Pertemuan Austin dan Jason

Start from the beginning
                                    

"Bagaimana bisa kau mengenali adikku!?" Tanyaku tak percaya. Benar-benar tak percaya hingga aku mencubit lenganku dengan sangat keras, berharap semua ini hanyalah mimpi atau khayalanku saja.

"Tidak penting bagaimana aku bisa kenal dengan adikmu, Malta, yang manis itu."

"Jangan macam-macam! Jangan pernah kau berani menyentuhnya!"

"Apakah aku melakukan sebuah kesalahan? Seharusnya kau berterimakasih. Aku baru saja mengantar adikmu pulang dengan selamat."

"Bagaimana kau tahu dia adikku?" Aku masih tidak percaya. Aku tidak pernah mengungkit Malta kepadanya. Aku tidak pernah mengunggah foto kami berdua di internet. Bagaimana mungkin?

"Mengapa harus sesulit itu? Aku tahu dia adikmu. Aku tahu dimana kau tinggal. Itu bukanlah hal yang sulit untuk dicari. Kita tidak sedang hidup di zaman batu, bukan?" Ia lalu menjauh dan kembali duduk di sofa.

"Apa sebenarnya rencanamu?"

"Aku tidak memiliki rencana apapun untuk saat ini. Masih aku pikirkan."

"Apa yang kau mau darinya!?"

Dia kembali berdiri dan menghampiriku. Raut wajahnya seketika berubah.

"Aku tidak menginginkan apapun darinya. Tetapi aku yang menginginkan sesuatu darimu! Kau tahu itu!" Katanya sambil menunjuk dadaku.

"Kau tidak perlu apapun dariku. Aku tidak memiliki sesuatu yang kau inginkan. Sebaiknya kau pergi dari sini!" Pintaku.

"Kau tidak berhak mengusirku. Malta yang mengundangku ke sini. Jadi jika kau ingin aku pergi, biarlah Malta yang melakukannya."

Dia selalu seperti ini. Selalu memiliki jawaban dari setiap pertanyaanku. Selalu ingin menjadi yang pertama. Tidak pernah mau mengalah. Berpura-pura baik di hadapanku. Menganggapku seperti kerabatnya sendiri. Tapi kini, dia menatapku dengan penuh kebencian. Seakan-akan aku telah membunuh ibu kandungnya sendiri.

"Kau tahu? Mengapa rasanya aku begitu bodoh saat itu. Mempercayaimu begitu saja. Kau memperlakukanku dengan begitu baik. Tapi ternyata selama ini kau hanya...kau hanya bersandiwara saja!"

"Tidak...sebetulnya kau tidak bodoh."

"Apa maksudmu?"

"Maksudku, untuk apa aku bersandiwara? Semua hal yang kulakukan untukmu, semuanya berasal dari ketulusanku. Aku memang menganggapmu sebagai kerabatku sendiri. Aku tidak berbohong untuk itu. Tetapi apa yang aku lakukan kepadamu saat ini, semua karena kesalahanmu sendiri. Aku tidak pernah bermaksud untuk melakukan itu. Justru kau lah yang mengkhianati kami semua. Teman-temanmu sendiri!"

"Apa maksudmu!" Aku mencengkram kaosnya dan mengarahkan tinjuku kewajahnya. Sebelum sempat, Malta menghampiri kami dan melerai kami berdua.

"Apa-apaan ini!? Bibi Eagle cepat kemari!" Malta berusaha menahan kami berdua yang ukuran badannya tiga kali lipat lebih besar darinya. "Apa yang kalian berdua lakukan? Aku baru meninggalkan kalian berdua sebentar saja. Ada apa Jason? Jelaskan!" Malta menangis dan meminta penjelasan. Bagaimana mungkin aku bisa menjelaskan hal ini padanya. Aku tidak mau dia terlibat dengan semua drama ini.

Bibi Eagle mendatangi kami sambil lari terbirit-birit.

"Ya Tuhan! Ada apa ini?" Dia memeluk badanku dari belakang. Aku tidak pernah menyangka, wanita tua ini bisa memiliki tenaga yang cukup besar. Jika seandainya ia menjadi atlet gulat, ia pasti sudah masuk tim nasional.

"Sebaiknya kau keluar dari rumah ini!" Kataku berusaha mengusirnya. "Cepat keluar!"

"Oke...oke...baiklah kalau itu maumu. Malta kalau begitu aku pulang dulu. Maaf karena aku sudah membuat kakakmu menjadi tidak tenang." Kemudian ia melangkah keluar sambil menatap mataku, berusaha memperingatiku.

AMBISIUS : My Brother's Enemy [TAMAT]Where stories live. Discover now