#42 Mengalir Bak Air

87 14 0
                                    

Hye Ri memandang sebuah lukisan yang terpajang di dinding. Ia menghadiri sebuah pameran lukisan. Namun, ketika ia sampai acaranya baru saja berakhir dan jadilah dia yang tersisa dan beberapa pengunjung galeri yang baru saja datang setelah dia.

Lukisan itu adalah sebuah lukisan abstrak. Mungkin, di mata Hye Ri lukisan itu tak terlalu mengagumkan untuknya karena ia tidak mengerti dengan dunia lukisan atau para senimannya. Hye Ri hanya berkunjung itu saja.

Dari sudut sini, sebuah pasang mata mengamati Hye Ri dari jarak yang cukup jauh untuk tak dilihat olehnya. Manik Jae Han menguar kerinduannya saat melihat Hye Ri setelah cukup lama.

Jae Han segera bersembunyi ketika Hye Ri telah berbalik dan akan beranjak dari situ. Ia tak ingin ketahuan, lebih tepatnya ia belum siap untuk bertemu langsung dan berada lebih dekat di sampingnya. Jae Han tak bisa melakukan itu. Tak bisa.

Hye Ri melangkah dengan lemah. Terbesit dari maniknya ia begitu merindukan sosok Jae Han yang setiap saat berada di samping, yang selalu memberikan senyum kasih padanya, yang selalu siap memberikan pundaknya untuk sandarannya, Hye Ri merindukan saat-saat mereka bersama.

Ia melangkah dengan mata lurus ke depan. Tatapannya sedikit-sedikut menjadi kosong hingga ia tak sadar akan keberadaan Jae Han yang berada tepat di sampingnya saat ia melewati sebuah pilar besar disana. Jae Han turut menatap langkah Hye Ri dengan nanar.

*****

Kacamata dengan lensa bening terpasang kokoh di hidungnya yang mancung. Dokumen ditangannya ia baca dan memeriksa dengan sangat teliti. Ia mengernyit sejenak, melepaskan kacamatanya akibat keperihan yang sudah berjam-jam menatap kertas dan komputer secara bergantian. Matanya lelah hingga memerah dan berair. Andai ia memiliki waktu sedikit untuk menyempatkan beristarahat, maka kantung mata dan lingkar hitamnya akan sedikit berkurang, dan itu akan jauh lebih baik dibandingkan tidak sama sekali.

Ia membaca kertas-kertas itu lagi, namun kali ini ia tak memakai kacamata seperti sebelumnya yang baru saja ia lakukan. Ia kemudian teralihkan oleh seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.

"Daepyonim..." sapa sekretaris Im. Raut wajahnya menampilkan kalau ia tampak ragu-ragu dan ada yang membuatnya seolah tak nyaman.

Shi Kyung menyengrit. "Ada apa?"

"Aku meminta cuti hari ini dan dua hari ke depan." Kata sekretaris Im dengan tegas dan serius.

"Tiba-tiba?" Tanya Shi Kyung bingung. Pasalnya, selama ini sekretaris Im bekerja seperti orang gila seperti dirinya. "Hyeong, tidak pernah meminta cuti sebelumnya." Imbuh Shi Kyung menegaskan situasi yang terjadi.

"Iya. Aku harus menyempatkan waktuku bersama kekuargaku. Istri dan Putriku ingin aku menghabiskan waktu bersama mereka dalam beberapa hari ini. Apa boleh?"

Sudut bibir Shi Kyung terangkat. "Tentu saja. Aku hampir lupa kalau Hyeong adalah seorang Ayah."

Sebersit rasa lega menyelimuti sekretaris Im saat mendengar persetujuannya.

"Apa aku boleh bergabung?" Tanya Shi Kyung dengan serius.

"Tidak! Anda tidak boleh menganggu." Kata sekretaris Im dengan cepat.

Shi Kyung kemudian terkekeh. "Aku bercanda, Hyeong. Hanya bercanda..."

"Anda tidak boleh bercanda dengan wajah seperti itu, Daepyonim." Ujar sekretaris Im yang tidak senang dengan candaan Shi Kyung.

"Baiklah... aku minta maaf." Ucapnya tulus.

"Aku permisi dulu. Aku harus menjemput putriku dulu."

ANDANTE 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang