Nineteen

858 31 0
                                    

"Sam, tenanglah. Jangan melakukan hal yang gegabah!"

"Kita bisa selesaikan ini baik-baik. Tolong jernihkan pikiranmu."

"Kalian mana tahu perasaanku?! Aku sudah kehilangan seorang adik!"

Kericuhan di depan studio latihan tertangkap telinga Jessica. Ia bergegas memasuki studio dan mendapati kondisi di dalamnya mengkhawatirkan. Beberapa calon model memegangi Sam yang lejar di lantai. Tangan kanannya menggenggam sebilah pisau lipat, sementara pergelangan tangan kirinya mengeluarkan darah.

"Apa yang terjadi di sini?" Jessica membuat beberapa dari mereka menyingkir, membelah jalan untuk Jessica. "Kenapa kau mau bunuh diri, Sam? Masa depanmu masih panjang!"

"Untuk apa aku hidup jika aku tidak bisa menjaga adikku, lebih baik aku mati saja agar bisa menyusulnya. Dasar pria bejat! Perusahaan sialan!" umpat Sam masih berusaha melepaskan diri dari cekalan yang menahan tubuhnya.

"Kita harus memberikan dia pertolongan pertama. Cepat bawa Sam ke mobil!" perintah Jessica. Tak butuh waktu lama bagi Jessica memberikan instruksi membawa Sam ke mobil. Sementara beberapa calon model lain sibuk dengan Sam, Jessica lantas menahan Miya.

"Bisakah aku minta bantuanmu lagi? Kau masih ingat dengan rekaman percakapan dua pria yang kukirim waktu itu bukan?" tanya Jessica.

"Apa yang bisa saya bantu?" balas Miya dengan tatapan ragu.

"Ajaklah mereka agar bergabung denganku. Aku akan mengabulkan apa saja permintaan mereka, asal mereka mau bekerja di bawah perintahku. Aku akan kirimkan detailnya padamu besok pagi. Kita bertemu di kafe di seberang gedung. Dan kau tahu, aku tidak memberikanmu tawaran gratis. Ada harga untuk bantuan yang kuminta darimu, tenang saja."

Miya menatap mentornya ragu.

"Aku tahu kalau kau sedang butuh uang karena ayahmu akan operasi paru-paru dalam hitungan minggu. Ingat, uang yang aku berikan padamu bukan dalam jumlah sedikit. Hubungi aku jika kau sudah memutuskan," imbuh Jessica lantas meninggalkan Miya.

Ia harus menyusul Sam menuju klinik. Mengumpulkan pernyataan mereka untuk disebar ke media sosial lebih efektif sekarang. Di tengah jalan ia tiba-tiba saja menghentikan langkah.

Aku sudah berubah seperti mereka, Elaiza dan Lara. Memanfaatkan orang-orang untuk mencapai keinginan. Sialan!

Ada satu bagian dari diri Jessica yang ingin melepaskan diri dari belenggu keluarga Edison. Bahkan walau itu berarti ia harus berpisah dengan James juga.

"Nyonya Jessica, sepertinya Anda sedang banyak pikiran," tegur bodyguard yang tengah menyetir.

"Ya, kau juga tahu sendiri betapa sibuknya kami akhir-akhir ini. Aku hanya ingin cepat-cepat menyelesaikannya. Siapa yang bilang kalau jadi orang kaya itu menyenangkan?" Jessica berdecih.

"Orang kaya hanya senang karena banyak uang, tapi uang itu tak akan membeli semua kebahagiaan," balas pria berkepala plontos tersebut.

"Ya, aku juga baru itu saat menikah dengan bosmu. Siapa juga yang bilang kalau pernikahan itu menyenangkan? Alih-alih bebas, aku justru selamanya akan menjadi tahanan. Bukankah hidup bebas lebih membahagiakan? Bagaimana menurutmu?"

Pria itu terkekeh sejenak. "Kalau saya lebih memilih menjadi tahanan tapi terlindung di balik kuatnya dinding penjara. Dapat makanan gratis, tak perlu bekerja, sudah dapat jaminan kesehatan pula. Sisi buruknya karena harus berseteru dengan penghuni yang lain."

"Ah, kalau begitu jangan bicara padaku. Kita sudah beda pemikiran," balas Jessica sambil mengulas senyum miris.

"Kalau begitu saya giliran bertanya pada Anda. Apa yang menyenangkan dari hidup bebas tapi dikelilingi bahaya? Bukankah dinding penjara lebih menjamin nyawa walau gerak kita jadi terbatas. Anggap saja pernikahan Nyonya dengan Tuan seperti itu."

Prisoned in Marriage [END | PROSES TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora