Siluet #28: Pagi Berdarah (revisi)

441 42 17
                                    

Peringatan!

· Bab ini mengandung adegan kekerasan verbal dan fisik.

· Tidak untuk ditiru

· Bijaklah dalam membaca

______________________________________________________________

"Iko tidak butuh pembuktian apapun dariku dan aku tak harus membuktikan apa-apa padanya."

***

Tubuh Iko makin rapat menindih. Aku masih berusaha meronta sekuat tenaga, tak terima dengan perlakuannya. Ia boleh menuduhku apapun, tapi demi Tuhan, milikku satu ini tidak akan kupertaruhkan.

Percuma, tenagaku tak sanggup mengimbangi kekuatannya. Aku hanya bisa menangis. Antara marah, kecewa, dan takut, entah perasaan mana yang mendominasi.

Dalam keputusasaan, sempat terlintas ide gila, bagaimana jika kubiarkan saja ia melakukannya, agar ia tahu aku tak pernah berkhianat. Bagaimanapun, sebelum hubungan kami memburuk, aku sering membayangkan dirinya menjadi yang pertama. Tapi, tentu tidak seperti ini caranya. Aku terisak semakin dalam.

Tangan Iko tiba-tiba bergerak menyentuh dadaku yang polos. Kugigit bibirku yang bergetar, sementara air mata tak henti-hentinya mengalir deras.

"Iko, please ..., jangan gini, Ko ...."

Aku merasakan bibir Iko menyusuri leher, mengecup kasar, menjilat, lalu berhenti pada lekukan tulang selangka dan bahu. Menyesapnya kuat-kuat, membuat tanda, seakan memastikan aku hanyalah miliknya, bagian dari teritorinya. Bukan yang lain.

Mataku terbelalak ketika tangan Iko berusaha menarik lepas celana tidurku.

Tidak! Iko tidak butuh pembuktian apapun dariku dan aku tak harus membuktikan apa-apa padanya. Kukumpulkan sisa-sisa kekuatan yang ada, lalu kembali meronta. Kugigit tangan kirinya sekuat tenaga.

"Fuck!!" desisnya.

Berhasil terlepas dari himpitan, aku bermaksud berlari meraih pintu, namun Iko tak membiarkan begitu saja. Tangannya menyeret dan membantingku ke ranjang. Dicengkeramnya leherku kuat sebelum kembali melumat bibir penuh kemarahan. Tubuh besarnya bersiap menindih, sementara dua kakinya mengunci kakiku yang tak bisa berhenti menendang.

Tiba-tiba ....

Brakkk!!!

Pintu kamar didobrak dari luar. Aku terlonjak. Iko terkesiap.

"J !!"

Bukankah dia masih di Solo?

Tangan J merenggut cepat pundak Iko yang menindih tubuhku lalu mendorongnya dengan beringas. Iko terpelanting ke sudut kamar.

Aku beringsut ke samping ranjang dengan tangan menyilang menutup dada yang terbuka. Bibirku bergetar hebat. Semua rasa bercampur jadi satu, marah, sedih, dan takut yang tak terhingga. Dan sekarang ... luapan bahagia!

J membuka kaos dan melemparnya ke arahku. Kupakai segera lalu berlari ke belakang J.

Kulihat Iko bangkit dari sudut kamar. Ia berjalan ke arahku dan J yang berdiri tegap sebagai tameng.

Iko menyeringai. Kedua tangannya saling bertepuk, menimbulkan suara nyaring tepukan tangan tiga kali.

Plok plok plok!

"Juna ...! Bagus! Sang Arjuna sudah datang."

Iko dan J berdiri berhadapan. Jarak keduanya hanya sejengkal. Dua orang itu saling melempar tatapan tajam.

Siluet (Completed)Where stories live. Discover now