29 : Words

1.1K 219 18
                                    

Suara deburan ombak terdengar jelas di telingaku. Beberapa burung camar juga melintas di atas langit untuk kembali ke rumah mereka.

Namaku Gayatri dan sekarang, Witan sedang menculikku.

Iya.

Setelah kelas tadi dengan iming-iming akan mengajariku bab genetika manusia, dia menculikku kemari. Ke sebuah tempat yang sebenarnya berada tak jauh dari rumahku.

Dia membawaku ke tepi pantai, ke ujung dermaga untuk menikmati senja katanya. Padahal aku sudah sering kemari dan mendengarkan cerita ayahku tentang dirinya di masa lampau.

Tentang ayahku yang bertemu dengan ibuku versi tua, tapi bukan berarti usia ibuku tua saat itu. Tentang dirinya dan seseorang bernama sama sepertiku, Gayatri tapi dia adalah ibuku. Padahal ibuku bernama Aluna. Entah aku juga bingung maksudnya.

"Cukup duduk di sini. Temani aku sampai matahari tenggelam, terus kita ke rumah kamu dan belajar genetika," ucapnya seraya tersenyum simpul ke arahku dan aku hanya menatapnya tanpa berkata-kata.

Deburan ombak sesekali mengenai kaki kami yang telanjang ini. Semakin lama, langit mulai berubah menjadi jingga menuju hitam.

"Semesta baik ya," celetukku sembari menatap matahari terbenam di atas dermaga ini. "Dia memberi sesuatu yang indah dengan cuma-cuma."

"Awalnya aku kira dia juga baik, Ay, tapi nyatanya enggak." Dia tersenyum samar. "Aku minta supaya aku bisa ketemu sama orang yang aku suka. Aku minta supaya aku bisa mengubah takdir yang ada, bahkan memberi jaminan untuk mengubah semuanya. Sayangnya, situasi yang aku dapat masih sama, Ay."

Aku hanya menatapnya. Dia menatap langit senja penuh kecewa, seiring dengan senyum getir yang mengembang di wajahnya.

"I'm still her best friend's, she and me still stuck in unnamed-zone. I do love her, but now I think she don't like me anymore."

Kata demi kata yang terdengar frustrasi itu terucap dari bibirnya. Kini dia tersenyum, ke arahku. Dengan sorot mata yang penuh kecewa juga putus asa, dia menatapku.

Aku tidak tau apa yang terjadi padaku. Entah karena kata-katanya yang terdengar menyedihkan atau apa, dadaku terasa sesak begitu saja.

Hanya karena matanya yang tertuju padaku juga senyumnya itu. Tanpa sadar kuremas celanaku hingga akhirnya aku menangis tanpa tahu sebabnya. Rasanya menyesakkan, tapi ada lega yang tersirat juga. Juga sedikit rasa senang, yang aku tidak tahu darimana sumbernya.

"Ay? Kamu kenapa?" Dia mendekatiku. Mengusap lenganku sembari bertanya bingung juga panik. "Aya?"

Aku hanya menggeleng. Mengusap air mataku dan entah kenapa tangisku pecah begitu saja. Dia kemudian memelukku. Membiarkanku bersandar di dadanya yang bidang. Aroma parfumnya membuatku tenang. Perlahan tanganku kini meraih kausnya. Mengenggamnya dengan erat seolah tidak ingin membiarkannya pergi saat ini.

"Kak?"

"Hmm?"

"Say something for me."

"Ild, Aya."

Detik itu juga, aku membenamkan wajahku dipelukkannya. Memeluknya dengan erat. Rasanya seperti bertemu dengan seseorang yang sudah lama tidak kau jumpai, tapi aku bertemu dengannya hampir tiap hari.

Jangan tanya kenapa.

Aku juga tidak tahu.

Tapi di sini,

Hari ini,

Detik ini,

Rasanya aku sangat merindukannya.

🌸🌸🌸

Targetnya masih sama yaw! 😋

See you after 100+ votes! ^^

Jangan lupa komen juga ya!

Thankyu!

21 Mei 2019

Read Your HeartWo Geschichten leben. Entdecke jetzt