15 - Afixi (Part 1)

24 4 0
                                    

Setelah sekitar satu setengah hari, Sienna tiba di Akademi Palawan bersama dengan Aesa dan Vann. Perkiraan Aesa mengenai berapa lama waktu tempuh mereka ke akademi rupanya cukup akurat. Lebih akurat daripada sihir portalnya.

"Baiklah, apa yang kalian lihat di depan kalian?" tanya Aesa. Ia mendahului Sienna dan Vann, kemudian berhenti. Dua orang di belakangnya ikut berhenti.

Sienna dan Vann menjawab serentak, "Hutan." Aesa menyeringai, ini sesuai dengan dugaannya.

"Secara kasat mata, ini memang hutan." Aesa kemudian berbalik membelakangi mereka berdua, dengan gerakan sederhana melalui tangannya, ia lalu mengucapkan, "apokalýpste."

Sebuah distorsi tercipta di udara, tepat di depan mereka bertiga. Perlahan, terlihat pemandangan lain di dalam distorsi seperti portal yang pernah diciptakan oleh Aesa sebelumnya.

"Ayo," ajak Aesa yang melangkah terlebih dahulu masuk ke dalam distorsi tersebut.

Sienna dan Vann sama-sama terkesannya ketika memasuki distorsi itu. Sebelum masuk ke dalamnya, Vann sempat meraba-raba seolah ada sesuatu di antara dua alam yang sedang ia lihat dan satunya yang sedang ia tempati. Ada angin yang menerpanya ketika memasuki distorsi itu, tetapi hawanya tidak berubah sama sekali.

"Apa itu tadi?" tanya Sienna, menoleh sejenak ke arah distorsi yang kini menghilang. Lalu tatapannya kembali pada Aesa yang berada beberapa meter di depannya sambil terus mengeliminasi jarak antara mereka berdua dengan mempercepat langkah kakinya.

Sementara itu, Vann masih mengedarkan pandangannya ke dunia yang baru saja ia masuki.

"Akademi dibangun di atas sumber sihir yang besar. Jadi duluuuuu sekali ketika akademi dibangun, mereka memberikan sihir yang simpel dan efektif ini agar dunia luar tidak mengetahui letak akademi di Nazrrog. Jadi sampai sekarang, tidak ada orang non-akademi yang mengetahui letak akademi." Aesa menjelaskan dengan permainan tangan untuk mendukung bagaimana ia berbicara.

"Selama itu?"

"Yah," Aesa menghela napas. "Akademi memang tempat yang ketat untuk urusan-urusan seperti itu."

"Aku terkesan dengan integritas yang dimiliki oleh akademi," celetuk Vann. Kemudian mengejar langkah kedua orang di depannya hingga dapat berjalan sejajar. Kalimat Vann barusan diberi sebuah anggukan setuju oleh Aesa. "Tapi kalau tidak ada orang biasa yang bisa masuk ke dalam sini, apa yang akan mereka lakukan denganku nanti?"

"Tidak juga," Aesa memberi jeda. "Kau tidak tahu bahwa mereka tidak memperbolehkan orang non-akademi keluar dari akademi?"

Vann langsung berhenti. Langkah kakinya ingin ia tarik kembali untuk mundur keluar dari sana. Namun sebelum genap ia menyelesaikan pikirannya mengenai hal yang tidak-tidak, Aesa tertawa lepas.

"Hahahaha. Tidak-tidak, aku hanya bercanda." Vann sangat lega ketika mendengar bahwa Aesa hanya main-main. "Tapi mereka mungkin akan menghapus ingatanmu bahwa kau pernah kemari."

"Hei, itu tidak membantu!" protes Vann sambil menelan ludah.

Aesa menaikkan bahunya dan memberi sejumlah ekspresi yang menunjukkan bahwa dia tidak yakin, "aku hanya berkata mungkin."

"Apa, kau jadi takut untuk masuk ke sana?" ejek Sienna yang berhenti dan menatap Vann ke belakang.

"Ti-tidak, lah!" Vann kembali berjalan meski tidak secepat tadi.

Sienna dan Aesa lantas tertawa.

Mereka mengikuti jalan setapak berupa batu-batu yang ditata secara sederhana di antara pepohonan yang tidak terlalu rimbun. Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya terlihat bangunan pertama di sela-sela pepohonan. Aesa—seperti ketika akan membuka sihir distorsi sebelumnya—berjalan mendahului kedua orang di sebelahnya dan berhenti di salah satu pohon yang besar untuk menutupi seluruh sisi dari dirinya. Ia menatap Sienna dan Vann dengan tangan yang terangkat tidak lebih tinggi dari bahunya. Mereka berdua berhenti.

The Runaway ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang