Bab 6

835 26 0
                                    

Malam ini cukup jadi malam yang tidak baik untukku. Tiba-tiba saja saat aku sedang tiduran sambil menghayalkan wajah tampan kak Deva, kak Sandra masuk dengan wajah garangnya yang tampak seperti seekor singa yang akan menerkam sang mangsa. Kak Sandra melemparkan gitar kesayangannya dengan kondisi senar yang berantakan ke atas tempat tidurku. Kak Sandra pasti marah besar kepadaku, karena senar gitarnya putus. Sore tadi tanpa sepengetahuan kak Sandra, aku meminjam gitar kak Sandra untuk latihan bermain gitar. Inginnya aku izin terlebih dulu, tapi saat itu kak Sandra belum pulang kuliah. Dan waktu aku sedang menggunakannya, entah kenapa tiba-tiba senar gitar kak Sandra putus.

"Pasti elo kan yang ngerusakin gitar gue!" bentak Kak Sandra kepadaku.

Ingin rasanya aku mencoba untuk menjelaskan kepada Kak Sandra alasan kenapa gitarnya bisa jadi seperti itu, tapi Kak Sandra yang terus mengomel sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk bicara. Kak Sandra terlihat amat sangat marah kepadaku, sampai-sampai Kak Sandra langsung pergi ke kamarnya setelah memarahi aku dengan amarah yang masih menggunung di dalam hatinya. Aku mencoba mengikuti Kak Sandra ke kamarnya, yang posisinya bersebelahan dengan kamarku, sambil terus meminta maaf selama berjalan menuju kamar Kak Sandra. Namun Kak Sandra sama sekali tidak merespon kata maafku, dia hanya diam seribu bahasa. Kak Sandra duduk di atas tempat tidur, dan aku berdiri lima langkah tepat di hadapannya. Tapi entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja rasa sakit di kepala ini mendadak muncul lagi.

"Keluar lo! maaf lo nggak berarti."

"Kak... aku janji bakal betulin gitar Kakak. Tapi Kakak harus maafin aku dulu ya," pintaku sambil mencoba menahan rasa sakit yang semakin terasa menyerang kepalaku.

Namun Kak Sandra sama sekali tidak merespon ucapanku. Dengan rasa sakit yang semakin terasa hebat, aku masih tetap berdiri di hadapan Kak Sandra dan menunggu maaf darinya. Tapi sakit di kepala ini tidak bisa diajak kompromi, tubuhku dibikin sempoyongan sampai kehilangan keseimbangan, dan akhirnya aku jatuh terduduk di lantai. Entah apa yang ada di pikiran Kak Sandra saat itu, yang jelas secara reflexs saat aku terjatuh tadi Kak Sandra langsung menghampiriku, seakan-akan Kak Sandra khawatir dengan keadaanku.

"Ekh... lo kenapa, sih?" ujar Kak Sandra jutek sambil mencoba membantu aku untuk berdiri, dan mengajakku melangkah menuju ke tempat tidurnya.

"Kak, kalau nggak keberatan bawa aku ke kamar aja ya, Kak!" pintaku kepada Kak Sandra sambil mencoba menahan sakit di kepala ini, yang semakin lama malah semakin menjadi-jadi.

Dengan sedikit terpaksa, Kak Sandra merangkul aku dan memapahku berjalan menuju ke kamarku yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kamar Kak Sandra. Rasanya aku ingin cepat sampai di kamar dan segera merebahkan tubuh ini di atas tempat tidurku. Kak Sandra pun membukakan pintu kamarku, lalu membawa aku yang terus meringis kesakitan masuk menuju tempat tidur. Setelah sampai, Kak Sandra langsung merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.

"Nyusahin banget sih lo!" keluh Kak Sandra yang sedikit kecapean, setelah membantu aku masuk ke dalam kamar.

Dengan muka juteknya, Kak Sandra langsung mencoba membalikan badannya dan hendak pergi seolah-olah tak peduli kepadaku. Namun sebelum sempat melangkahkan kaki, aku mencoba meraih tangan kanan Kak Sandra lalu menahannya sejenak .

"Makasih ya, Kak... tolong jangan kasih tau siapa-siapa ya kalau sakit ini datang lagi. Apalagi Bunda..." pintaku memohon kepada Kak Sandra.

Lalu aku menghadap ke sebelah kiri tempat tidur, aku meringis kesakitan sambil meremas kepalaku dan berharap perlahan-lahan rasa sakit ini hilang. Rasa kesal sempat hinggap dalam hati, karena sudah cukup lama tiba-tiba sakit ini kembali muncul. Kak Sandra masih memperhatikan aku yang sedang meringis kesakitan, batinnya nampak merasakan sesuatu, tapi tidak bisa diungkapkan.

Sunshine (ketulusan, cinta dan pengorbanan) REVISIWhere stories live. Discover now