Part 2

858 26 0
                                    

Pagi harinya, Kak Hans masuk menghampiri aku dan Kak Sandra yang baru saja selesai membersihkan badanku.

“Wahh... adik cantiknya Kakak udah wangi nih,” sapa Kak Hans sambil melemparkan senyuman kepadaku.

“Iya dong, emang Kak Hans. Belum mandi ya, De?” ujar Kak Sandra meledek Kak Hans sambil tersenyum.

“Biarin, yang penting wangi. Dari pada Kak Sandra ya, De? bau asem,” balas Kak Hans sambil ketawa.

“Iihh Kakak apaan sih,” ujar Kak Sandra cemberut sambil melangkah menuju kamar mandi, untuk menyimpan barang-barang yang dipakai untuk membersihkan tubuhku tadi.

“Yahh... marah dia,” Kak Hans tersenyum. “De, sekarang waktunya makan sama minum obat ya, Sayang!” ujar Kak Hans sambil menyiapkan makanan yang berada dalam suntikan besar, dan obat yang ada di dalam suntikan kecil. Yang nantinya akan dimasukan ke tubuhku lewat selang NGT dan selang infus.

Senang rasanya melihat Kak Hans dan Kak Sandra bercanda seperti tadi, rasanya ingin sekali ikut bercanda bersama mereka, sesuatu hal sepele yang sudah jarang sekali terjadi di antara kita.

Namun, keadaanku membuat keinginan itu hanya menjadi angan saja. Jangankan untuk becanda, untuk makan bahkan membersihkan badan saja aku sudah tidak bisa melakukannya sendiri.

Seketika air mataku menetes, Kak Hans yang baru selesai memberiku obat langsung duduk di dekatku, saat melihat mata ini mengeluarkan air mata.

“Hey... kok kamu nangis?” tanya Kak Hans.

Mendengar itu, Kak Sandra yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung berjalan menghampiriku dan duduk di sebelah kiri tempat tidurku.

“Kakak yakin kamu kuat, De!” ujar Kak Hans sambil menghapus air mata di pipi sebelah kananku.

“Kakak tahu kamu hebat,” ujar Kak Sandra sambil menghapus air mata di pipi sebelah kiriku.

Secara bersamaan kedua Kakakku mencium keningku. Kak Hans mencium kening kananku, sedangkan Kak Sandra mencium kening kiriku. Air mataku kembali menetes, aku tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan di balik ketidakberdayaan ku ini. Saat menyadari aku memiliki kedua Kakak yang sangat baik padaku dan selalu ada untukku.

***

Hari ini adalah hari ke lima aku dalam keadaan kritis. Dan selama itu pula aku tidak bisa melakukan kebiasaan ku setiap pagi saat ada di rumah, berlari membuka gorden dan diam di balkon hanya untuk melihat Matahari terbit. Kebiasaan yang kini Bunda gantikan untukku yang sudah tak berdaya ini. 

Hampir setiap orang yang masuk ke kamarku dan melihat keadaanku, mereka selalu meneteskan air mata. Seperti Bunda saat sedang menemaniku siang ini, tiba-tiba saja air mataku menetes saat melihat wajah Bunda. Betapa rindunya aku bilang sayang sama Bunda, memeluk dan mencium Bunda. Tapi kini aku hanya bisa diam membisu Bun, aku tidak berdaya. Dengan tangan lembutnya, Bunda menghapus air mataku sambil berkata.

“Hanin sayang, Bunda tahu kamu pasti tersiksa dengan semua rasa sakit ini. Kalau saja Bunda bisa minta, Bunda akan minta Tuhan untuk mengambil semua rasa sakit itu. Biar Bunda yang gantikan posisi kamu, Sayang. Bunda nggak tega liat kamu kaya gini.” Bunda terdiam sejenak, lalu Bunda menghapus air matanya.

Bunda mencoba untuk tegar dan kuat, mungkin Bunda tak ingin aku semakin sedih jika melihatnya bersedih .

“Tapi Bunda yakin kok, kamu pasti kuat, kamu nggak mungkin menyerah. Bunda yakin kamu pasti sembuh, Sayang.”

Aku yang cuma bisa mendengar suara lirih Bunda hanya mampu meneteskan air mata, aku hanya bisa berkata dalam hati untuk menjawab perkataan Bunda.

Andai saja Bunda tahu, aku udah nggak sanggup lagi dengan semua ini. Aku udah nggak kuat dengan semua rasa sakit ini, aku menyerah, Bun. Aku menyerah.

Begitu pula dengan Kak Hans. Kak Hans yang tidak pernah meneteskan air mata dan selalu tegar. Hari ini meneteskan air mata melihat kondisiku yang seperti sekarang ini. Sambil mengelus kepalaku yang pelontos, sesekali memegang pipi, dan sambil menatap mataku Kak Hans berkata,

“De, kali ini Kakak kalah. Kakak kalah melawan rasa sedih ini. Hati Kakak hancur melihat kamu seperti ini. Kakak nggak tahu harus ngelakuin apalagi supaya bisa membuat kamu sembuh dan tersenyum kembali. Maafin Kakak, De... maafin Kakak, karena Kakak harus ngebiarin kamu sendiri ngerasain rasa sakit yang semakin menyiksa kamu, Sayang...,” ujar Kak Hans.

Hatiku pun benar- benar sakit saat harus melihat Kak Hans begitu sedih karena aku.

Kak Sandra pun melakukan hal yang sama seperti Bunda dan kak Hans saat menjengukku. Meskipun setiap hari menemaniku, tapi Kak Sandra tetap tidak bisa menahan kesedihannya. Kak Sandra memberikan boneka hello Kitty kesayangannya dan meletakkan di sampingku.

“Seperti boneka ini, Kakak akan selalu ada di samping kamu. Kakak akan selalu menemani kamu, agar kamu tidak merasa kesepian. Kamu harus sembuh, De! Kamu harus lihat kamar ini penuh dengan boneka dan pernak-pernik kesukaan kamu. Jangan nyerah ya, Sayang! Kasih Kakak kesempatan untuk bisa menghabiskan waktu bersama kamu lebih lama lagi. Kakak nggak mau kalau harus kehilangan kamu De,” kata Kak Sandra menangis.

Seburuk itukah keadaanku, sampai-sampai air mata dari orang-orang yang aku sayang harus berjatuhan hanya karena aku. Entahlah, aku sendiri tidak bisa melihat dan memastikan seburuk apa kondisi aku saat ini . Yang jelas aku hanya bisa merasakan sakit, dan lemas di tubuhku.

***

Sunshine (ketulusan, cinta dan pengorbanan) REVISIWhere stories live. Discover now