Bab 3

63.1K 4.7K 114
                                    

Tanpa menyapa mbak Rita lebih dulu, aku langsung menyerahkan Josan ke tangannya. " Mas Indra yang maksa aku untuk menggendongnya." Kurasa aku perlu menjelaskan agar mbak Rita, kedua orang tuaku dan terlebih pria yang masih berdiri tenang disamping papa tidak salah paham.

Mengerti akan situasi dengan cepat mbak Rita membawa Josan ke sofa disamping jendela untuk dibaringkan.

"Akhirnya datang juga kamu. Harus ya, papa kamu kecelakaan dulu baru kamu mau menampakkan batang hidungmu di hadapan kami!" Bukannya menyambut kedatanganku mama malah mengucapkan kata kata sinis kepadaku setelah tujuh tahun lamanya kami tidak bertemu.

"Ma, kenapa bicara seperti itu? Yang penting Joana kan sudah di sini bersama dengan kita," Mas Indra yang berdiri di belakangku berusaha membelaku di depan mama. Membuat mama mendengus tidak suka.

Tak ingin memancing emosi mama, aku menghampiri tempat tidur papa. Bukankah aku balik ke kota ini tujuannya adalah untuk menemui papa?

Sebelum aku mengucapkan sesuatu papa terlebih dahulu merentangkan tangannya agar aku masuk dalam pelukannya. "Kemarilah, papa sangat merindukanmu." Dengan hati hati aku masuk dalam pelukan papa, takut melukai dirinya.

"Sepertinya kamu lebih tertarik lihat Nipon di sana daripada lihat papa," aku tertawa mendengar candaan papa dalam pelukannya. Ternyata selera humor papa selama kutinggalkan tidak juga berubah. "Padahal lebih gantengan juga papa. Buktinya papa bisa punya anak secantik kamu."

Mendengar ucapan papa ada perasaan bersalah di hatiku karena memutuskan hubungan dengan keluargaku selama tujuh tahun ini. "Joana, minta maaf pa" bisikku spontan dengan lirih.

Sesaat aku merasakan tubuh papa menegang mendengar bisikanku. Lalu tanpa kuduga dengan suara seraknya papa mengucapkan sesuatu yang membuat mataku berkaca kaca. "Papa juga minta maaf sama kamu. Karena keputusan yang papa buat kamu malah semakin terluka. Maafkan papa ya..." Mungkin seandainya papa mengucapkan ini beberapa tahun lalu sulit bagiku untuk menerimanya. Namun seiring berjalannya waktu aku menyadari kedua orangtuaku tidak sepenuhnya salah dalam kejadian masa lalu.

Aku tidak tahu apakah semua yang hadir di sini mendengar apa yang kami ucapkan, soalnya suasana di ruangan ini yang tadinya berisik karena suara anak anaknya mas Indra berubah menjadi hening seolah olah mereka mengetahui apa yang terjadi.

Akhirnya papa melepaskan pelukannya terhadapku. Dapat kulihat dari dekat beberapa luka yang masih belum mengering menghiasi wajah papa.Papa tersenyum kepadaku dan kubalas dengan senyum yang tulus dari hatiku. Aku merasa sedikit beban di hatiku telah terangkat.

****

Sudah seminggu aku menemani papa di rumah sakit. Hubungan kami semakin baik. Aku mulai membuka diriku terhadap mas Indra, papa, juga mbak Rita tentang kehidupanku tujuh tahun ini selama tinggal di Jepang.

Sedangkan hubungan dengan mama terkesan tidak ada peningkatan. Baik aku maupun mama berusaha untuk tidak berada dalam satu ruangan. Kalau misalnya aku yang jaga papa,mama akan pulang ke rumah. Begitu juga sebaliknya, kalau mama yang jaga papa aku pulang ke rumah dengan alasan istirahat.

Mengenai Josan sebisa mungkin aku berusaha untuk tidak berjumpa dengan anak itu sampai aku kembali ke Jepang. Satu satunya yang menjadi masalah adalah keberadaan ayahnya Josan. Argenta.

Setelah kejadian dimana aku berdamai dengan keluargaku, sekalipun aku tidak pernah bertegur sapa dengannya. Sayangnya predikatnya sebagai menantu di keluarga kami membuatnya bebas untuk menjenguk papa. Tanpa bisa dihindari beberapa kali aku berjumpa dengan Argenta di ruangan papa. Untungnya seluruh keluargaku sampai saat ini seperti memaklumi tingkahku terhadap dirinya.

Terukir Indah NamamuWhere stories live. Discover now