PART 17 | HNJ

61 2 0
                                    

Di dunia ini, aku ingin dicintai oleh orang lain. Memang tidak semuanya mencintaiku dan aku tidak mengharapkan hal itu, hanya saja aku hanya ingin hidup bersama jiwa serta kenangan di hati beberapa orang. 

_________________________________

Rewrite Our Memoriesー

우리의 추억을 다시 쓰다

_________________________________

Memang benar pada nyatanya, tidak akan ada manusia yang berhasil untuk hidup dalam kesendirian, meskipun jiwa itu berusaha untuk mengingkari kata hati namun tetap saja mereka akan berinteraksi sesama manusia lain, dan alangkah jauh lebih indah lagi bila dapat berbicara tentang mimpi dan harapan satu sama lain.

Mobil sedan berwarna hitam milik editor Kim melintasi jalan kota dengan cepat. Jalanan yang baisanya tampak ramai kini perlahan sepi ditelan oleh larutnya malam. Angin malam berembus kencang, berhasil membuat orang-orang yang berjalan di jalanan toko merapatkan jaketnya dengan erat. 

Setidaknya itulah menurut Hyeong Jin sekarang. Dari bangku penumpang belakang, tampak  cowok berusia 20 tahunan itu menyandarkan kepalanya ke kaca mobil dengan lemas. Sorot mata sayu itu sesekali terpejam ketika ada rasa ingin menyerah untuk menahan kantuk yang lagi-lagi tidak dapat ia kendalikan.

"Untunglah Henji kau tidak harus mendapat rawat inap di sana," ucap pria paruh baya dari depan seraya memegang kendali mobilnya. Hyeong Jin bergumam sebagai jawaban iya, jika dugaan Hyeong Jin benar mungkin editor Kim sedari tadi sudah berusaha keras untuk tidak memberinya petuah yang cukup panjang.

"Kau tahu betapa cemasnya pria tua ini melihat keadaanmu!" Hyeong Jin masih saja menyandarkan kepala ke kaca mobil, seolah suara tinggi pria paruh baya itu sama sekali tidak berefek pada tubuhnya. "Lain kali jika ada terjadi sesuatu padamu bicarakan padaku Henji! Jangan diam-diam lalu menutup panggilan telponku." gerutu pria itu akhirnya. 

Tak ada jawaban dari bangku belakang, mata bundar Hyeong Jin masih saja menerawang memerhatikan setiap jalanan yang telah diselimuti gelapnya langit malam. 

"Aku memang bukan ayahmu, tapi kau bisa menganggapku seperti itu. Kau boleh mandiri Henji, tapi kau harus sadar kalau tidak semua hal dapat kau lakukan secara sendiri," Dalam lamunannya, ingin sja Hyeong Jin mengiyakan. Mungkin pendapat editor Kim memanglah benar, tapi sungguh pria itu tidak tahu betapa susah dirinya untuk meminta bantuan orang lain. 

Seperti ada rasa berat, segan, dan banyak hal membebankan lainnya ketika meminta bantuan pada seseorang. 

Mata sipit editor Kim kini memerhatikan bangku belakang melalui kaca depan, membenarkan kaca yang miring itu dengan sebelah tangan. "Lihat sampingmu Henji." 

"Sudah," ucap Hyeong Jin tetap pada posisi, laki-laki itu  merapatkan jaket tebal begitu ada rasa dingin yang menusuk pada tulang punggungnya. Bagaimana juga dirinya tidak salah 'kan? Editor Kim menyuruhnya melihat samping, dan dirinya yang tengah melihat jalanan ini juga dapat dikategorikan melihat samping bukan?

"Samping kirimu Henji," tekan Editor Kim seolah mengerti akan jalan pikiran si kepala batu Hyeong Jin.  Diam-diam Hyeong Jin melirik ke arah kiri, memerhatikan objek di sampingnya tanpa ekspresi. "Aku tidak tahu apa hubungan kalian berdua tapi dia terus-terusan mencemasimu, Henji."

Bitna. Baru kali ini Hyeong Jin tidak merasakan susahnya menghafalkan nama orang yang baru dikenal. Padahal jika dilihat-lihat wajah gadis itu hampir sama dengan gadis lainnya. Wajah dengan warna kulit sepucat susu, bibir mungil dengan dandanan yang natural, dan rambut yang dibiarkan tergerai lurus.

Tapi...

Perlahan namun pasti, kedua sudut bibir Hyeong Jin terangkat, mata bundar yang selalu menatap sekeliling dengan pandangan kosong itu kini terlihat sedikit berwarna. Ada pandangan lembut dibalik mata sayu tersebut.

Mungkin gadis ini sungguh sesuai dengan nama yang melekat pada dirinya. Bae Bitna, sebuah inspirasi dan cahaya. Gadis ini memberikan inspirasi ketika dirinya terlihat mulai jenuh dan gadis ini pula yang seolah memberikannya sebuah cahaya ketika merasa sendirian dan kebingungan di dalam sebuah lubang yang begitu gelap.

Dari depan, sebelah sudut bibir editor Kim terangkat, memerhatikan anak laki-lakinya itu. "Kau menyukainya?"

Hyeong Jin mengangguk pelan, masih saja memerhatikan wajah tidur Bitna. Bola mata cokelat yang selalu tampak berbinar cerah itu kini tertutup rapat, begitu kedua tulang pipi yang selalu terangkat akibat tersenyum dan cemberut itu kini terlihat tenang. Ingin rasanya Hyeong Jin tertawa pelan bila mengingat bibir kecil itu tidak berhenti berbicara dan meneguk beberapa kotak jus di kulkasnya tanpa permisi. 

"Sebagai teman aku rasa aku menyukainya. Dia teman pertama yang aku punya selain hyung."

"Sebagai teman?" Sebelah alis Editor Kim terangkat sinis. "Bagaimana jika lebih dari teman?"

Hyeong Jin menggeleng pelan, tersenyum. Sungguh aneh, setelah kepergian Hyung, hanya ada dua yang berhasil membuatnya seperti ini. Membuatnya terasa nyaman dengan dirinya sendiri dan bukan menatapnya dengan pandangan merendahkan ataupun menuntut ini itu untuk berlomba-lomba meningkatkan gengsi.

"Aku belum tahu perasaan seperti itu editor Kim, dan aku belum mau melibatkan diriku ke dalam permainan semacam itu." 

Mobil yang behenti beberapa saat kini kembali berjalan begitu lampu lalu lintas kini menunjukkan perpindahan warnanya. Suara deru mesin terdengar kembali, begitu juga dengan bis kota yang melaju cepat memotongi jalan. "Cinta bukan permainan Henji," tekan editor Kim. "Aku tahu mungkin sulit bagimu untuk menganggap perasaan seperti itu memanglah ada di dunia nyata." 

"Cinta, kebahagiaan, keceriaan bukan hanya ada di dalam kisah fiksi saja, Henji. Kasih sayang, kehangatan, dan kepedulian semuanya benar-benar ada, hanya saja kita harus mencari orang-orang yang tepat agar dapat merasakannya."

Kedua sudut bibir Hyeong Jin yang tadinya terangkat lembut kini perlahan samar. Anak laki-laki itu kembali mengedarkan pandangannya ke arah jalanan. "Aku hanya tahu bagaimana caranya membiarkan kesedihanku menjadi suatu hal yang bermakna."

Editor Kim mengangguk pelan, pria paruh baya itu semakin menyandarkan punggungnya ke kursi kemudi, berusaha mungkin untuk terlihat tenang meskipun mendadak seakan ada guncangan yang muncul dari dalam permukaan tubuhnya. "Belajar pelan-pelan, kau pasti bias merasakannya Henji." 

"Ya," gumam Hyeong Jin pelan, sebagai balasan. 

"Young Bi..." 

Napas Hyeong Jin seakan berhenti seketika, dengan menahan beban berat yang seperti menghantam kepalanya, berusaha mungkin Hyeong Jin menoleh, memerhatikan si pemilik yang menggumam nama Young Bi dengan sesuka hati. 

Young Bi? Hyeong Jin mengeryit, memerhatikan gadis berwajah oval itu dalam-dalam lalu belakang bangku kemudi editor dengan heran. Bukankah tidak semua orang asing dapat mengenal nama itu? Lagipula nama yang gumam barusan adalah nama asli dari salah satu tokohnya, tokoh yang tidak pernah diketahui siapa nama penulisnya. 

"Editor Kim..." 

Masih mengemudikan mobilnya, kedua alis editor Kim terangkat. 

Entah untuk berapa kali, Hyeong Jin memerhatikan Bitna dengan penasaran. 

"Apa tadi gadis ini membaca naskah asliku?"


Rewrite Our Memories [K-Lit] ✔Where stories live. Discover now