Twelve

895 33 0
                                    

James mengurut keningnya pusing. Para komisaris dan pemilik saham masih bersikap kontra dan memusuhinya. Pasalnya sampai sekarang saham perusahaan masih berada titik terbawah dalam beberapa dekade. Harusnya ia senang jika saham perusahaan tak ada peningkatan. Bukankah dengan begitu perusahaan besar ayahnya ini akan jatuh?

Namun, komisaris dan para pemilik saham tak akan membiarkan kejatuhan itu terjadi. Mereka bahkan datang dengan solusi baru agar perusahaan dapat terselamatkan. Solusi baru itu terdengar seperti bencana di telinga James.

"Mari kita kembalikan Tuan Evan memimpin perusahaan, atau biarkan putra sulungnya Caleb Edison menggantikan James Edison."

"Sialan, babi-babi tua gila harta itu," umpat James lantas melempar laporan yang sejak tadi ia genggam.

Erick yang melihatnya hanya menghela napas lelah. Sama lelahnya dengan James. "Kau semakin jauh dari rencanamu, tapi ibu tirimu dan putra kesayangannya semakin dekat dengan impian mereka untuk mendapatkan kuasa di perusahaan ini."

"Ya, sejak kedatangan Jessica. Rencanaku sudah tak sama lagi. Mereka benar-benar keparat, memasukkan Jessica dalam perang ini." James menyambar ponselnya, melacak lokasi Jessica. Masih di tempat sama, studio Ruby Jane Entertainment dan tak bergerak. Hari belum sepenuhnya ditelan malam, latihan yang berat seperti yang Jessica alami bertahun-tahun yang lalu pasti akan berakhir pada malam hari. James sudah sering menyaksikan latihan menyakitkan Jessica. Walau bagi sebagian orang, pekerjaan sebagai model sering dipandang remeh, tetapi Jessica menyadarkan James bahwa di dunia ini tidak ada pekerjaan yang mudah.

"Mau minum sebentar? Koleksi wine milikmu belum kausentuh sejak pernikahan." Erick menunjuk lukisan besar bergambar kuda di tengah ruangan. Kulkas berisi minuman mahal milik James tersembunyi di sana.

"Aku saja melarang Jessica minum, masa aku juga minum. Untuk sementara aku juga istirahat minum dulu. Aku ingin segelas minuman bersoda dingin dengan banyak es di dalamnya."

"Wow, kau jahat sekali James. Kau memperlakukannya seperti tahanan daripada seorang istri." Erick menyilangkan kedua tangan di depan dada lantas menggeleng tak percaya.

"Di kontraknya sudah tertulis seperti itu, dia harus menurut apa pun perintahku. Dia pun memandang pernikahan juga seperti itu. Sebuah penjara," sahut James lemas.

"Lalu buatmu sendiri, pernikahan itu apa?"

James sesaat ragu. "Mimpi," sahutnya dengan pandangan mata yang tak lagi fokus, pikiran melayang entah ke mana

Dering ponsel lama James mengusik, menarik kembali fokus direktur muda. Nama Lara Edison berkedip di layar. "Halo, Bu. Ah, aku sedang istirahat. Ada apa? Theodore kejang lagi?!" James bangkit dari kursi putarnya, meraih jaket asal-asalkan. Ia hendak pergi.

"Dia sudah tidak apa-apa James. Sekarang dia sudah makan es krim favoritnya seperti biasa. Hanya saja sejak tadi dia rindu mendengar suaramu."

"Ya Tuhan, kupikir kondisinya kritis." James terduduk lemas di kursi putarnya. Belum habis dengan keadaan di kantor yang kian melelahkan, kini ia hampir dibuat serangan jantung karena kondisi adiknya. Theodore berkebutuhan khusus. Sejak terlahir, ia memang mendapatkan perhatian berlebih dari anggota keluarga lainnya. Walau hanya terbatas pada James dan ibu James sendiri. Ayahnya telah lepas tangan, apalagi dengan Elaiza dan Caleb yang seakan terganggu dengan kelahiran Theodore yang malang.

"Kau sudah lama tak main ke rumah, dia menanyakan dirimu dan Jessica terus-terusan. Sejak skandal itu muncul kau sama sekali tak pernah main ke sini. Sejak pernikahanmu yang mendadak itu kau juga sudah tak pernah menghubungi Ibu. Apa ada hal yang mengganggu?" tanya Lara dari seberang telepon.

Prisoned in Marriage [END | PROSES TERBIT]Where stories live. Discover now