Dean menoleh ke sampingnya dimana Zeta tertidur pulas dengan posisi bersandar di pundaknya serta memeluk lengannya.

Dean baru menyadari kalau dia berbagi tempat dengan Zeta dalam satu ranjang. Dilihatnya lagi wajah polos nan pucat milik Zeta.

"Cantik," batin Dean.

Dafrel hanya tersenyum tipis melihat interaksi kedua sejoli di depannya.

Perlahan mata Zeta terbuka dan orang pertama kali yang dilihatnya adalah Dean, sang tutor tersadis yang pernah Zeta kenal.

Zeta membenarkan posisi dan tatanan rambutnya, ia menengok ke arah sofa dan disitu sudah ada kakaknya yang sibuk bermain handphone.

"Sorry gue hubungin kakak lo," ucap Dean tiba-tiba.

"Darimana Kakak tau?" tanya Zeta.

"Temen basket. Ini," jawab Dean sambil menaruh handphone milik Zeta di nakas.

Dafrel menghampiri Zeta, Dean seakan mengerti situasi ia memberi ruang kedua kakak beradik itu untuk mengobrol. Ia turun dari tempat Zeta dan keluar ruangan.

"Ta ... maafin Kakak," lirih Dafrel lesu.

Zeta hanya mengerutkan kening sambil memasang wajah datar. Dia masih sedikit tidak terima dengan perlakuan Dafrel tempo hari yang lalu.

Dafrel menghela napas panjang melihat perlakuan adiknya terhadap nya. "Gue minta maaf," ucap Dafrel terakhir kali sebelum dia keluar dari ruangan itu.

Tetapi Zeta mencegahnya untuk tetap di ruangan itu. "Jangan pergi," cicit Zeta dengan mata berkaca-kaca.

Mata Dafrel berair tetapi cepat-cepat ia hapus agar tidak terlihat lemah di depan adiknya. Ia pun membawa Zeta dalam dekapannya dan mengecup puncak kepala adik tersayangnya itu.

"Gue gak akan pergi," lanjutnya dengan tersenyum seakan menyalurkan kekuatan untuk Zeta.

"Hiks ... hiks ... kenapa waktu itu Kakak gak nolongin gue sih!"  sentak Zeta sambil memukul kerasa bahu Dafrel.

"Sorry." Hanya itu yang bisa Dafrel ucapkan sekarang.

"Sorry? Haha sorry lo bilang! Dengan gampangnya lo minta maaf atas kejadian yang gue terima dan saat itu lo diem aja? Iya?!"

Zeta menarik infus yang berada di punggung tangannya dengan kasar. Dia mencoba untuk turun, tetapi kakinya seakan seperti lidi yang mudah patah dan sangat lemah.

"Awh," rintih Zeta.

Dafrel kemudian memeluk Dara dengan erat dan berkata, "Maaf Ta gue gak bermaksud gitu, kemarin gue diancem," jelas Dafrel.

Zeta menghentikan isak tangisnya dan mulai bertanya tentang ancaman yang didapat Dafrel. Dafrel menghela napas sebentar, ia kemudian menceritakan segalanya.

Dafrel baru saja pulang dengan masih memakai seragam basket bersamaan dengan datangnya Darel. Dafrel dan Darel memang sama-sama berlatih basket namun berbeda tempat. Tampan? Jangan ditanyakan, bahkan kalau dibandingkan, mereka lebih tampan jika sedang seperti ini.

"Kalian duduk!" perintah Aldo kepada kedua anaknya.

"Papa?" lirih Darel.

Mereka pun duduk dan Aldo langsung saja berbicara to the point.

"Dimana anak sialan itu?" ketus Aldo.

Dafrel dan Darel sama-sama terdiam, sebenarnya mereka juga tidak mengetahui keberadaan Zeta sekarang.

Aldo menghela napas. "Baiklah. Untuk kamu Dafrel, hari ini saya tidak ingin kamu menolong dia seperti waktu itu, kalau sampai itu terjadi uang jajan bulanan kamu Papa potong lima puluh persen," ancam Aldo.

"Kalau sampai itu terjadi, gimana biaya Zeta? Papa juga gak bakalan biayain
Zeta. Zeta maafin gue, gue terpaksa," pikir Dafrel.

Akhirnya Dafrel setuju dengan apa yang diucapkan Aldo barusan.

"J-jadi selama i-ni yang menuhin semua kebutuhan gue l-o Kak?" ucap Zeta terbata-bata. Dan Dafrel hanya menganggukkan kepalanya sambil semakin mengeratkan pelukannya.

"Papa jahat. Kak apa gue mati aja ya? Kan kalo gue mati Papa bakalan seneng," tanya Zeta tanpa sadar.

Dafrel menggeleng tegas, ia tidak ingin adik kesayangannya itu meninggalkan dunia, karena Zeta sudah seperti setengah diri dari Dafrel.

"Enggak!" tegas Dafrel.

Tiba-tiba Zeta merasakan sakit yang teramat di bagian kepalanya, dia merintih kesakitan dan Dafrel cepat-cepat memencet tombol disamping infus Zeta.

Tak lama dokter datang dan memeriksa Zeta, selama itu Dafrel tak henti-hentinya memohon agar adik kesayangannya bisa sembuh.

"Maaf Nak adik anda—" ucapan dokter itu berhenti seakan tidak tahan untuk melontarkan kata-kata selanjutnya.

~TBC~

Next?

GIZLITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang