Part-2

804 25 0
                                    

Terdengar suara langkah kaki yang begitu cepat, aku sedang berlari menelusuri koridor kampus, aku sangat buru-buru sekali. Pada saat akan berbelok ke arah kelasku, tiba-tiba tidak sengaja menabrak seseorang yang mendadak ada di hadapanku saat itu, sampai hampir terjatuh.

“Upsss... maaf," ujarku sambil kembali melanjutkan langkahku menuju ke kelas.

“Hemmmm...” kata orang yang aku tabrak tadi sambil menggelengkan kepala dan berbalik badan.

“Heyyy, tunggu!” sahutku sambil memberhentikan langkah dan berbalik mendekati orang yang aku tabrak tadi.

Seseorang yang ternyata laki-laki itu berhenti lalu membalikan badan ke arahku, aku tersenyum saat tahu dia adalah laki-laki yang kemarin mengembalikan kupluk ku yang terjatuh.

“Iya...” jawab laki-laki yang memiliki wajah tampan itu, sehingga membuatku terpesona ketika berhadapan dengannya.

Tiba-tiba aku menyodorkan tangan kananku, sambil melempar senyuman paling manis dari bibirku.

“Hanin...” ucapku mengajak kenalan.

Tapi laki-laki itu malah tertawa kecil melihat tingkahku yang mendadak menyebutkan nama, dan menyodorkan tangan tanpa ia minta. Aku jadi malu karena laki-laki itu belum meresponnya. Pada saat aku hendak kembali menarik tanganku, tiba-tiba laki-laki itu langsung menyambut tanganku untuk berjabat tangan. Syukurlah, kupikir aku benar-benar akan dicuekin.

“Deva...” laki-laki itu menyebutkan namanya.

Dan kemudian kita langsung melepas jabat tangan kita. Setidaknya aku tidak malu, karena aku pikir dia tidak akan meresponnya.

“Hemm... ternyata kamu yang nabrak aku.” Sambil berjalan menuju ke arah kelasku, meski berlawanan dengan tujuan Deva.

“Maaf ya, aku buru-buru soalnya.” Aku merasa malu.

“Kuliah jurusan apa?”

“Akuntansi semester 1, kamu?”

“Seni, semester akhir.”

“Upss... senior dong. Maaf ya Kak, udah nggak sopan.”

“Nggak apa-apa kok tenang aja. Kamu...”

Kita jadi ngobrol-ngobrol sambil berjalan menuju kelasku.

***

Pada saat jam kuliah kosong, Aku, Citra, Ririn dan Friska sedang duduk-duduk di rumput taman kampus yang hijau, sambil menunggu jam kuliah selanjutnya dimulai. Terlihat Ririn sedang sibuk dengan handphonenya, Citra dan Friska sedang ngobrol-ngobrol, sementara aku sedang asik membaca buku. Tiba-tiba Ririn beranjak dari duduknya.

Guys... gue ke toilet dulu ya.” Ririn bergegas pergi.

“Kebelet kali tuh orang, buru-buru banget.”

Aku dan Citra hanya tersenyum.

“Ohh iya Cit, pacar lo apa kabar? Kok gue jarang liat lo berdua-duaan lagi. Hubungan lo baik-baik aja kan, Cit?” tanya Friska pada Citra.

“Baik dong... gue sengaja ngebatasin waktu ketemu, biar dia fokus sama kuliahnya. Kalau lo sendiri... pacar lo apa kabar?”

“Hemm... nggak usah nyindir deh. Lagian lo juga tau kan, gue masih GAMU, Cit... gagal Move On.”

Citra malah menertawakan Friska.

“Apa coba maksudnya ngetawain gue kayak gitu.”

“Ya lagian galau mulu, nyari yang baru dong! Ohh iya, kalau lo, Nin?” tanya Citra padaku.

Tapi aku malah tersenyum menanggapi pertanyaan dari Citra.

“Kebiasaan deh ni anak, kalau ditanya jawabnya cuma senyum doang.”

“Aku nggak punya pacar, Cit,” jawabku dengan pandangan yang masih fokus membaca buku.

“Masa sih? Lo cantik, Nin. Masa nggak punya pacar. Cowok-cowok pasti pada ngantri pengen jadi pacar lo, iya kan?” ujar Friska.

Aku menutup buku yang tadi sedang aku baca, dan mengalihkan pandanganku ke arah Citra dan Friksa. Aku pun menceritakan tentang aku, dan keseharian ku pada Citra dan Friska. Jangankan punya pacar, untuk mengenal apa cinta aja aku tidak punya waktu. Ke-overprotektif-an Bunda membuatku tidak bebas, ruang gerakku cukup sempit, apalagi untuk mencari cinta. Aku sama sekali tidak punya waktu untuk itu. Jadi intinya, sampai detik ini aku sama sekali tidak tahu apalagi merasakan apa itu CINTA. Setelah mendengar penjelasan dariku barusan, Citra dan Friska jadi merasa tidak enak, lalu mereka meminta maaf kepadaku. Karena mereka tidak bermaksud menyinggung perasaanku. Dan aku hanya tersenyum.

***

Sunshine (ketulusan, cinta dan pengorbanan) REVISIWhere stories live. Discover now