Siluet #15: Bertemu Jerrico (revisi)

ابدأ من البداية
                                    

Setidaknya otakku masih sanggup bekerja. Kukira tadi pembuluh darahnya pecah atau tersumbat dan aku khawatir melakukan sesuatu yang bodoh.

Kabur ke toilet begini memang klasik sih, tapi tidak begitu terlihat bodoh. Saat sadar kenapa aku se-bahagia ini ketemu Jerrico, ternyata ada dua penyebabnya.

Pertama: Jerrico ternyata bukan J. Aku legaaa sekali. Tak tau kenapa.

Kedua: Jerrico ganteng bangeeet, banget banget banget!

Aku merasa tidak sia-sia merindukannya siang dan malam.

Aku juga tidak merasa hina sempat mempersiapkan diri dulu sebelumnya demi penampilan terbaikku di mata cowok itu. Minimal pakai lip gloss dan berkumur cairan penyegar nafas dulu, maksudnya.

Aku tidak jadi menyesal ketemu J yang super menyebalkan itu di kereta kalau ternyata dialah yang akhirnya bisa mempertemukanku dengan Jerrico.

Beruntungnya aku memiliki J .... Eh!

*

Aku menggedor tak sabar pintu kamar kos Dika setelah pada ketukan kelima tak terdengar sahutan dari penghuninya.

Ketika daun pintu akhirnya terbuka, seketika aku tak bisa menyembunyikan rasa heran. Pak Hendra keluar dari dalam.

Spontan aku mengangguk sopan. Pak Hendra adalah dosen pengganti untuk mata kuliah Sistem Hukum Indonesia.

Sekedar info, aku sering bertemu beliau di ruangannya untuk berkonsultasi mengenai topik hukum dan politik yang kuangkat pada proyek kepenulisan, satu dari tiga topik yang paling kusukai selain sains dan budaya.

Tapi, bertemu di tempat kos Dika seperti ini, menurutku agak ganjil.

Seakan mengerti keherananku, Pak Hendra tersenyum. Walaupun usianya sudah matang, dosen yang kerap dijuluki Duren alias Duda Keren itu tak pernah kehilangan pesonanya. Bahkan makin terlihat berwibawa, berbanding lurus dengan pemikirannya yang kuakui memang bijaksana.

Seperti saat aku meminta pendapatnya bulan lalu tentang kondisi terkini, tentang 'keamanan' demokrasi di tahun politik, beliau tidak menghilangkan fakta bahwa menurut Global Law and Order pada 2018, Indonesia disebut sebagai Negara teraman ke-9 di dunia.

Pada kenyataannya, mengenai jaminan hukum sebagai urat nadi dari mengalirnya proses demokrasi ini, banyak pakar dan pengamat hukum yang baru bisa mengidentifikasi, dan belum bisa memberi solusi yang bisa diimplementasikan. Hal ini karena hukum tidak cukup kuat, terutama untuk menghadapi ranjau-ranjau dan mafia politik.

Menurut Pak Hendra, banyak pihak menganggap hukum di Indonesia bisa diatur-atur dan subyektif.

"Saya datang kemari untuk memberikan jadwal terbaru les anak saya dengan Dika," terang Pak Hendra masih dengan senyum mengembang.

Dika memang mengajar les privat untuk anak Pak Hendra.

"Oh, iya Pak."

Pak Hendra pamit dan segera pergi dengan langkah cepatnya. Dika menyeretku masuk ke dalam kamar ketika sosok Pak Hendra menghilang di balik pintu keluar.

"Nggi, tau, ngga, aku tu lagi hepiiii ... banget!"

"Hah! Kok sama!" aku memekik bahagia dan memeluk sahabatku erat.

Kami berpelukan dan berjingkrak-jingkrak di atas kasur. Kali ini kulampiaskan kebahagiaan hari ini sepuas-puasnya.

Dika tertawa dan aku juga.

Dika tampak bahagia, aku juga bahagia.

Selimut dan bantal terlihat merana tak berdaya terkena tendangan dan gerakan kami yang menggila. Mereka berhamburan ke segala penjuru kamar.

Siluet (Completed)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن