Bab 25

58.3K 4K 382
                                    

"Dari mana saja kamu tadi malam?"

Saat ini mama sedang menanyaiku. Semalaman aku tidak bisa tidur karena memikirkan pembicaraanku dengan Argenta tadi malam. Kini, paginya aku harus kembali menghadapi interogasi mama di meja makan.

"Dari rumah teman, ma." jawabku lesu. Paling tidak jawabanku bukan sepenuhnya bohong.

Mendengar jawabanku tidak membuat mama puas. Seperti biasa mama tetap menanyaiku dengan nada tidak suka. "Sepenting apa sih temanmu itu sampai kamu meninggalkan acara semalam? Mana lagi perginya gak bilang-bilang bikin semua orang kerepotan saja untuk mencarimu." Cerocos mama kesal. "Biar kamu tahu Argenta harus meninggalkan acara pestanya sendiri untuk ikut mencarimu. Malah dia yang repot-repot mau menunggumu pulang yang tak tahu kapan pulangnya. Jawab mama jam berapa kamu pulang tadi malam?!"

Dan seperti yang diketahui komunikasiku dengan mama tak pernah bisa berjalan dengan damai. Hanya saja pagi ini aku sedang tidak bersemangat untuk meladeni mama. Aku takut bila aku menuruti keinginan hatiku, maka bisa dipastikan terjadi pertikaian di meja makan ini. "Tengah malam, ma," jawabku pelan, namun mataku meminta bantuan ke papa untuk menolongku kali ini.

Untungnya papa cepat tanggap dengan kode mataku. Belum sempat mama melanjutkan kata-katanya, papa sudah lebih dahulu mengambil alih pembicaraan. "Ya sudahlah ma yang penting kan putri kita tidak kenapa-napa. Biarkan saja dia melakukan apapun yang dianggapnya baik. Ana sudah dewasa. Dia sudah lebih tahu dalam mengambil tindakan. " ucap papa menenangkan kekesalan mama. Mau tak mau mama dengan berat hati menghentikan interogasinya kepadaku.  "Kamu juga An, kalau mau pergi seharusnya bilang dulu sama kami biar kami tidak khawatir." Tatapan mata papa mengarah kepadaku, tapi tak ada kemarahan di sana. Yang ada hanyalah senyum kebijaksanaan sebagai orang tua.

Mendengar ucapan papa aku langsung menganggukkan kepalaku. Aku malas mengatakan bahwa aku telah mengirimkan pesan kepada mas Indra yang memberitahukan kalau aku menemui temanku. Toh sudah kejadian untuk apalagi dijelaskan.

"Teringatnya An, jam berapa semalam Argenta pulang? Kami jadi tidak enak karena dia yang nungguin kamu semalam. "Pertanyaan papa menghentikan kegiatan mama yang sedang memminum teh hijau kesukaannya.

"Iya, jam berapa Argenta semalam pulang? Soalnya mama tidak merasa Argenta pamit pulang." Tanya mama dengan tatapan menyelidik. Dan itu berhasil membuatku canggung.

"Argenta tidak ingin mengganggu istirahat mama dan papa semalam. Dia hanya menitipkan salamnya saja kepada papa dan mama." Karangku asal. Soalnya aku tidak ingin keluargaku mengetahui apa yang terjadi semalam antara aku dengan Argenta.

Seperti biasa mama tersenyum puas mendengar kelakuan menantu kesayangannya itu versi karangan bebasku. Bagi mereka, khususnya mama, Argenta adalah sosok yang sempurna di mata mereka. Seandainya mereka tahu aku menyakiti hati Argenta tadi malam, maka bisa dipastikan akan apa yang kuterima nantinya.

***

Siangnya seperti janjiku semalam, aku mentraktir Frans untuk makan siang. Ucapan terima kasihku atas bantuannya kepadaku semalam.

"Berapa banyak yang bisa kumakan?" Dengan antusias Frans menatap buku menu yang ada di tangannya. Kali ini aku memilih mengajak Frans di restoran yang berada di hotel bintang lima.

"Sesukamu. Hanya saja usahakan harganya yang paling murah." Jawab ku sok serius mengerjai Frans.

Mendengar jawabanku Frans mengangkat kepalanya menatapku. Ada kekesalan di wajahnya. "Kamu tidak serius untuk meneraktirku." Ucapnya bersungut-sungut. Membuatku tak dapat menahan tawaku.

"Kalau begitu pilih makanan yang murah, tapi minumannya boleh yang mahal. Bagaimana?" Tawarku mencoba bernegoisasi dengan Frans sambil mengangkat alisku.

Terukir Indah NamamuWhere stories live. Discover now