Siluet #22: Tangis Akhir Tahun (revisi)

389 46 19
                                    

"Ada luka lebih perih yang membuat air mataku terus mengalir deras."

***

Jelang sore hari, jalanan mulai dipadati kendaraan yang berlalu lalang menghabiskan hari terakhir tahun ini ke berbagai tujuan.

Acara tahun baru di Bandung biasanya akan terpusat di sepanjang Dago hingga ke kawasan Gedung Sate dan Gasibu. Kafe-kafe tenda menyajikan aneka kuliner mulai dari menu khas Jepang, China, Korea, hingga menu asal negara-negara Europe.

Titik lain yang banyak dituju saat malam pergantian tahun ialah kawasan alun-alun hingga Jalan Braga. Di sana, baik siang maupun malam selalu terlihat cantik. Lampu jalan yang remang berpadu dengan toko-toko dan bangunan bergaya klasik, menjadi suguhan romantis.

Sedikit lebih ke pinggiran kota, Caringin Tilu banyak dipilih terutama bagi yang ingin menikmati landscape Bandung malam hari dari tempat yang lebih tinggi.

Masih berada di kawasan Cimenyan di lereng gunung Manglayang, di tempat yang hanya berjarak lima kilometer dari Saung Angklung Udjo ini juga terdapat kafe dengan gaya tradisional yang asyik untuk minum kopi atau menikmati kuliner khas Bandung.

Tahun lalu aku dan Dika menghabiskan momen pergantian tahun di sana. Entahlah tahun ini.

Aku sendirian sekarang.

Sudah lebih dari jam dua siang. Ponselku berbunyi lagi.

Notif dari Iko masuk sampai puluhan tapi aku tak berminat untuk membuka.

Malas sekali. Aku hanya ingin sendiri sekarang.

Kutemui Pak Hotman dengan hati tak menentu. Kusampaikan permintaan maaf tidak bisa meneruskan pembicaraan tentang proses pengurusan status warga negara karena mendadak sakit.

Ya, hatiku sakit.

Beliau memaklumi dan sempat menawarkan mobil untuk mengantar ketika melihat wajahku yang mungkin terlihat pucat, namun aku menolaknya halus.

Tempat pertama yang kutuju begitu keluar dari hotel setelah menemui Pak Hotman adalah perpustakaan daerah. Ojol yang kutumpangi mengantarku hingga tepat ke depan gerbang. Tapi ... gerbangnya tutup!

Sial! Bodohnya aku. Tentu saja tutup. Hari Senin ini cuti bersama akhir tahun.

Kulangkahkan kaki dengan gontai tanpa tujuan. Hanya berjalan dan terus berjalan.

Kuhela napas berkali-kali mencoba mengurai kejadian demi kejadian yang kualami akhir-akhir ini.

Aku tersenyum sinis.

Semua orang sama saja. Semua yang tampak manis di depan nyatanya tidak sebaik itu di belakang.

Yang pertama, aku sempat kecewa dengan J yang melarangku dekat dengan Iko, sahabatnya sendiri. Entah apa masalahnya sehingga ia berkata seperti itu. Padahal seharusnya dua sahabat saling mendukung, kan?

Kedua Dika, pemuja keperawanan tapi malah hamil dan putus sekolah karena melanggar prinsipnya sendiri.

Lalu Iko? Dia baru saja membicarakan aku di belakang bersama teman-temannya.

Dari semua yang telah terjadi, yang terakhir ini sangat menyakitkan. Apa Iko hendak memanfaatkan hubungannya denganku untuk ambisi pribadi?

Dan ... mereka menertawakan aku, dan mengira aku dan Iko sudah ... sudah ..., akh! Seolah aku perempuan 'bebas' yang mau menyerahkan tubuhku begitu saja.

Memang itu nyaris terjadi.

Mungkin sudah takdirku terlahir dari keluarga yang tak utuh. Tapi apa salah jika Mami dekat dengan Mr. Singh yang mungkin bisa membuatnya nyaman? Mr. Singh tentu dekat sekali dengan dunia artis.

Siluet (Completed)Where stories live. Discover now