Part 2

708 21 0
                                    

"Kita ke rumah sakit aja ya, Nin!” usul Citra.

Setibanya di Apartemen, kondisi badanku masih lemah dan mukaku pun masih pucat. Tak heran bila Citra mengajakku untuk pergi ke rumah sakit. Namun aku menolaknya, aku bilang aku baik-baik saja. Aku hanya tak ingin mereka tahu penyakitku yang sebenarnya, jika mereka membawaku ke dokter.

“Tapi kalau Bunda lo tau, dia juga bakal ngelakuin hal yang sama dengan kondisi lo yang sekarang,” kata Friska.

“Bener kata Friska, Nin. Kita ke dokter aja, ya?”

Guys aku baik-baik aja, cuma demam biasa. Istirahat sebentar aja pasti sembuh kok. Ohh iya, tolong jangan kasih tau kak Hans atau Bunda aku ya. Dan kalau nggak keberatan, aku stay di sini aja ya. Aku janji kok nggak akan nyusahin kalian.”

“Lo ngomong apaan sih. Udah mendingan sekarang lo istirahat! Muka lo pucet banget.”

Aku pun tersenyum. Sementara mereka bertiga mulai sibuk membereskan barang-barang yang kita bawa pas naik gunung kemarin.

Hampir dua hari aku terbaring di tempat tidur, sungguh tidak menyangka. Betapa perhatiannya ketiga sahabatku selama aku sakit. Secara bergantian mereka merawatku, menemaniku, sungguh sesuatu yang tidak kusangka. Aku benar-benar bahagia dan beruntung memiliki sahabat seperti mereka.

Namun, semakin hari aku malah merasa kondisi tubuhku ini semakin memburuk. Sakit itu bahkan sering muncul menyerang kepalaku, dadaku kini terasa sering sesak, dan tubuhku pun lemas tak bertenaga.

Merasa tak ingin semakin membebani ketiga sahabatku. Saat mereka pergi kuliah, tanpa sepengetahuan mereka aku meminta kak Hans untuk menjemputku di Apartemen Citra. Aku pun pulang dan meninggalkan pesan untuk ketiga sahabatku, kalau aku pulang untuk menyelesaikan sebuah urusan. Karena aku pikir dengan penanganan tante Dewi dan alat-alat yang lengkap di rumah, aku bisa lebih baik.

Dan benar saja, hanya butuh semalam untuk memulihkan kondisi tubuhku, yang sempat menurun akibat kecapean usai naik gunung beberapa hari yang lalu.
***

Keesokan harinya saat aku ingin pergi kuliah, Bunda malah melarangku dengan mengunci seluruh pintu rumah. Apalagi tanpa sepengetahuan dan izin darinya, aku malah pergi naik gunung bersama sahabat-sahabatku. Bunda benar-benar kecewa dan tak mau memberiku izin lagi untuk keluar dari rumah, apalagi tinggal jauh darinya. Kami pun bertengkar hebat, emosiku yang cukup meluap membuat penyakitku kambuh bahkan aku harus badtrees, untuk waktu yang belum pasti karena kondisi tubuhku yang semakin lemah.

Bahkan tante Dewi menyarankanku untuk segera menjalani cemotherapy. Mendengar itu aku merasa takut, karena sudah dapat dipastikan penyakitku ini sekarang mulai bertambah parah. Namun, demi bertahan untuk orang-orang yang aku sayangi. Aku pun mau melakukannya.

Meski tubuhku tidak merespon obat yang disalurkan dengan baik, tapi aku harus kuat, aku tidak boleh kalah oleh penyakitku itu. Aku harus kembali sehat. Demi Bunda, kakak-kakakku, sahabat-sahabatku, dan juga demi kak Deva.

***

Sunshine (ketulusan, cinta dan pengorbanan) REVISIWhere stories live. Discover now