#21 •Dia Datang•

557 54 15
                                    

Ketika motor ninja milik Vaga sudah terparkir di area mall, Audi berangsur turun dan melepas helm yang sedari tadi ia pakai. Kemudian cewek itu menyerahkan helm tersebut pada Vaga lalu membereskan rambutnya yang sedikit berantakan. Vaga pun melakukan hal yang sama.

Setelah keduanya telah bersiap, mereka pun melangkahkan kaki menuju tujuan. Bioskop. Dengan perbincangan ringan, keduanya seakan menikmati waktu untuk saling bertukar kata.

Tentu saja Vaga senang bukan kepalang. Dahulu Audi tak pernah mau membalas pertanyaannya atau sekedar bertanya balik. Cewek itu malah menjauh dan menganggap Vaga sebagai kuman yang patut dihindari. Tapi sekarang keadaan berbalik.

Saat Audi sibuk menceritakan sepenggal kisahnya saat SMP, Vaga malah asyik memerhatikan raut wajah cewek itu dalam diam. Menurutnya, Audi memang perempuan idaman. Wajahnya yang manis, hidung dan bibirnya yang mungil, rambut yang terikat satu, semakin membuat Vaga terpaku.

Dalam beberapa saat Vaga menikmati sosok yang berada tepat di sampingnya. Hingga suara Audi berhasil memecah lamunan itu.

"Oh iya, gimana kalau kita mampir dulu ke kedai ice cream? Langganan gue sama Difta dari dulu. Mau gak?" tawar Audi dengan wajah riangnya. Vaga tak mungkin menolak, justru kesempatannya untuk mendapatkan hati Audi semakin terbuka lebar.

Dengan cepat Vaga mengangguk lalu mengikuti langkah Audi yang menyusuri setiap lapak makanan. Beberapa lama mencari, akhirnya kedai itu mereka temukan.

Sepertinya, Audi sangat antusias untuk menikmati ice cream pesanannya. Karena pasalnya, ia semakin jarang berkunjung ke tempat ini. Apalagi, sekarang hubungannya dengan Difta sedikit merenggang.

Audi emang sempurna. Gak salah, sih, dia sempet nolak gue yang agak blangsak gini. batin Vaga berucap.

Setelah berkunjung ke kedai tersebut, akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju bioskop. Dengan santai mereka berbincang layaknya teman dekat. Sesekali Vaga memberikan teka-teki, gombalan ataupun rangkaian kata yang membuat Audi tertawa puas.

Melihat tawa yang Audi lontarkan rasanya membuat hati Vaga berdesir hangat. Seperti ada gejolak yang ingin ia utarakan namun tak bisa. Seperti ada sesuatu yang mendorongnya untuk memperjuangkan cewek itu.

Tapi, Vaga sadar posisi. Ia tak lebih dari sekedar teman yang baru saja datang ke kehidupan Audi. Ia hanya cowok berandal yang mencoba mendapatkan hati sedingin es batu.

Ya, tanpa disadari, Audi bukanlah tipe cewek yang mudah jatuh cinta ketika hatinya sudah dimiliki orang lain. Bagi Audi, cinta bukan untuk dipermainkan. Maka karena itu ia pernah tidak menyukai kehadiran Vaga di hidupnya.

"Ga, sebenernya gue penasaran deh sama lo," ucap Audi pelan setelah memasukan segumpal ice cream ke dalam mulutnya.

Vaga menoleh lalu mengernyit heran. "Lo penasaran sama gue?" tanyanya bingung. "Dengan senang hati gue bakalan jawab seribu pertanyaan yang lo ucapkan. Silahkan, nona manis."

Audi tertawa renyah. Perlahan langkah kakinya memelan, lalu mendekati kursi besi yang telah disediakan. Vaga hanya mengikut, lalu akhirnya mereka berdua terduduk dengan posisi berhadapan.

"Gue heran aja. Lo sering di gosipin playboy, bad boy, dan segala macam julukan buruk buat lo. Tapi, sebenernya, kalau boleh gue tau, sih, apa yang bikin lo jadi kayak gini?" Audi bertanya hati-hati, takut objek yang berada di depannya ini tersinggung.

Vaga tersenyum simpul lalu menatap Audi intens. Audi menaikan satu alisnya. "Lo ... korban broken home?"

Vaga menggeleng pelan. "Keluarga gue baik-baik aja. Gue punya keluarga yang lengkap. Mama, papa gue ada di Indonesia. Gue punya satu kakak cewek dan di hati gue itu cuma ada lo. Bahagia, kan, hidup gue?"

PHOTOGRAPH Where stories live. Discover now