00 - Avgí

202 22 5
                                    

Di sebuah ruangan berbentuk bulat terdapat sebuah kristal kuno di tengah-tengahnya. Lantainya berundak-undak hingga pusat lingkaran kristal. Di atas kristal tersebut, tidak ada atap yang melindunginya. Sinar matahari menyinarinya tiap siang, dan sinar rembulan meneranginya tiap malam. Di sisi ruangan yang berbentuk bulat tersebut, terbentang tembok setinggi kurang lebih tiga meter. Ada tanaman rambat yang menempel di hampir semua tembok, seolah menjadi saksi betapa tuanya bangunan tersebut. Meski hanya tembok biasa berupa batu alam, tembok itu memiliki semacam sihir pembatas tak kasat mata yang melindunginya. Di dalam ruangan tersebut, tidak ada sihir yang dapat digunakan untuk menghancurkan kristal itu. Kristal tersebut istimewa dan tidak seperti kristal pada umumnya.

Konon, kristal itu dapat berbicara. Konon, kristal itu dapat meramal masa depan.

"Sebuah masa gelap yang baru akan datang," kristal itu berkata, dengan nada lirih dan tiba-tiba, seperti tidak ada yang menyangkanya akan berbicara. Seorang keeper yang bertugas menjaga kristal itu langsung mengalihkan perhatiannya kepada kristal yang menyala namun cukup redup untuk dipandang secara telanjang mata. Malam itu tidak dingin, justru cerah tanpa awan yang menghalangi sinar bulan yang menerangi. Angin hanya meniup secara santai dan membuat daun-daun di ranting pohon bergoyang. "Dan seorang elf akan dipanggil untuk memenuhi takdirnya sebagai..." kristal itu berhenti sejenak, kalimatnya menggantung sebelum genap untuk menyelesaikannya, "...avgí." Nadanya yangterdengar tenang itu seolah memiliki kekuatan hebat—tiba-tiba saja lenyap, membuat satu-satunya makhlukyang di sana menanti menjadi gugup.

"Oracle?" panggilnya kepada kristal yang cahayanya menghilang sedikit demi sedikit dengan sebutan oracle. Makhluk berbulu yang sebelumnya memperhatikan kristal itu langsung berdiri tegak. "Avgí... avgí... avgí," ucapnya berulang kali seperti seorang murid yang sedang menghafal untuk menghadapi sebuah ujian. Perasaannya takut. Takut bahwa ini adalahberita besar yang harus disampaikan. Tubuh gemetarnya menjadi representasiotaknya yang mencoba untuk mengingat dengan keras.

Makhluk berbulu putih yang tampak berkilau di bawah sinar bulan itu segera pergi dari ruangan. Ia berlari sekencang yang ia bisa lakukan, tujuannya hanya satu.

Ia berlari menuju bangunan lain yang terpisah dari tempat kristal itu berada. Ia melewati beberapa bangunan tua yang temboknya berbahan batu alam yang sudah tidak memiliki warna aslinya. Hampir tidak ada makhluk lain yang ia temui sepanjang rutenya karena ini sudah larut lewat tengah malam.

"Avgí...!" teriaknya, hampir membangunkan beberapa makhluk lain di sekitar tempatnya berdiri. Ada kegaduhan yang tercipta, namun menenang dengan cepat. "Oracle memberikan ramalannya!" kalimatnya barusan ia ucapkan bersamaan dia membuka pintu yang berada di depannya dengan paksa, lebih seperti didobrak.

Di balik pintu itu, tampak seorang pria dengan kacamata bulat terpasang di antara hidung, sedang duduk di kursi. Ia menaikkan tatapannya dengan melirik melalui bola matanya, mengalihkan perhatian dan pandangannya dari hamparan kertas di atas meja ke arah makhluk berbulu putih dengan napas yang seperti baru saja diburu oleh naga.

Dengannada tenang yang antusias, pria itu mengeluarkan suara, "ada keributan apa lagi ini?"

Makhluk itu mencoba mengatur napasnya selagi tangan kirinya berpegangan pada sisi mulut pintu untuk mengamankan keseimbangannya yang sedikit goyah karena adrenalin yang baru saja berpacu di jantungnya. Setelah beberapa tarikan napas yang kian menenang, ia mencoba untuk kembali mengatakan apa yang ia dengar sebelumnya dari kristal.

"Avgí..." ucapnya, namun dengan cepat ia mengulangi dan membenarkan, "Elf... takdir... avgí..." ucapnya sedikit tersengal-sengal.

The Runaway ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang