Di sekolah, kami biasanya berjalan bersama lalu berpisah di lobi. Salah satu temannya pasti akan muncul untuk menyapa kami dan mengajaknya pergi ke kelas bersama. Jason melambaikan tangannya padaku sebelum kami berpisah.

Saat itu, tanpa sengaja, aku melihat Austin berjalan di depanku. Kemudian, ia berbalik menghadapku. Aku terkejut ia menyadari kehadiranku. Bagaimana ia tahu aku berjalan tepat di belakangnya? Dalam seketika, aku menghentikan langkahku.

"Malta! Kenapa tidak menyapaku?" Tanya Austin.

"Oh, maaf! Hai, Austin! Aku tidak tahu kalau itu kau," jawabku dengan penuh kebohongan.

"Oh, begitu, ya." Katanya, sedikit canggung.

"Um...apa kau mau ke kelas bersama?" Ajakku.

Kebetulan, Austin mengambil beberapa kelas yang sama denganku. Sedangkan, Larry mengambil semua kelas yang sama denganku. Aku curiga jika Larry memilih kelas itu hanya karena aku memilih kelas itu. Kalian mengerti, kan, maksudnya? Waktu itu, Larry pernah memberi tahuku bahwa ia ingin terus bertemu denganku di sekolah. Jadi, itulah yang ia lakukan. Kami memang tidak terpisahkan sejak dulu. Padahal, Jason saja tidak sedekat itu denganku.

"Sebenarnya, sih, aku masih harus pergi ke tempat lain. Tapi..." katanya sedikit berpikir.

"Tapi?"

"Ring...ring..." Bel sekolah berdering.

"Oh, sudah waktunya masuk! Sebaiknya kita ke kelas sekarang!" Ajakku. "Ayo!" Aku menarik tangannya.

Entah mengapa, tiba-tiba, jantungku berdegup kencang. Rasanya, kupu-kupu beterbangan dalam perutku. Aku ingin mengatakan jika pagi ini aku merasa sangat senang. Tetapi, kata senang sepertinya tidak cukup untuk menggambarkan apa yang aku rasakan.

Tunggu dulu! Kenapa aku bisa merasakan semua ini? Bukankah aku tidak memiliki perasaan apapun padanya? Apakah ini yang kalian rasakan jika kalian berjalan berdampingan dengan seseorang yang kalian kagumi?

Aku tidak pernah menyukai siapapun sebelumnya. Jadi, aku tidak tahu.

Sejenak aku berpikir, jika orang-orang melihat kami berjalan bersama, apakah mereka akan mengira bahwa aku dan Austin memiliki suatu hubungan? Aku tidak tahu apakah hal ini baik atau buruk. Mungkin beberapa anak gadis di sekolah ini akan iri terhadapku. Karena belakangan ini, Austin memang banyak diperbincangkan di sekolah. Aku tidak tahu apakah Austin menyadarinya atau tidak. Ia baru datang kemarin, tetapi ia sudah jauh lebih populer dariku. Menyedihkan, bukan?

Di sisi lain, hal ini mungkin bisa menambah reputasiku di sekolah. Sebab, orang-orang mungkin akan berpikir, seperti: "Hey! kalian lihat tidak? Malta sedang bersama anak baru yang keren itu!" atau "Wah! Apakah mereka bersama? Malta beruntung sekali, ya!"

Oke. Biarkanlah aku tenggelam dalam bayang-bayang fantasi ini!

"Malta, kau mau kemana?" Tanya Austin. Panggilan Austin membuyarkan lamunanku.

"Eh, bukannya kita mau ke kelas?" Tanyaku bingung.

"Memang. Lalu kenapa kau pergi ke sana? Sekarang kan kelas Bahasa Inggris! Arahnya ke sini. Apa kau lupa?" Jelas Austin sambil menunjuk ke arah yang tepat.

"Aduh, maaf!" Aku begitu malu. Mukaku merah padam. Aku langsung memutar arah jalan dan melanjutkan langkah kami menuju kelas. Bersama dengannya.

Kami tertawa di sepanjang koridor menuju kelas. Tertawa bersama dengannya sungguh mengasyikkan. Apalagi ia terlihat sangat manis saat tertawa. Jika saat ini kami berada dalam salah satu scene film, sepertinya kamera sedang menyorot wajahnya secara penuh, lalu akan ada efek cahaya yang menyinari wajahnya dan kelopak bunga berjatuhan bersama hembusan angin yang mengibaskan rambutnya. Seperti yang biasa aku lihat dalam drama.

AMBISIUS : My Brother's Enemy [TAMAT]Where stories live. Discover now