3 : Sorry

1.7K 259 7
                                    

Namaku Gayatri dan sekarang berada di klinik. Menatap cemas Tristan yang diam tapi wajahnya merintih, mencoba menahan sesuatu yang rasanya sangat menyakitkan. Dia hanya terpejam, lemas tidak berkutik.

Kata terakhir yang ia ucapkan kepada salah satu pembina kami adalah pusing. Kedua bambu itu ternyata tidak mengenai punggungnya semua, hanya salah satu. Sementara yang lain menimpa kepala Tristan.

"Tan, maaf."

Kugenggam tangannya, kucoba tahan air mataku yang rasanya ingin jatuh begitu saja. Dia yang tadinya terpejam itu sayup-sayup membuka matanya dan tersenyum samar.

"Bukan salah lo, Ya," katanya. Kenapa laki-laki ini terus tersenyum walaupun dirinya kesakitan.

"Maaf," dan akhirnya air mataku jatuh.

Senyum tipisnya itu masih belum turun, tangannya terulur hendak mengusap air mataku tapi tangannya terhenti ketika suara Ghinna begitu nyaring menggema di dalam ruangan. Tangan itu beralih melambai ke arah Ghinna, dan akhirnya aku mengusap air mataku sendiri.

Ghinna mendekat, berdiri di sampingku. Tubuhnya itu seolah berusaha menutupiku yang duduk ini dari hadapan Tristan. Bukan seolah sepertinya, tapi sengaja, atau hanya perasaanku saja.

"Tristan...." kata gadis itu lirih begitu tiba, diraihnya tangan Tristan. Digenggamnya begitu erat, bahkan Ghinna berlutut dan membuatku seperti orang jahat di antara mereka berdua.

"I'm fine," ujar Tristan, mencoba membuat gadis itu tidak khawatir. Saat itu juga air mataku kembali jatuh.

"Ya, bisa tinggalin gue sama Tristan?" pinta Ghinna, tapi aku menggeleng. Menolaknya.

"Kata perawatnya gue suruh nungguin dia dulu sampai dokternya datang," jelasku, tapi wajah Ghinna tampak tak terima.

"Kan ada gue," balasnya. "Ngebet banget sih pengen deketin pacar gue?"

"Kata Pak Ridwan gue juga suruh nungguin Tristan soalnya gue juga nganggur, bantara lain kan harus ngelanjutin acara. Termasuk lo." Kutatap Ghinna tanpa ekspresi, sepertinya dia juga tahu aku menangis tadi setelah melihat mataku yang basah dan memerah. "Skakmat."

"Aya, lo kan juga bisa gantiin gue," dia masih tak mau mengalah. "Anjir, nih cewek kagak mau ngalah."

Hingga akhirnya Tristan angkat bicara, "Ghin, udah kamu balik aja. Aya bisa jagain aku kok."

"Tapi--"

"It's okay."

Tristan tersenyum dan sepertinya semesta sedang berpihak kepadaku.

"Gue takut lo digodain sama dia, Tan." Ghinna menatap nanar Tristan, berharap laki-laki itu mengerti maksudnya, tapi malah aku yang mendengarnya. "Beneran enggak apa-apa?"

Tristan mengangguk dan akhirnya Ghinna pergi dengan langkah berat.

"Kepala lo masih pusing?" tanyaku begitu Ghinna pergi. "Dokternya lama banget enggak datang-datang."

Tristan terkekeh. "Udah enggak terlalu sih, masih berat aja rasanya. Kalau tadi sampe kunang-kunang gitu, berasa mau pingsan."

Aku mendengus kesal. "Gitu lo bilang enggak apa-apa."

"Gue cuma enggak mau lihat lo nangis dan merasa bersalah, Ya," sahutnya, lalu tertawa pelan ketika melihat wajahku yang campur aduk itu.

"Dasar."

"Aya?"

"Hmm."

"Gue udah hapal dikit-dikit teks dramanya," ujarnya tiba-tiba, membuat wajahku semakin kesal.

"Masih sempet aja. Gila kali gue orang sakit gue suruh latihan drama," ketusku, tapi aku khawatir kepadanya.

"Gue bosen nih. Selagi masih inget, nanti kalo gue amnesia gimana gara-gara enggak inget?"

Aku mendengus pelan. "Namanya amnesia ya enggak inget, Sultan."

"Gue masih pangeran, belum jadi Sultan," candanya lagi, ngereceh tapi krispi. Sayangnya aku tertawa.

Aku memutar bola mataku, gemas. "Oke, cepetan ngomong."

"Aya, sebenarnya aku sudah tidak lagi mencintai dia. Hanya kamu."

Eh.. tunggu. Ini adegan ketika June marah kepada Karel karena Karel masih berhubungan dengan Mia bahkan digosipkan kabur dari istana bersama Mia.

Jadi, aku hanya diam dan menatap.

"I'm in love with you and I always do, Aya."

Aku masih diam. Mencoba mencerna perkataannya yang terasa ganjil. Tristan menggenggam tanganku, juga menatap mataku walaupun ia masih terbaring. Hingga akhirnya aku sadar satu hal, harusnya itu June.

June, bukan Aya.

Detik itu juga detak jantungku jadi tidak beraturan. Kutatap matanya lekat-lekat, berusaha membaca isi pikirannya tapi tetap saja tidak bisa.

"Aya?"

"Iya, Aya."

Apa maksudnya? Tolong, jelaskan padaku.

🌸🌸🌸

2 Januari 2019

🌸🌸🌸

Happy New Year! 🎉

Read Your HeartWhere stories live. Discover now