNYA GHINNA! LO SEKARANG NUNGGU TRISTAN, BUKAN WITAN!"

✨✨✨

100+ votes and 20+ comments for next part!

Thankyu! 💋

8 Juni 2019

Read Your HeartWhere stories live. Discover now